FK UNISMA Kuatkan Peran Akademisi dalam Penanganan Bencana

Konten Media Partner
9 November 2022 14:54 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Plakat kesepakatan yang ditanda tangani oleh semua Dekan di lingkungan UNISMA. Foto/FK Unisma
zoom-in-whitePerbesar
Plakat kesepakatan yang ditanda tangani oleh semua Dekan di lingkungan UNISMA. Foto/FK Unisma
ADVERTISEMENT
MALANG - Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang (FK UNISMA) mendorong penguatan peran akademisi UNISMA dalam penanganan bencana.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, FK UNISMA menyelenggarakan seminar dan workshop mengenai peran akademisi dalam penanganan bencana. Seminar ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 5 Novemver 2022 ini di Ruang Kuliah Bersama (RKB) FK UNISMA.
Beberapa pihak yang hadir dalam acara ini, di antaranya jajaran Dekan beserta perwakilan dosen dari fakultas-fakultas yang terdapat di UNISMA. Kemudian, perwakilan dari Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) baik dari Universitas maupun dari DPM serta BEM FK UNISMA.
Selain digelar secara luring, seminar dan workshop ini juga dapat diikuti peserta dari jajaran dosen serta mahasiswa melalui aplikasi zoom meeting dan juga disiarkan langsung melalui akun YouTube FK UNISMA.
Dekan FK UNISMA, dr Rahma Triliana MKes PhD, menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk membangun dan menguatkan sinergitas civitas akademika UNISMA dalam hal penanggulangan bencana.
ADVERTISEMENT
Hal ini harus didahului dengan pemahaman mengenai definisi bencana itu sendiri, memahami kekuatan berupa sumber daya manusia serta program yang dimiliki untuk mengatasi bencana.
Seminar dan workshop mengenai peran akademisi dalam penanganan bencana oleh FK UNISMA. Foto/FK Unisma
Tak kalah pentingnya adalah bagaimana respons civitas akademika ketika sedang terjadi bencana serta bagaimana bertahan dan melakukan rehabilitasi serta rekonstruksi setelah terjadinya bencana.
Hal ini seharusnya bukan menjadi urusan Fakultas Kedokteran saja, melainkan menjadi perhatian seluruh program studi di lingkungan UNISMA. Pernyataan ini sejalan dengan Pasal 27 Undang Undang No 24 tahun 2007 yang menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban untuk melakuan kegiatan penanggulangan bencana dan pedoman umum yang tertuang dalam aturan ini berlaku bagi semua relawan bencana, baik yang berasal dari organisasi masyarakat, LSM, perguruan tinggi, sektor swasta atau pihak lainnya.
ADVERTISEMENT
Narasumber pertama, Sonny Oktafianto SKom MM dari Badan Krisis Kesehatan Jawa Timur, menyatakan bahwa bencana tidak selalu berasal dari alam. Seringkali kita justru tidak siap dengan bencana non alam dan bencana sosial yang sebenarnya juga berdampak pada jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda serta dampak psikologis lainnya.
Peserta seminar dan workshop mengenai peran akademisi dalam penanganan bencana oleh FK UNISMA. Foto/FK UNISMA
Tak jarang terjadinya bencana akan memicu terjadinya dampak di bidang kesehatan baik secara langsung yang kasat mata (seperti jatuhnya korban jiwa, korban luka atau sakit, korban yang harus mengungsi).
Selain itu bisa berupa potensi bahaya yang berdampak pada kesehatan masyarakat yang membutuhkan respons cepat di luar kebiasaan normal dan disertai dengan kapasitas kesehatan yang tidak memadai, sehingga pada akhirnya memicu terjadinya krisis kesehatan.
ADVERTISEMENT
Untuk mengurangi besarnya risiko yang terjadi apabila suatu kondisi bencana dapat memicu krisis kesehatan, maka terdapat perubahan paradigma untuk manajemen bencana, dari paradigma tanggap darurat bencana menjadi ke pengurangan risiko bencana.
Upaya pengurangan risiko bencana sangat penting karena letak Indonesia yang tepat berada di ring of fire. Selain itu juga Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh garis khatulistiwa sehingga iklim dan cuacanya cenderung mudah berubah, membuat Indonesia menjadi rentan terkena bencana alam.
Indonesia sendiri mulai mengadopsi Sendai Framework untuk mengurangi risiko bencana alam pada tahun 2015. Sendai Framework adalah cetak biru universal mengenai bagaimana pemangku kebijakan harus aktif mencari ketahanan untuk meminimalkan risiko terhadap bencana alam. Penanganan pengurangan risiko bencana membutuhkan kajian yang mendalam.
ADVERTISEMENT
Istilah risko sendiri ditentukan oleh kombinasi bahaya, paparan, kerentanan dan kapasitas. Penting untuk mengetahui aset apa yang paling terpapar dan apa dampaknya jika terjadi bencana alam. Kita juga perlu mengkaji di mana atau sektor apa yang paling sensitif sehingga dapat bertindak lebih awal untuk meningkatkan ketahanan dan kesiapan terhadap bencana.
Sendai Framework dapat menjadi acuan terkait pengurangan risiko bencana, tetapi implementasinya harus disesuaikan secara khusus agar sesuai dengan kebutuhan geografis dan kontekstual dari suatu wilayah, yang dalam hal ini adalah kampus hijau UNISMA.
