CEO Paragon Ajak Anak Muda Belajar dari Drakor Start Up

Konten Media Partner
1 Juni 2021 19:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
CEO PT Paragon Technology and Innovation, Salman Subakat. Foto: tangkapan layar
zoom-in-whitePerbesar
CEO PT Paragon Technology and Innovation, Salman Subakat. Foto: tangkapan layar
ADVERTISEMENT
MALANG - Anak-anak muda di Indonesia seringkali memiliki ide-ide atau inovasi yang unik dan segar. Pasalnya, anak-anak muda ini kini lebih mudah mencari referensi dan diberkati teknologi yang semakin modern. Namun, kadang yang menjadi kendala adalah para anak-anak muda ini merasa minder dan takut ide-idenya dikritik, dihina, sampai diolok-olok.
ADVERTISEMENT
CEO PT Paragon Technology and Innovation, Salman Subakat, mengatakan untuk mengatasi permasalahan tersebut, adalah dengan belajar dari Drama Korea (Drakor) berjudul Start Up.
"Saya memberi contoh di film Start Up yang bercerita tentang sandbox yang logonya digambarkan seperti seorang gadis kecil yang tidak takut berayun karena di bawah ada sand box. Makanya tempat berinovasi yang gila-gilaan itu disebut sand box, karena pasti jatuh," terangnya, saat menjadi pemateri dalam acara Fellowship Jurnalisme Pendidikan yang digagas oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dan PT Paragon Technology and Innovation, pada Senin (01/06/2021).
Menurut Salman, anak-anak muda ini harus creating safe and fireman, harus dijaga bersama-sama, itu yang paling penting
"Di dunia start up kita kenal yang namanya OKR (Objectives and Key Result)," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, OKR sendiri dipopulerkan oleh John Doerr sejak 1999, saat itu dia berinvestasi saham Google yang masih berbentuk start up. OKR adalah cara menentukan tujuan (goal setting) dan apa tolak ukur (metrics) yang mengukur pencapaian tersebut.
Oleh karena itu, Salman berpendapat agar sandboxnya dibesarkan, dan harus dipastikan setelah jatuh, si pemuda tersebut bisa belajar sesuatu. Filosofinya, meskipun pemuda tersebut jatuh, dia tidak merasakan sakit karena jatuh di kotak pasir.
"Mungkin mereka mau melakukan perubahan di kampusnya atau sekolahnya. Mungkin ada kendala mentok sana mentok sini, jatuh dikit lalu bersih-bersih pasir terus coba lagi," ungkapnya.
"Karena setiap jatuh itu ada pelajaran, tapi kalau jatuhnya sudah di batu maka agak susah juga. Karena harus ke rumah sakit dulu baru belajar," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Terakhir, pria ramah senyum ini bisa membuat sandbox tersebut dari sebuah trigger berbentuk dialog, atau safe and fireman, atau seminar. "Jadikan ruang-ruang diskusi itu menjadi safe and fireman untuk mereka. Misalnya juga mengkritik dengan kaidah jurnalistik atau bersama wartawan, sehingga yang disampaikan memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik," pungkasnya.