Mimpi dari Insinyur Pertanian Jadi Dosen Kesehatan Jiwa

Konten Media Partner
29 Juli 2019 16:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mam'nuah, dosen Keperawatan Jiwa di Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta. Foto: adn.
zoom-in-whitePerbesar
Mam'nuah, dosen Keperawatan Jiwa di Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta. Foto: adn.
ADVERTISEMENT
Anak-anak selalu punya jawaban masing-masing saat ditanya ingin jadi apa ketika dewasa nanti. Sama halnya dengan Mamnu’ah kecil, yang kala ditanya ingin jadi apa saat dewasa menjawab ‘jadi insinyur pertanian’. Sayangnya, mimpi ini harus dikuburnya dalam-dalam saat sang ayah menginginkan Mamnu’ah berkecimpung di dunia kesehatan.
ADVERTISEMENT
“Dulu itu saya terinspirasi sama Pak Soeharto untuk jadi petani. Kok kayaknya senang gitu bisa ketemu dengan petani,” kata Mamnu’ah, dosen Keperawatan Jiwa di Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, saat diwawancarai, Jumat (26/7/2019).
Perjalanan Awal di Bidang Kesehatan
Mengikuti permintaan orangtua, menjadi dasar wanita yang telah bergelar doktor ini terjun ke dunia kesehatan. Ia berhasil lolos ke Akademi Keperawatan (Akper) ‘Aisyiyah Yogyakarta program studi Keperawatan pada tahun 1992.
Siapa sangka jika setelah lulus dari Akper ‘Aisyiyah, wanita kelahiran Indramayu ini langsung ditawari pekerjaan mengajar di kampus almamaternya. Ia pun mengiyakan permintaan dari pihak kampus untuk mengajar di Akper ‘Aisyiyah.
“Dulu habis lulus langsung ditawari untuk mengajar di sini, waktu itu belum jadi Universitas, masih Akper ‘Aisyiyah,” ceritanya.
ADVERTISEMENT
Saat ditanyai mengapa ia tidak menjadi perawat, Mamnu’ah mengaku hal tersebut adalah takdir yang telah ditentukan Allah untuknya. Ia pun tak menyangka menjadi seorang dosen bukan seorang perawat.
“Saya masih ingat, dulu kalau pas jaga malam (jadi mahasiswa keperawatan) saya selalu bawa minyak kayu putih, nggak kuat jaga malam saya, kembung. Mungkin diminta sama Allah biar nggak kembung jadi dosen saja,” tawanya.
Di sisi lain, ia juga mengambil peluang yang saat itu datang kepadanya. Menurutnya, penawaran baik tidak akan datang dua kali. Ia pun menikmati perjalanan menjadi mahasiswa di bidang kesehatan hingga menjadi seorang dosen keperawatan di Unisa Yogyakarta.
Saat ditanya soal mimpinya menjadi seorang insinyur pertanian, Mamnu’ah mengaku ikhlas melepaskannya. Bahkan kini ia merasa bidang kesehatan memang bidang yang tepat untuknya.
ADVERTISEMENT
Jatuh dan Bangkit untuk Selesaikan Gelar Doktor
Mam'nuah (kiri) saat berfoto di Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan FKKMK UGM. Foto: Istimewa.
Mamnu’ah pun bercerita bagaimana suka dan duka menyelesaikan gelar doktor di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Yogyakarta di bidang ilmu keperawatan jiwa. Hal yang menyenangkan adalah ketika ia bertemu dengan banyak orang ramah dan senang membantu semasa menyelesaikan gelar doktor.
Ia mengaku sempat mengalami masa yang cukup berat saat menyelesaikan studi S3. Salah satunya adalah ia dan sang suami sempat menderita suatu penyakit yang membuat Mamnu’ah harus cuti selama 1 semester dari studinya. Walaupun demikian, Mamnu’ah kembali bangkit untuk menyelesaikan gelar doktornya itu.
Tak hanya itu, ia pun juga harus menemani dan memberikan kasih sayang kedua anaknya yang kini duduk di bangku SMP dan SD. Mamnu’ah mengaku tetap senang dengan rutinitas yang dimilikinya.
ADVERTISEMENT
“Ketika kita kuliah S3 itu ujiannya tidak hanya materi dan penelitian saja, tetapi justru juga dari keluarga,” kata wanita yang berusia 45 tahun itu.
