Bahasa Walikan: Dari Telik Sandi hingga Jadi Identitas

Konten Media Partner
24 Januari 2021 15:41 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bahasa Walikan hingga kini masih dipakai sehari-hari sebagai identitas arek Malang. Nuwus Hebak jika dibalik menjadi suwun kabeh atau jika diartikan berarti terima kasih semuanya. Foto: dok Wearemania.net
zoom-in-whitePerbesar
Bahasa Walikan hingga kini masih dipakai sehari-hari sebagai identitas arek Malang. Nuwus Hebak jika dibalik menjadi suwun kabeh atau jika diartikan berarti terima kasih semuanya. Foto: dok Wearemania.net
ADVERTISEMENT
MALANG - Gerilya Rakyat Kota (GRK) Malang di bawah pimpinan Mayor Hamid Rusdi, diakui menjadi pasukan paling ditakuti penjajah Belanda.
ADVERTISEMENT
Sepak terjang GRK di medan perang, khususnya selama Agresi Militer Belanda II tahun 1949, sangat tersohor berkat perlawanannya yang taktis dan gigih.
Padahal, jika dinilai secara objektif, GRK sangatlah lemah. Baik dari segi jumlah pasukan maupun segi persenjataan. Namun dengan tekad kemerdekaan yang bulat, GRK nyatanya tumbuh menjadi kesatuan elit paling diwaspadai tentara musuh.
Sejumlah spanduk dengan tulisan menggunakan Bahasa Malangan dari Aremania. Foto: Ben
Berbagai macam perlawanan sengitnya nyaris tak terprediksi tentara musuh. Seperti taktik bumi hangus, pemboman jembatan, penghadangan, hingga pembunuhan para spionase dan masih banyak strategi jitu lain yang dilancarkan GRK.
Tapi, tahukah anda apa yang membuat serangan yang dilancarkan pasukan GRK menjadi serangan paling sengit dan mematikan? Padahal, pasukan GRK ini terdiri dari banyak kesatuan yang tersebar di berbagai wilayah berjauhan.
ADVERTISEMENT
Salah satu faktor keberhasilan ini yaitu penggunaan telik sandi berupa bahasa Walikan yang digunakan untuk mengorganisir setiap serangan. Sebagai penghormatan atas sejarah, bahasa Walikan kini menjadi identitas Arek-Arek Malang yang digunakan sebagai bahasa prokem sehari-hari khas Malangan.
'''Saya dibalik menjadi ayas, kamu dibalik menjadi umak, utas dibalik jadi satu. Ayas umak utas! Kera-Kera Ngalam Mbois Hebak,'' ungkap pemerhati sejarah dari komunitas Reenactor Ngalam, Eko Irawan, beberapa waktu lalu.
Terkait asal-usul bahasa Walikan sendiri, terang Eko, memang berawal dari kata sandi yang diperlukan untuk sarana komunikasi, menjamin kerahasiaan, dan khususnya sebagai identifikasi pengenal mana kawan, mana lawan.
Saat itu, di tahun 1949 silam, Belanda memang melakukan spionase alias menaruh mata-mata dalam setiap gerakan. Penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa dalam setiap organisir serangan, rentan bocor karena dapat dipahami oleh mata-mata orang pribumi yang sering menyamar jadi penjaga warung makanan. Tentu saja, mata-mata yang dipasang sangat paham dengan bahasa jawa.
ADVERTISEMENT
''Sadar akan hal itu, akhirnya sisa-sisa pasukan pimpinan Hamid Roesdi bersama kesatuan lain menciptakan kata sandi dengan membalik susunan huruf dalam sebuah kata untuk mengirim pesan pada pasukannya. Dia dan kawan-kawannya adalah Kera Ngalam pertama,'' paparnya.
Eko mengatakan, bahasa Walikan sendiri tanpa harus diformulasikan sebagai telik sandi, sudah sarat akan kode dan sandi. Bahasa ini uniknya juga tidak terikat oleh tata bahasa yang umum dan baku. Hanya mengenal satu cara, yaitu dengan cara pengejaan secara terbalik; dari belakang dibaca ke depan.
''GRK sendiri sangat solid. Berkat komitmen dan keakraban dalam pergaulan sehari-hari, mereka tak butuh waktu lama untuk mengerti dan fasih dengan bahasa ini. Spion-spion pun kelimpungan. Nah, dari sinilah akhirnya ketahuan yang mana kawan, yang mana lawan,'' jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selain Hamid Roesdi, lanjut dia, juga ada tokoh pejuang Arema bernama Suyudi Raharno yang juga ikut andil dalam tercetusnya kode bahasa Walikan ini. Suyudi berakhir gugur di medan juang. Disergap militer Belanda di wilayah Dukuh Gunuk Watu (kini daerah Purwantoro), pada September 1949 silam.
Ada juga nama lain sebagai pencetus bahasa Walikan, yaitu Wasito yang juga gugur dalam pertempuran sengit di wilayah Gandongan (kini Pandanwangi). Keduanya kini disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati, Jalan Veteran Kota Malang.
Hingga kemudian pada perkembangannya, bahasa ini pun digunakan menjadi bahasa prokem (slank) khas di kehidupan sehari-hari. Bahasa ini kemudian juga menjadi bahasa slogan khas suporter Aremania dalam setiap spanduk dukungannya.
A Wahab Adhinegoro, Advokat yang juga pemerhati Boso Malangan menyebutkan, mulanya bahasa ini memang bersifat ekslusif (slank) atau hanya digunakan di kalangan terbatas atau komunitas tertentu di medio 1950-an ke atas.
ADVERTISEMENT
''Terutama digunakan sebagai bahasa slank sebuah kelompok komunitas di kawasan sekitar Pasar Besar Malang. Saat itu, perlu digaris bawahi, bahasa Walikan belum menjadi ikon seperti saat ini,'' terangnya.
Yang dimaksud kalangan tertentu ini, kata Wahab, adalah komunitas para makelar di Pasar Comboran (pusat jual beli barang bekas) yang kemudian juga memiliki kosakata bahasa transaksi tersendiri.
''Artinya, bahasa malangan tidak hanya didasarkan pada konsep pembalikan kosa kata saja. Melainkan didasarkan atas suatu peristiwa. Ada kalanya juga bermula dari celetukan-celetukan spontanitas dari komunikasi verbal diantara mereka,'' paparnya.
Dia mencontohkan, kosa kata yang didasarkan atas peristiwa misalnya kosa kata 'sanjipak' yang berarti penipu. Kemudian yang didasarkan atas celetukan spontanitas misalnya kosakata 'yaolo' yang juga memiliki arti serupa sanjipak alias penipu.
ADVERTISEMENT
Dari Pasar Comboran ke Malang Raya. Bahasa ini semakin berkembang dan menemukan dinamikanya sejak digunakan oleh komunitas-komunitas lain di berbagai daerah Kota Malang. Ragam komunitas ini semakin menambah ragam dan corak kosa kata dan kelak (kini) menjadi bahasa ikon slank di keseharian Arek-Arek Malang.