Petugas Kebut Bersihkan Vandalisme di Relief Serangan Umum 1 Maret

Konten Media Partner
19 Februari 2019 16:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para petugas sedang bersihkan relief di monumen serangan umum 1 Maret 1949. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Para petugas sedang bersihkan relief di monumen serangan umum 1 Maret 1949. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Pemda DIY akan menggelar peringatan Serangan Umum 1 Maret ke-70 dipelataran Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Oleh karena itu, pengelola Museum Benteng Vredeburg mulai membersihkan monumen yang akan digunakan nanti.
ADVERTISEMENT
"Padahal ini juga (sedang) persiapan peringatan serangan umum 1 Maret. Sebelum tanggal 28 Februari kita sudah lakukan tirakatan dan tanggal 1 nya upacara di selasar kemudian dilanjutkan pameran," ungkap Koordinator Bagian Pemeliharaan/Konservator Museum Beteng Vredeburg, Darsono, Selasa (19/02/2019).
Namun, kejadian yang tidak mengenakkan terjadi. Relief dan selasar monumen diketahui disasar aksi vandalisme oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, para petugas harus mengebut membersihkan bekas vandalisme tersebut.
Ia berharap, pembersihan segera mungkin rampung dan bisa seperti sedia kala. "Pembersihan ini pula kita harus kerja ekstra untuk peringatan serangan umum, sehingga mudah-mudahan dalam minggu-minggu ini relief dan selasar itu bisa kembali," papar Darsono.
Ia mengungkapkan, sebagai pengelola kawasan tersebut, pihaknya ikut bertanggung jawab. "Sehingga untuk pelaksanaan nanti tidak mengganggu dalam arti kegiatan nanti sudah bersih dari coret-coretan vandalisme itu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Namun, apabila pihaknya cukup kesulitan untuk membersihkan maka relief yang terkena bekas vandalisme tersebut akan di cat ulang. Sebab, kata dia, cat vandalisme sudah menempel dan meresap kedalam pori-pori relief.
"Relief itu nanti akan kita laksanakan untuk finishing dengan pengecatan ulang, kita cat ulang supaya coretan yang merah-merah, kuning itu tertutup agar bersih kembali," ungkapnya. (Nadhir Attamimi/adn)