Ia mengatakan bahwa dukungan dari suami dan anak-anaknya membuat Mamnu’ah selalu bersemangat kembali. Tiada kalimat yang bisa mendefinisikan betapa berartinya dukungan suami untuknya.
Pasalnya, kemana pun Mamnu’ah pergi, sang suami selalu setia untuk menemani. Ketika Mamnu’ah sempat berpikir untuk berhenti bekerja, sang suami justru memintanya untuk tetap melanjutkan karier.
Biodata Mam'nuah, dosen Keperawatan Jiwa di Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta. Foto: Ris.
Dari Insinyur, Keperawatan Anak, Hingga Keperawatan Jiwa
Walaupun harus melepaskan mimpi menjadi seorang insinyur pertanian, Mamnu’ah mengaku tidak menyesal terjun di bidang kesehatan. Pasalnya, mimpinya ini berhasil diwujudkan oleh sang suami yang kini adalah seorang insinyur pertanian bergelar doktor.
ADVERTISEMENT
Mamnu’ah mengaku, saat masuk di program studi keperawatan, ia mengambil konsentrasi keperawatan anak. Sayangnya, saat ia mendapatkan penawaran untuk melanjutkan studi ke S2 di Universitas Indonesia (UI), belum ada program studi yang fokus pada keperawatan anak.
“Saat itu ada keperawatan medikal bedah, manajemen keperawatan, keperawatan maternitas, keperawatan komunitas, dan keperawatan jiwa. Saya tertarik dengan keperawatan jiwa, ya saya ambil. Tidak bisa menunda. Iya kalau tahun depan masih ditawari, kalau enggak?” ujarnya.
Walaupun berbeda dengan konsentrasi saat menyelesaikan studi S1, Mamnu’ah merasa keperawatan jiwa memang cocok dengannya. Ia mendapatkan banyak manfaat baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Ketertarikannya ini berhasil membawanya menyelesaikan gelar doktor.
Dalam disertasinya, ia pun mengangkat judul ‘Recovery Pada Pasien Skizofrenia di Komunitas: Grounded Theory Study’ sebagai bentuk kepeduliannya pada mereka yang memiliki gangguan jiwa khususnya di Kulon Progo, Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Ia pun menceritakan pengalaman yang mengesankan selama menjadi seorang dosen. Salah satunya adalah ketika ia terjun ke lapangan dan bertemu langsung dengan pasien. Ini membuatnya paham bahwa pasien memerlukan pendampingan untuk sembuh.
“Selain itu juga bertemu dengan mahasiswa yang berbeda-beda walaupun mata kuliah yang diajar sama. Kan jadi enom (muda) terus,” candanya.
Mamnu’ah mengatakan bahwa ia belajar banyak hal saat bertemu pasien dan mahasiswa. Sehingga, ilmu yang didapatkan selalu bertambah setiap waktu. Di sisi lain, ia juga memiliki peran sebagai seorang dosen untuk membantu mahasiswa menghadapi stressor.
Harapan untuk Generasi Muda ke Depannya
Hal yang ditanamkan pada mahasiswa ketika ia mengajar adalah sikap saling melayani dan saling menghargai sesama manusia. Menurutnya, hal ini sangat penting di era revolusi industri 4.0 sekarang ini.
ADVERTISEMENT
“Tidak hanya ilmu dan teknologinya yang berkembang, tapi juga manusianya, rasa humanismenya. Harus ada hubungan antar manusia dan tetap bagus,” tegasnya.
Motto hidup yang dipakainya hingga saat ini adalah ‘Jalani tiap kehidupan. Jika ada sesuatu tidak perlu banyak bertanya mengapa, pasti ada hikmah di balik kejadian’ Menurutnya, hikmah itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dicari. Ia pun menekankan pada para generasi muda untuk tidak lupa bersyukur.
Saat menjalani kuliah, salah satu hal yang cukup berat yang dialami oleh para mahasiswa menurutnya adalah skripsi. Walaupun berat, Mamnu’ah menekankan untuk tidak menyerah.
“Skripsi itu harus dilewati, harus dikerjakan, tidak boleh berhenti. Jangan bosan ketemu pembimbing dan jangan menghindar dari dosen pembimbing,” tegasnya. (asa/adn/adv)
ADVERTISEMENT