Lewat Karya Ilmiah, Pelajar Yogyakarta Kritik Pembangunan Hotel

Konten Media Partner
13 April 2018 9:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lewat Karya Ilmiah, Pelajar Yogyakarta Kritik Pembangunan Hotel
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kritikan terhadap pemerintah Kota Yogyakarta atas terjadinya kekeringan pada sejumlah sumur warga tidak hanya disuarakan para aktivis pecinta lingkungan. Kalangan pelajar pun kini mulai kritis, karena mereka tahu penyebab keringnya sumur warga sebagai dampak dari banyaknya hotel di Kota Istimewa ini.
ADVERTISEMENT
Namanya Gupita Nadindra Fatima. Dia masih cukup belia sekali. Siswa Kelas XII SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta itu kini baru berusia 19 tahun. Bagi anak seusia dia, berpikir tentang sebuah riset penting yang mampu membuka mata khalayak bisa dibilang sangat langka.
Sebuah karya tulis buatan Gupita yang mengulas korelasi banyaknya hotel berpengaruh terhadap kekeringan sumur masyarakat seperti menjadi kritik pedas bagi pemangku kebijakan. Ternyata siswa di Kota Pelajar ini juga mulai kritis dan peka menyoroti segala kebijakan pemerintah kota.
Gadis belia kelahiran Yogyakarta, 6 November 1999 itu sudah lama menyimpan hasrat ingin menyuarakan penderitaan masyarakat yang sumurnya kering. Tapi dia ingin menempuh lewat metode yang lain. Ingin rasanya bergabung dengan aktivis-aktivis lingkungan yang turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi. Tapi dengan status sebagai pelajar, dia menyadari seperti belum pantas kalau ia harus ikut aksi secara langsung.
ADVERTISEMENT
Sebuah rasa penasaran akhirnya menggugah ide kreatifnya. Tepatnya pada Mei 2016, dia mencoba menggali referensi-referensi yang mengulas tentang kekeringan sumur warga Yogyakarta. Dia mengambil sampel penelitian di daerah Miliran. Kebetulan saat itu di wilayah tersebut sejumlah sumur warga sedang terjadi kekeringan dan timbul gejolak masyarakat untuk menentang adanya hotel di situ.
"Kalau sebenarnya membuat riset tentang hal ini sudah sejak kelas tiga SMP. Tapi belum juga kesampaian niatnya," ujar Gupita mengisahkan beberapa waktu lalu.
Rasa penasarannya terhadap penyebab kekeringan sumur warga semakin menguat. Dari sebuah literasi yang dia dapatkan akhirnya teori kerucut terbalik bisa menguak pertanyaan di benaknya selama ini, mengapa bisa terjadi sumur kering?
Dalam penelitian berjudul Kajian Dampak Pembangunan Hotel Terhadap Kekeringan Sumur. Studi Kasus di Miliran, Gupita menuangkan berbagai ekspresi yang dia dapat dari wawancara warga dan pemerhati lingkungan. Alumni SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta itu cukup kritis.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, jika pemerintah tegas pengaturan pengeboran sumur pemilik hotel kekeringan sumur warga tidak akan terjadi. "Kalau diatur pemerintah pasti kekeringan enggak akan terjadi. Piramida terbalik itu ngefek. Sumber air warga kan pasti akan tersedot ke sumur-sumur hotel karena lebih dalam," katanya.
Dia pun menuangkan kritiknya dalam riset itu. Keluh kesah yang dia tuangkan terutama adanya moratorium yang dianggap percuma saja. Pasalnya, ketika moratorium diteken sudah ada banyak izin pembangunan hotel, semuanya sudah disetujui, tinggal membangun saja.
Untuk menggarap isu krusial ini jelas sangat sulit, Gupita merasakan hal itu. Dia mencoba menggali data sebanyak-banyaknya. Beruntung warga Miliran juga menyambutnya dengan tangan tangan terbuka. Para warga memberikan keterangan-keterangan yang dianggapnya sangat mendukung desain risetnya.
