Cerita Anak Petani dari Gunungkidul Tempuh S3 di Taiwan

Konten Media Partner
12 Juli 2020 16:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Philip Anggo Krisbiantoro, pria asli Padukuhan Kenteng, Kalurahan Botodayakan, Kapanewon Rongkop
zoom-in-whitePerbesar
Philip Anggo Krisbiantoro, pria asli Padukuhan Kenteng, Kalurahan Botodayakan, Kapanewon Rongkop
ADVERTISEMENT
Philip Anggo Krisbiantoro, pria asli Padukuhan Kenteng, Kalurahan Botodayakan, Kapanewon Rongkop, Gunungkidul, memang patut menjadi tauladan bagi warga sekitar. Bagaimana tidak, meskipun anak seorang petani namun ia berhasil lulus S2 di Jepang dan kini tengah menempuh S3 di Taiwan.
ADVERTISEMENT
Pemuda berumur 27 tahun ini mampu mendobrak keterbatasan yang ada. Bisa mengenyam pendidikan di tingkat yang lebih tinggi dan menjadi salah satu mahasiswa di Universitas favorit menjadi impian banyak orang. Dengan segala keterbatasan yang ada, sebagian orang berusaha semaksimal mungkin untuk mampu meraih impian itu.
Tak jarang ada juga yang harus memupus dalam-dalam keinginan mereka itu karena keterbatasan yang ada. Pria 27 tahun ini berusaha tak kenal lelah dalam belajar karena mimpinya itu. Jatuh bangun ia alami agar dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dan lebih baik.
Pria ia berasal dari keluarga sederhana, dimana ibunya seorang ibu rumah tangga. Sementara ayahnya seorang petani di Kalurahan Botodayakan, terkadang untuk mencukupi kebutuhan lain, ayah Philip juga harus mencari pekerjaan lain misalnya serabutan.
ADVERTISEMENT
"Saya selalu ingat perjuangan keras orangtua agar anak-anaknya dapat sekolah," tururnya melalui nomor pribadinya, Minggu (12/7/2020).
Philip, sapaan akrabnya, semasa kecil, ia tinggal bersama orang tua dan saudaranya di Kalurahan Botodayakan. Ia bersekolah di SD Negeri Kenteng, prestasi terus ia dapatkan. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Rongkop, dengan fasilitas yang ia miliki ia berusaha semaksimal mungkin.
Putra dari pasangan Surono dan Jumiatun ini berasal dari keluarga yang sederhana, menjadikan Philip tumbuh dengan mandiri, menghormati satu sama lain dan menghargai jerih payah orang lain. Sepulang sekolah, Philip remaja kemudian membantu saudaranya untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan lainnya.
Tak hanya itu, ia bahkan sering pergi ke sawah membantu orangtuanya bercocok tanam. Berjibaku dengan tanah berlumpur, perihnya kulit akibat tergores ujung jerami dan juga memanggul gabah berkarung-karung ataupun mencari pakan ternak merupakan hal yang biasa dilakukannya ketika masih sekolah.
ADVERTISEMENT
"Satu moment yang tidak bisa saya lupakan adalah ketika lulus SMP," ujarnya.
Saat lulus SMP, ia benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam. Karena keterbatasan ekonomi keluarganya ia nyaris tidak bisa melanjutkan pendidikan ke SMA. Sebab, saat hendak melakukan daftar ulang, orang tuanya tak memiliki uang untuk membayar uang gedung dan sedagam.
Beruntung kala itu, ada saudaranya yang membantu. Berkat bantuan dari saudaranya ia akhirnya bisa bersekolah lagi, ia kemudian bisa melanjutkan SMA Negeri 1 Rongkop. SMA N 1 Rongkop memang menjadi SMA yang dianggap memiliki kualitas bagus meskipun letaknya di pelosok.
