Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) di 2022

Elrosa Nadia
Mahasiswi Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang
Konten dari Pengguna
24 Juli 2022 17:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elrosa Nadia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: www.pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: www.pexels.com
ADVERTISEMENT
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), bagaimana hal tersebut di 2022?
ADVERTISEMENT
Pajak menjadi satu hal krusial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dikarenakan dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara. Pajak pun dibagi menjadi banyak kategori, termasuk juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Sebelumnya, kita haruslah mengetahui apa itu pajak. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat (Cahyani, 2019), pajak merupakan iuran yang wajib dibayarkan kepada negara yang diatur menurut perundang-undangan dengan tidak adanya timbal balik secara langsung dan digunakan untuk membayar pengeluran umum. Menurut Prof. Dr. Seomatri dalam (Ayu, 2016) pajak adalah iuran rakyat yang diberikan kepada kas negara berdasarkan peraturan UU yang memaksa tanpa mendapatkan kompensasi secara langsung.
Dalam Setyawan dan Suprapti (2006), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas transaksi penyerahan Barang dan Jasa Kena Pajak. Pada dasarnya Pajak Pertambahan Nilai digunakan sebagai pajak penjualan oleh pabean Indonesia, sehingga PPN pada dasarnya meliputi penyerahan keseluruhan barang dan jasa. Namun, Pajak Pertambahan Nilai dipungut atas barang dan jasa tertenu dikarenakan alasan social, ekonomi, dan budaya dimana bertujuan untuk mendukung, melindungi, memajukan kegiatan ekonomi bangsa serta mempertahankan stabilitas ekonomi Indonesia (Regyna et. al., 2022).
ADVERTISEMENT
Pajak Pertambahan Nilai dapat menjadi alternative untuk pajak penjualan. Hal tersebut terjadi jika Pajak Penjualan tidak lagi cukup untuk memperhitungkan kegiatan bersama dikarenakan belum mencapai tujuan berupa peningkatan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan mendistribusikan beban pajak secara merata (Sari et al., 2020). Perlu digarisbawahi juga bahwa semua barang dan jasa dikenakan pajak kecuali terdapat aturan bahwa barang tersebut tidak kena pajak.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong barang mewah oleh pengusaha sehingga menghasilkan Barang Kena Pajak barang mewah di dalam daerah pabean, selama kegiatan usaha dan di tempat kerja, ataupun pajak dikenakan atas impor Barang Kena Pajak (Indonesia, 2009). PPnBM adalah jenis pajak yang tergabung satu paket dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pemerintah secara resmi menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% per April 2022. Ketentuan ini sesuai dengan amanat dari UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Beleid ini mengatur pula kenaikan tariff PPN menjadi 12% paling lambat per Januari 2025 mendatang. Bersamaan dengan munculah berbagai pro dan kontra ditambah dengan kenaikan ini dilakukan di tengah pemulihan ekonomi dan berbagai lonjakan harga kebutuhan pokok. Berdasarkan data yang dihimpun oleh DDTC Fiscal Research & Advisory dari 127 negara, rata-rata tariff PPN per 2020 sebesar 15,4%. Sementara di 31 negara Asia, rata-rata nya adalah 12%. Sedangkan di ASEAN, berada di rentang 7%-12%. Sepanjang 2010-2020, tarif standar PPN di dunia meningkat sekitar 0,5%.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, pemerintah dianggap memilih menaikkan tariff PPN secara bertahap menuju 12% sesuai dengan amanat UU HPP dimana pemerintah masih mempertimbangkan terkait pemulihan ekonomi secara bertahap. Terdapat pendapat jika dikarenakan kebutuhan dana pembangunan terus naik, maka dianggap wajar jika dalam kurun waktu sejak 1983 hingga saat ini kenaikan satu sampai dua persen.
PPnBM sendiri salah satu nya kerap dikaitkan dengan kendaraan bermotor roda dua. Semakin tinggi nilai jual kendaraan yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang tarifnya lebih tinggi dari PPN atau pajak pertambahan nilai. Dengan kata lain, semakin mewah kendaraan tersebut secara signifikan akan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi daya beli konsumen terhadap kendaraan bermotor. Walaupun memang belum terdapat pengertian yang merata bagi semua masyarakat mengenai PPnBM namun hal itu tidak menurunkan niat mereka untuk membeli dikarenakan kelas social atau gengsi sebagai penegasan akan status social (Cahyani, 2019)
ADVERTISEMENT
Ayu, I. P. R. (2016). Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Kendaraan Bermotor
Tarif Progresif Terhadap Daya Beli Kendaraan di Denpasar. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana, 15.2, 887–914.
Cahyani, R. L. (2019). Pengaruh Daya Beli Konsumen Terhadap Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah Kendaraan Bermotor Roda Dua. Universitas Sriwijaya, November
Indonesia, P. R. (2009). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42
TAHUN 2009. In Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Regyna, T. F., Agustina, D., & Pramadista, F. N. (2022). Dampak Daya Beli Konsumen Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
Sari, P. I. P., Jannah, F., & Putri, Y. C. A. (2020). ANALISIS PAJAK PERTAMBAHAN
ADVERTISEMENT
NILAI PADA PERUSAHAAN ASIA GRAHA SUKSES MANDIRI
TULUNGAGUNG.
Setyawan, S. (2021). Perpajakan (Pengantar, KUP, Pajak Penghasilan, PPN & PPnBM, Pajak Bea Materai, Pajak & Retribusi Daerah). UMM PRESS.