Foto bersama peserta seminar dan workshop mengenai peran akademisi dalam penanganan bencana oleh FK UNISMA. Foto/FK UNISMA
Pemateri kedua, dr Putra Agung SpEM, menyatakan adanya kebutuhan kolaborasi bersama dengan pihak lain dalam upaya mitigasi atau pencegahan bencana yang akan terjadi. Konsep peran pentaheliks, yaitu akademisi, pemerintah, masyarakat, pihak swasta dan media; diperlukan dalam membangun kolaborasi dalam observasi dan pengamanan sarana-prasarana, serta penyebarluasan informasi dan mitigasi bencana.
ADVERTISEMENT
Tidak semua fenomena alam menjadi bencana yang mengakibatkan adanya kerugian material, korban jiwa dan kerusakan lingkungan, tetapi perlu dipahami bahwa kita tetap harus siap dan siaga dalam mengahadapi peristiwa bencana tersebut.
Sehingga yang perlu dipelajari bukan hanya ilmu mengenai manajemen ketika terjadi bencana saja, tetapi risiko bencana dan penanganan risiko bencana juga menjadi sangat penting untuk dipelajari dan ditangani.
Menurut Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR) (2015 – 2030), terdapat kerangka pengurangan bencana global berdasar 4 hal prioritas yang harus dilakukan, pertama adalah pemahaman mengenai risiko bencana, kedua penguatan tata kelola risiko bencana untuk mengelola risiko bencana, ketiga investasi dalam pendidikan risiko bencana untuk ketahanan, dan keempat adalah meningkatkan kesiapsiagaan bencana untuk respons yang efektif.
ADVERTISEMENT
Penerapan Sendai Framework yang holistik dapat kita lihat di Jepang, di mana sejak pendidikan dasar, anak-anak sudah dikenalkan dalam upaya penanganan bencana, dan diikuti dengan penelitian yang cukup serius mengenai aspek-aspek bencana dan pengembangan upaya bencana di negara tersebut.
Sementara untuk Indonesia yang diketahui memiliki kesamaan geografis dengan Jepang, aspek kebencanaan sangat jarang disentuh oleh akademisi untuk diteliti dan dikembangkan keilmuannya.
Oleh karena itu, pada kesempatan seminar ini, FK mencoba untuk mengundang program-program studi lain di lingkungan UNISMA untuk mencoba melihat kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dari sisi lain, bukan hanya dari segi kesehatannya saja. Sehingga pada akhirnya tercipta sinergitas pentaheliks dalam mitigasi bencana, dimulai internal dari civitas akademika UNISMA
Seminar ditutup oleh pemateri ketiga, drh Zainul Fadli MKes yang memberikan materi dengan tema Respon Penanggulangan Bencana Sebagai Bentuk Dakwah Dan Penyebaran Islam Bagi Civitas Akademika UNISMA.
ADVERTISEMENT
Dalam kesempatan kali ini beliau menekankan perlunya reinterpretasi dan pemaknaan yang lebih proporsional mengenai konsep Islam yang mengajarkan sikap pasrah (tawakkal) – terutama dalam menghadapi bencana. Ajaran Islam memberi perhatian sangat besar terhadap permasalahan bencana dan mendorong manusia agar mendayagunakan ilmu dan teknologi yang dimiliki untuk meminimalkan risiko ketika menghadapi suatu bencana.
Islam tidak mengajarkan umatnya untuk hanya pasrah dan berdiam diri ketika menghadapi bencana, tetapi tawakkal yang dimaksudkan di sini adalah berupaya lebih dahulu, menggunakan ilmu yang dimiliki sebagai seorang akademisi untuk meminimalisir resiko yang akan terjadi, baru kemudian kita sebagai umat Islam bertawakkal dengan takdir Allah.
Tahapan manajemen bencana yang meliputi pencegahan, mitigasi atau kewaspadaan, masa tanggap darurat bencana dan rehabilitasi – rekonstruksi. Hal ini juga merupakan ajaran Islam yang dituangkan dalam Al-Quran dan Hadits.
ADVERTISEMENT
Pemateri menukil QS Yusuf: 47-49 untuk menggambarkan ajaran mitigasi dan kewaspadaan di dalam Al-Qur’an. Di mana dikisahkan bahwa Nabi Yusuf A.S menjelaskan takwil mimpinya pada raja.
Bahwa aka nada 7 sapi gemuk yang akan dimakan 7 sapi kurus dan ada 7 tangkai segar dan 7 tangkai kering, dan diartikan bahwa akan ada 7 tahun masa panen melimpah yang akan diikuti 7 tahun masa paceklik; sehingga kemudian Nabi Yusuf A.S mengajarkan strategi untuk menghemat hasil panen yang melimpah untuk menjalani masa paceklik.
Pemaparan materi diakhiri dengan penandatanganan komitmen bersama civitas akademika UNISMA untuk pro aktif dalam hal penanggulangan bencana.
Komitmen ini ditandatangani oleh 11 perwakilan dari fakultas yang ada di UNISMA beserta organisasi kemahasiswaan yang ada di UNISMA.
ADVERTISEMENT
Penyataan Bersama ini membuat UNISMA menjadi perguruan tinggi pertama yang berhasil menyatukan civitas akademika-nya untuk Bersama-sama berupaya dalam penanggulangan bencana dan mendukung model sinergitas pentaheliks dalam mitigasi bencana, khususnya yang berasal dari dalam lingkungan unisma sendiri.
Reporter: Manda