Pemuda ini pun pantas berterimakasih kepada saudaranya. Karena selama SMP sampai SMA, dirinya tinggal di rumah saudaranya tersebut untuk mengurangi beban biaya yang dikeluarkan oleh orang tuanya. Sebab, letak rumahnya memang jauh dari sekolahnya ketika SMP dan SMA di mana ia harus jalan kaki jauh dan naik angkutan umum untuk bisa menggapainya.
ADVERTISEMENT
Sewaktu lulus SMA ia memiliki keinginan untuk terus belajar melanjutkan pendidikan di kampus favorit. Namun ia hendak mememndam keinginannya mengingat keterbatasan ekonomi yang masih mendera keluarganya. Akibat keterbatasan itulah, ia lantas belajar dengan bersungguh-sungguh dengan harapan bisa mendapat beasiswa.
Dan berkat kemampuannya serta tekadnya yang bulat akhirnya ia mendapatkan beasiswa bidikmisi di UGM. Dapat bersekolah di kampus yang ia idam-idamkan, ia terus termotivasi untuk memaksimalkan kemampuannya. Ia kemudian mengambil program Kimia untuk ia dalami.
"Waktu itu, untuk mendaftar SNMPTN saja sebagian merupakan pemberian dari beberapa guru SMA saya," ucapnya.
Perjalanannya pun juga tidak mudah, sampai pada akhirnya ia dinyatakan lulus dengan nilai cum laude. Ibu dan saudaranya mendampingi dirinya saat wisuda. Kesederhanaan memang benar-benar ditanamkan oleh orang tuanya, meski ia menjadi asisten dosen, mendapat nilai tinggi namun tidak merubah philip menjadi pribadi yang aneh-aneh.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, keinginan untuk pemperluas pengetahuan dan pengalaman tetap tertanam dalam sanubarinya. Ia pantas bersyukur karena kemudian mampu mendapat beasiswa melanjutkan pendidikan di luar negeri. Ia mendapat kesempatan memperdalam tentang ilmu kimia material lingkungan dan ingin merasakan atmosfer penelitian di negara maju, yaitu Jepang.
"Saya memilih Jepang karena di Jepang dirinya bisa belajar dan melakukan penelitian dengan kualitas terbaik. Belajar dari orang-orang terbaik di bidang ilmu material lingkungan," tambahnya.
Gelar S2 nya ia dapat dari Hokkaido University dan kemudian ia mendapat tawaran dari seorang profesor untuk bekerja di Taiwan dan menempuh studi S3 di Taiwan di bawah bimbingan profesor itu. Ia lantas diterima di National Taiwan University (NTU) dengan beasiswa penuh dari lembaga penelitian terbaik di Taiwan yakni Academia Sincia.
ADVERTISEMENT
Dengan mengenyam pendidikan dan bekerja di tempat terbaik itu, ia berharap bisa mendapatlan ilmu yang sebanyak-banyaknya dan segudang pengalaman yang terbaik pula. Ia-pun menyatakan keinginannya untuk kembali ke Indonesia, tanah kelahirannya. Karena ia bermimpi bisa menggunakan ilmu yang saya dapat untuk menangani masalah-masalah lingkungan di Indonesia.
"Waktu itu, untuk pendidikan Master, saya menerima beasiswa penuh dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)," ungkapnya.
Selama menempuh studi di Hokkaido University ia mendapat kesempatan mempresentasikan penelitiannya di beberapa negara, termasuk Singapore, Thailand dan China. Dua tahun ia berada di Jepang dan kemudian pindah ke Tawian untuk bekerja dan melanjutkan pendidikan doktoral.
"Untuk S3 akan saya tempuh 4 tahun, 2024 baru selesai," papar dia.
ADVERTISEMENT
Tinggal di luar negeri tentu ada kerinduan tersendiri dengan kampung halaman. Untuk melepas rindu dengan orang tua, ia sering melakukan komunikasi. Beberapa hal yang sangat ia rindukan yakni jajanan pasar khas Gunungkidul dan Sayur Lombok Ijo.