FIB Universitas Brawijaya Diskusi Program MBKM bagi Mahasiswa Disabilitas

Konten Media Partner
10 November 2021 17:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dekan FIB UB Prof Dr Agus Suman saat membuka webinar dengan tajuk 'Program MBKM yang Inklusif Bagi Mahasiswa dengan Disabilitas' / Foto : tangkapan layar
zoom-in-whitePerbesar
Dekan FIB UB Prof Dr Agus Suman saat membuka webinar dengan tajuk 'Program MBKM yang Inklusif Bagi Mahasiswa dengan Disabilitas' / Foto : tangkapan layar
ADVERTISEMENT
MALANG - Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya menggelar webinar bertajuk 'Program MBKM yang inklusif bagi Mahasiswa dengan Disablitas, Rabu (10/11/2021). Webinar itu untuk mendorong pemerataan implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Berkolabroasi dengan Australia - Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN), even ini turut mengundang beberapa narasumber.
Di antaranya, Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani SS; Wakil Dekan FIB Bidang Akademik UB, Hamamah PhD; CEO Kartunet, Dimas Prasetyo Muharam SHum; Research Fellow La Trobe Law School & Founder and President of AIDRAN Dr Dina Afrianty.
Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani SS dalam paparannya berjudul 'Peran Kebijakan pemerintah Nasional dan Lokal dalam Pemenuhan Hak Pendidikan' / Foto : tangkapan layar
Serta Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa FIB UB Dr Sony Sukmawan MPd dan Kaprodi Pebasis FIB UB Dr Ive Emaliana MPd dan Alumni Filkom UB, Adhi Setiawan.
Dalam sambutannya, Dekan FIB UB, Prof Dr Agus Suman menjelaskan program MBKM yang diluncurkan sejak 2020 lalu, bertujuan untuk memberikan akses pada mahasiswa guna mendapatkan pengalaman pembelajaran yang lebih luas di luar kampus.
ADVERTISEMENT
Karenanya, perguruan tinggi juga menyambut baik MBKM ini. Namun, program MBKM ini dirasa perlu dikuatkan sehingga dapat melibatkan seluruh mahasiswa disabilitas dengan maksimal.
"Mungkin saja ini program yang baru, sosialisasinya terbatas sehingga program tersebut belum bisa dinikmati oleh seluruh mahasiswa dengan disabilitas," ujarnya.
Terlebih, menyangkut aksesibilitas dan kepastian pemenuhan hak mahasiswa disabilitas untuk dapat berpartisipasi aktif setara dengan mahasiswa lainnya.
Sekaligus, pemberian akses untuk mendukung partisipasi maupun keterlibatan mahasiswa disabilitas dalam program MBKM. "Ini perlu kita kuatkan mulai sosialisasi, pendaftaran, pelaksanaan hingga evaluasi sehingga program MBKM jadi lebih inklusif dan aksesibel bagi seluruh mahasiswa Indonesia khsusunya dengan disabilitas," imbuhnya.
Sementara itu, Amithya Ratnanggani SS lewat paparannya berjudul 'Peran Kebijakan pemerintah Nasional dan Lokal dalam Pemenuhan Hak Pendidikan', menambahkan bahwa sejatinya setiap anak berhak mendapat pendidikan nasional secara merata.
"Dari cerminan dasar hukum yang ada di Indonesia sebetulnya tidak diskriminasi dalam pelayanan pendidikan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, diakui perempuan dapil Kedungkandang ini jika dalam penerapannya masih harus terus ditingkatkan untuk menekan adanya kendala yang bermunculan.
"Inti dari program MBKM adalah bagaimana memerdekakan proses belajar mengajar yang ada di Indonesia," jelas dia.
Sehingga, lahir sebuah pembelajaran yang merdeka baik untuk tenaga pendidik, penyelenggara pendidikan maupun peserta didik dan tentunya dalam koridor yang ditetapkan oleh Kementerian atay pemerintah.
Dijabarkan lebih lanjut, bahwa  pemerintah Kota Malang sejauh ini hanya mengampu pendidikan hingga level SMP saja. Sedangkan SMK/SMA diampu oleh provinsi. Kemudian perguruan tinggi diampu oleh pemerintah pusat.
Adapun, penerapan MBKM juga berdampak pada adanya beberapa perubahan. Misal seperti UASBN yang terus dievaluasi hingga digantikan dengan assesment kompetensi minimum dan pendidikan karakter.
"Disini ada beberapa perbedaan, dimana ujian tersebut tidak lagi diterapkan di akhir pembelajaran tapi di pertengahan dengan harapan ada waktu untuk mengevaluasi dan memperbaiki kemampuan siswa itu," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Termasuk dengan pendidikan dasar bagi disabilitas. Mengacu pada permendikbud no 1 tahun 2021 dan Perwal Malang No 5 tahun 2021 tentang PPDBPBD pasal 7. Muncul kebijakan penerimaan siswa disabilitas. Dimana 15 persen untuk SD, 15 persen SMP dan 15 persen SMA.
Penerapan kebijakan itu, masih kata Amithya, juga muncul kendala, dimana kuota 15 persen yang diatur belum bisa memfasilitasi seluruh lapisan masyarakat yang didalamnya seluruh penyandang disabilitas. Umumnya, menilai sistem PPDB tersebut masih cukup sulit dan tidak ramah.
"Kalau di MBKM ada kaitannya dengan guru penggerak. Dimana Kota Malang sudah punya sekitar 70 guru penggerak yang diharapkan menjadi mentor untuk guru-guru lainnya," urai Amitya.
Kedepan, Pemkot Malang juga terus berupaya mewujudkan gagasan sekolah penggerak yang mana dibutuhkan setidaknya safu institusi pendidikan untuk menjadi role model bagi seluruh institusi pendidikan di daerah tersebut yang didalamnya juga terdapat guru penggerak.
ADVERTISEMENT
"Ini yang masih belum punya dan terus kami pecahkan supaya segera bisa mengaplikasikan MBKM dengan baik," tukasnya.