ADVERTISEMENT
Gupita sadar betul, butuh konfirmasi penyeimbang agar riset yang dihasilkannya itu itu merugikan pihak lain. Dengan keberanian, dia mencoba menggali informasi dari pengelola hotel. Di masa inilah dia mendapatkan pengalaman yang dianggapnya berkesan.
Cara pertama dia datang secara prosedural, memakai izin dan sebagainya. Namun rupanya cara ini tidak membuahkan hasil. Permohonan yang dia sampaikan pada manajemen hotel untuk wawancara tak pernah menuai balasan.
Akhirnya dia putuskan untuk memakai cara investigasi kasus.
Bekal cara investigasi dia dapatkan dari pelatihan di Ombudsman bersama sebuah media nasional jauh-jauh hari sebelum ia melakukan riset. Akhirnya, dengan mantap cara itu dia tempuh. Pelajar yang tinggal di Bantul ini pun melakukan pengamatan dan nongkrong di sebuah warung yang terletak tidak jauh dari lokasi hotel.
ADVERTISEMENT
Di warung itu, Gupita mengetahui sering dipakai satpam hotel dan karyawan hotel lainnya di saat jam makan siang. Dengan menyembunyikan tujuannya ingin menggali data riset, Gupita melancarkan misinya. Dia mengorek keterangan awal siapa pemilik hotel dari satpam di situ. Sedikit informasi pemilik hotel dia dapatkan. Tapi ternyata satpam hotel yang didatangi Gupita itu juga sangat jeli. Tidak bisa dia menemui manajemen hotel itu.
Hingga akhirnya, demi bisa mencapai misi sebatas ingin wawancara dengan pihak manajemen hotel, Gupita menyamar jadi tamu hotel yang ingin menyampaikan keluhan langsung. Akhirnya cara ini cukup berhasil di awal. Setidaknya upaya gigih yang dia lakukan sedikit memberi harapan. Minimal pihak manajemen sudaj ada di hadapannya dulu, perkara nanti ditolak urusan belakangan.
ADVERTISEMENT
Akhirnya benar juga, dia bisa bertemu langsung dengan staf yang diyakini punya jabatan tinggi di hotel tersebut. Awalnya staf tersebut bertutur kata ramah karena mengira gadis cilik yang di hadapannya adalah tamu hotel. Hingga akhirnya staf tersebut merasa curiga karena yang disampaikan Gupita bukan keluhan tapi segudang pertanyaan untuk mengorek data riset.
Muka staf yang semula manis pun berubah drastis jadi kecut dan jutek. Apalagi ketika Gupita jujur jika kedatangannya memang untuk menggali data riset. Spontan itu juga Gupita diusir oleh staf itu. "Mbak-mbak staf itu juga bilang, kamu baru anak SMA saja mau bikin aneh-aneh," kenang Gupita.
Itu menjadi kenangan tersendiri bagi Gupita. Kendati harus diusir dan dimaki-maki serta diintimidasi, tetap tidak menciutkan nyalinya merampungkan riset. Akhirnya dua bulan, riset tersebut berhasil dia tuntaskan. Upaya tak kenal lelah yang dilakukan Gupita untuk merampungkan riset sensitif ini tidak sia-sia.
ADVERTISEMENT
Ada penghargaan prestasi yang dia dapatkan lewat riset ini. Riset sumur asat warga ini setidaknya mengantarkan Gupita meraih juara III dalam Sagasitas Riset Competition tingkat DI Yogyakarta. Selanjutnya, sebuah harapan untuk menyempurnakan riset tersebut menjadi sebuah upaya yang ingin diwujudkan secepat mungkin.
Dia memiliki keinginan tulus memberi masukan pemerintah dalam pembuatan kebijakan. Tapi seorang Gupita juga sadar betul, dia cuma seorang pelajar yang kapasistasnya jelas tidak lebih pandai dari para pembuat kebijakan, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. (arif wahyudi)