Opini: Meneruskan Kehangatan dan Merawat Kesuburan Tanah Sleman Sembada

Konten Media Partner
11 Desember 2020 18:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kustini Sri Purnomo saat memegang telur hasil dari peternakan warga di Sleman. Foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Kustini Sri Purnomo saat memegang telur hasil dari peternakan warga di Sleman. Foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
Salah satu ironi yang pernah saya rekam adalah betapa Pilkada bisa menjadi bibit perpecahan. Memecah keluarga, memecah persahabatan. Memperuncing masalah karena perbedaan, menguatkan kecurigaan. Sebuah pemandangan yang membuat dada ini berdesir. Gentar, sedih.
ADVERTISEMENT
Beberapa bulan sebelum sampai titi kala mangsa 9 Desember 2020, rasa khawatir sempat mampir di dalam hati. Jangan-jangan, pemilihan kepala daerah di Kabupaten Sleman juga akan menjadi trigger berbagai masalah turunan. Sebuah ketakutan yang, alhamdulillah, tidak berdasar.
Dibandingkan beberapa daerah lain di Indonesia, pemilihan kepala daerah di Kabupaten Sleman diikuti tiga pasangan calon. Artinya, di dalam kepala saya, terbayang bahwa masyarakat juga ikut terbagi menjadi kelompok. Tiga pasangan yang berkompetisi adalah Danang Wicaksana-Agus Choliq, Sri Muslimatun-Amin Purnama, dan Kustini Sri Purnomo-Danang Maharsa.
Deretan nama besar dan saya yakin sama-sama dicintai seluruh warga Kabupaten Sleman. Lantaran sama-sama dicintai, babagan Pilkada Sleman 2020 bisa dibilang sangat ketat. Ketokohan yang sudah sangat mengakar di Sleman, ditambah kampanye cerdas di media sosial membuat warga tidak mudah menentukan pilihan.
ADVERTISEMENT
Kurang dari hitungan 60 hari menjelang 9 Desember 2020, “bara persaingan” di media sosial sangat terasa. Pandemi corona membuat ketiga pasangan calon tidak bisa dengan leluasa turun ke lapangan untuk menyala konstituen dan mempromisikan programnya secara face to face.
Beberapa kali ketiga masih melakukan kunjungan ke daerah, menyapa masyarakat. Namun, semuanya dilakukan dengan terbatas sembari mematuhi protokol kesehatan. Kunjungan langsung ke masyarakat tidak memberi dampak sebesar jika tidak ada pandemi.
Oleh sebab itu, konten di media sosial menjadi “ujung tombak”. Ketiga pasangan calon menyajikan parade konten yang boleh dibilang segar, berisi, dan akrab di mata anak muda. Di sini, ketakutan saya muncul lagi....
Di beberapa pemilihan daerah maupun pusat di Indonesia, media sosial menjadi semacam kuali berisi minyak panas yang mendidih. Panas sekali, bahkan sudah mengarah menjadi lingkungan yang tidak sehat. Caci maki, kampanye hitam, menyerang pribadi, serangan terhadap kepercayaan, menjadikan perbedaan sebagai bahan bakar kebencian, dan lain sebagainya, mewarnai media sosial.
ADVERTISEMENT
Masyarakat terbelah, menjadi kubu-kubu yang tidak sehat....
Ranah media sosial di Kabupaten Sleman bukannya tidak bersih dari “gesekan-gesekan panas”. Tetap ada dan juga terasa panas. Namun, ada satu hal yang saya rasa berhasil menjadi semacam peredam, menjadi “air sejuk pemadam api perbedaan”. Satu hal yang saya maksud adalah kampanye digital para pasangan calon.
Informasi selengkapnya klik di sini.
Misalnya, pasangan Kustini Sri Purnomo dan Danang Maharsa sempat mengkampanyekan gerakan “pasar canthel”. Sebuah gerakan gotong royong warga Sleman ketika dampak pandemi mulai menghantam. Warga saling berbagi bahan pangan dengan dicenthelke atau disangkutkan ke pagar rumah.
adv
Warga yang membutuhkan bisa mengambil lalu menukarnya dengan bahan pangan lainnya.
Kampanye sehat seperti itu, menurut hemat saya, bisa menjadi peredam panasnya media sosial. Sleman, tetap menjadi rumah yang sejuk, pada akhirnya.
ADVERTISEMENT
Intinya, menjelang titi kala mangsa 9 Desember 2020, saya tidak menyaksikan adanya “perpecahan” di tengah masyarakat Kabupaten Sleman. Selayaknya saudara, seperti karib pada umumnya. Gesekan tetap ada, tetapi terasa lembut dan tidak menyakiti.
Selayaknya saudara, perbedaan pendapat adalah bagian dari proses kehidupan yang sudah digariskan Gusti Allah. Namun, semua perbedaan itu tidak berhasil menciptakan keretakan di tengah masyarakat Sleman. Pada titik ini, hati saya lega.
Lalu, datang juga titi kala mangsa 9 Desember 2020....
Coblosan berjalan dengan lancar. Saya lihat, protokol kesehatan tetap dipatuhi. Warga datang sesuai jadwal yang sudah ditetapkan dan dicantumkan di dalam undangan. Partisipasi warga Sleman di Pilkada 2020 ini juga terbilang tinggi jika melihat persentase dan jumlah suara yang ditabung masing-masing calon.
ADVERTISEMENT
Setelah perhitungan cepat, pasangan Kustini Sri Purnomo dan Danang Maharsa menjadi pemenang Pilkada Sleman. Pasangan Sri Muslimatun dan Amin Purnama menempati posisi dua, sementara Danang Wicaksana-Agus Choliq menempati peringkat tiga.
Sejauh ini, tidak ada gesekan yang terjadi. Saya rasa, warga Sleman sudah menyadari bahwa setelah Pilkada 2020 selesai, tidak ada lagi calon nomor urut 1, nomor urut 2, atau 3. Yang ada dua orang terpilih yang akan mengemban tanggung jawab dan menjaga amanah dari dua calon lainnya, serta seluruh warga Sleman.
Teman tetap teman, tetangga tetap guyub, dan keluarga tetap harmonis, siapa pun bupati dan wakil bupatinya. Mari kita jaga kesadaran luar biasa ini.
Perdebatan yang terjadi, gesekan yang pernah terasa kembali ke khitahnya yang harmonis. Semuanya menjadi satu suara, menjadi gema yang sama untuk Kabupaten Sembada.
ADVERTISEMENT
Sekat-sekat yang pernah terbangun, mari kita rubuhkan. Sekat yang memisahkan berganti uluran tangan untuk saling membantu. Menjaga sifat gotong royong, guyub, sumeh, dan ramah yang selama ini menjadi ciri khas warga Sleman dan orang Jawa pada umumnya.
Semuanya berjalan dalam gaung resonansi yang sama, dalam kesadaran yang sama, yaitu membantu sekaligus mengawasi pasangan yang sudah terpilih menjadi pemimpin.
Kehangatan di Kabupaten Sembada tidak pernah hilang. Setelah ini semua selesai, kita hanya perlu melanjutkannya. Supaya tanah Sembada ini tetap subur; gemah ripah loh jinawi, subur kebaikan, subur kemanusiaan, dan subur masa depannya. (Muhammad Damar Muslim)