Pentingnya Menulis bagi Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan

Konten Media Partner
27 September 2020 7:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mengetik. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengetik. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Menulis merupakan salah satu cara untuk menambah wawasan dan dapat mengubah pola pikir seseorang. Sifatnya yang akademis, membuat tulisan dapat menjadi sarana seseorang untuk menyuarakan suaranya terhadap perubahan dan pergerakan.
ADVERTISEMENT
Namun pada kenyataannya, di era milenial seperti ini banyak sekali mahasiswa yang menganggap bahwa menulis ada sesuatu hal yang sulit. Padahal mahasiswa bisa menemukan ide melalui lingkungan sekitar yang mungkin sering ditemui.
“Kelirunya adalah ketika orang itu mencari ide, dia akan berfikir kalau ide itu ada di awang-awang, ide itu adalah sesuatu yang rumit, saya ingin menulis sesuatu yang besar sehingga orang dapat membaca tulisan saya. Padahal enggak, ide itu ada dimana saja di sekitar kita,” ujar Galih Wijaya selaku Pimpinan Tugu Jogja, dalam zoominar Online Writing Course HMTM Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Yogyakarta, Sabtu (26/09/2020).
Mahasiswa sebagai agen perubahan, dapat menyalurkan pikirannya terhadap situasi dan kondisi sosial di sekitarnya melalui tulisan. Jika melihat kejanggalan, mahasiswa sebenarnya memiliki kesempatan untuk menyampaikan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
“Peran kita adalah sebagai agen perubahan. Kita tahu ada sesuatu yang belum ideal, kita tau bahwa ada sesuatu yang belum baik, ya kita berusaha untuk merubah itu menjadi satu tingkat lebih baik,” ucap Bima Surya Khoirul Fikri selaku Kepala Departemen Kajian HMTM “PATRA” ITB.
Dirinya mengatakan bahwa terkadang mahasiswa saat ini lupa bahwa mereka juga bagian dari masyarakat. Dengan memiliki kesempatan untuk mengenyam perguruan tinggi dan memiliki pendidikan yang luhur, seharusnya itu menjadi modal mahasiswa sebagai social control baik dalam lingkup pemerintahan maupun di kehidupan masyarakat.
Sebuah tulisan biasanya akan lebih dipandang dan memiliki peluang yang besar mempengaruhi pemikiran orang lain, tanpa perlu membranding diri sendiri.
“Apakah pemerintah mau gitu mendengar seorang mahasiswa misalkan saya gitu ya, seorang mahasiswa perminyakan ngomongin tentang A,B,C. Tapi kalau saya berbicara verbal, mungkin tidak ada yang mendengar, tapi ketika saya berbicara dengan tulisan, saya muat, saya bagikan, saya propagandakan dengan cara-cara yang sesuai, itu bisa masuk kebanyak orang tanpa saya harus branding diri dulu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, tulisan juga memiliki sifat yang abadi dan tidak lekang oleh waktu. Artinya adalah, selama tulisan itu masih ada maka semangatnya juga akan selalu ada. Hal ini dibuktikan melalui buku-buku atau riwayat melalui tokoh-tokoh ternama seperti Soe Hok Gie. Meskipun beliau sudah tidak ada, namun semangat dan tulisannya masih dapat dibaca hingga sekarang.
Sikap kritis menjadi hal utama dalam memulai sebuah tulisan. Sikap kritis bisa didapatkan melalui kegiatan membaca dan berusaha untuk mendapat informasi sebanyak mungkin.
“Membaca ini bukan berarti ada tulisan lalu kita baca ya, tapi juga membaca situasi dan apapun yang diterima sama indera kita. Terus perbanyak bertanya, karena sikap ilmiah itu biasanya dimulai dengan bertanya,” jelas Bima. (Benedikta Dinda)
ADVERTISEMENT