UGM Ingatkan Ancaman Kekeringan di Tengah Pandemi COVID-19

Konten Media Partner
5 Juni 2020 19:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kekeringan. Foto: Kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekeringan. Foto: Kumparan.
ADVERTISEMENT
Kepala Laboratorium Fisika Hayati Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakulats Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dwi Apri Nugroho, mengungkapkan ancaman kekeringan di tahun 2020 diperkirakan akan sampai bulan Oktober. Ini menjadi hal serius yang harus diperhatikan karena disaat yang bersamaan adanya wabah COVID-19.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan tahun 2020 ini ada kemungkinan ancaman kekeringan dari bulan April sampai Oktober. Hal ini perlu diwaspadai dengan melakukan antisipasi lebih lagi untuk menghadapinya.
Di Indonesia, lanjutnya, sebenarnya kekeringan ini sudah terjadi beberapa kali, data Kementrian Pertanian tahun 2018 menyebutkan bahwa luas lahan yang terkena dampak dari gagal panen atau puso ini sebesar 20.269 hektar di seluruh wilayah Indonesia. Di mana saat itu mengakibatkan penurunan produktivitas panen mencapai 20%.
Beberapa peneliti baik dari pemerintah lewat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) maupun dari akademisi sudah menyampaikan kajiannya bahwa kekeringan yang terjadi di Indonesia tahun ini diakibatkan oleh fenomena El Nino, sebagai salah satu dari fenomena anomali cuaca.
ADVERTISEMENT
"El Nino, merupakan fenomena meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin, yang mengakibatkan perairan yang tadinya kaya akan ikan, akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar menjadi sedikitnya jumlah ikan diperairan tersebut," terangnya, Jumat (5/6/2020).
Bayu menyebutkan, fenomena ini memiliki periode 2 sampai 7 tahun. Tetapi periode El Nino ini semakin pendek seiring dengan pemanasan global yang terjadi di dunia sekarang ini. Beberapa adaptasi dan langkah strategis yang bisa dilakukan antara lain penghematan penggunaan air dan menampung air, apabila saat ini masih terjadi hujan
Bayu menambahkan, adanya prediksi yang akurat terkait dengan fenomena anolami cuaca dan penyampaian informasi sampai level petani bisa disikapi dengan mendorong riset terkait varietas-varietas tanaman baru yang tahan terhadap kekeringan, dan peran serta penyuluh dalam mendampingi petani binaannya terurtama dalam cara budidaya saat kekeringan.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, kekeringan ini bukan hal yang baru, dan Indonesia sudah sering mengalaminya. Ancaman kekeringan tahun ini menjadi istimewa karena bersamaan dengan terjadinya wabah COVID-19. Inilah kenapa ancaman kekeringan ini menjadi perhatian yang serius.
Data Kementan mencatat dalam kurun waktu 20 tahun dari tahun 1980 - 2010 menunjukkan bahwa banyak terjadi permasalahan di pertanian yaitu gagal panen atau puso dan penurunan produktivitas panen akibat dari ketidakpastian cuaca atau anomali cuaca.
Sementara data Kementrian Pertanian tahun 2018 menyebutkan bahwa luas lahan yang terkena dampak dari gagal panen atau puso ini sebesar 20.269 hektar di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan penurunan produktivitas panen mencapai 20%. Baginya, fenomena Anomali Cuaca
Beberapa peneliti baik dari pemerintah lewat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) maupun dari akademisi sudah menyampaikan kajiannya bahwa kekeringan yang terjadi di Indonesia tahun ini diakibatkan oleh fenomena El Nino, sebagai salah satu dari fenomena anomali cuaca.
ADVERTISEMENT
"Adaptasi kekeringan akibat anomali cuaca di sektor pertanian ini sangat perlu dilakukan, dan ini membutuhkan peran serta dari semua pihak, tidak hanya dari sisi pemerintah saja, tetapi yang lebih penting adalah peran masyarakat," tambahnya.