Golput Rasa Sayange

Konten Media Partner
13 April 2019 21:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Opini oleh Kemala Hasanah*

Ilustrasi Golput. (Foto: Herun Ricky/kumparan).
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Golput. (Foto: Herun Ricky/kumparan).
ADVERTISEMENT
Golongan putih atau yang biasa disingkat dengan golput merupakan istilah kepada seseorang yang tidak menggunkan hak suara pada pemilihan umum. Ditinjau dari asal muasal golput, pada dasarnya adalah sebuah gerakan untuk memptotes pelaksanaan Pemilu pada tahun 1971. Di mana pada pemilu tersebut mencoblos bagian putih di kertas suara. Namun, jika ditilik dari zaman now, golput itu bisa dikatakan bentuk apatis terhadap pemilu.
ADVERTISEMENT
Banyak hal yang melatarbelakangi mengapa seseorang bersikap untuk golput atau tidak memilih sesuai dengan pilihan yang ada. Menurut Prof Syamsuddin Haris, Analis Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang pertama golput disebabkan oleh fakor teknis, seperti tidak terdaftarnya menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Yang kedua faktor pekerjaan, di mana seseorang tidak ingin kehilangan penghasilannya pada hari itu dan atau tidak mendapatkan izin. Yang ketiga faktor jarak, di mana jarak pemilih ke lokasi sulit untuk ditempuh dan atau membutuhkan waktu dan biaya.
Menurut Komisioner KPU Pramono Ubaid pada tahun 2014, mengatakan salah satu faktor tingginya angka golput, yakni karena sulitnya melakukan pindah memilih, yang membuat masyarakat enggan mengurus administrasi pindah memilih.
ADVERTISEMENT
Ada juga yang beranggapan bahwa yang menyebabkan golput adalah kecewanya seseorang terhadap pasangan calon yang diusung dari partai tertentu, baik itu paslonnya ataupun terhadap partainya, jadi daripada memilih lebih baik tidak memilih siapa pun.
Beberapa alasan tersebut secara nalar dapat diterima dan logis. Namun, mari kita telaah kembali.
Untuk alasan teknis, ada Peraturan KPU atau PKPU Nomor 3 tahun 2019 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara yang secara tidak langsung menjelaskan bahwa akan lebih mudah bagi calon pemilih untuk memilih/ menggunakan hak suaranya pada Pemilu tahun 2019, yaitu jika memang calon pemilih ini belum terdaftar menjadai DPT atau DPTb secara nasional, dapat langsung datanng ke TPS setempat dengan membawa kartu identitas KTPel atau surat keterangan. Sedangkan terkait factor pekerjaan, untuk yang bewirausaha dapatlah untuk menyisihkan waktunya sebentar saja, untuk datang ke TPS, mengingat waktu memilih di TPS dimulai dari pukul 07.00-13.00. Bagi pekerja kantoran, diupayakan bila tempat memilih jauh dari tempat bekerja, saat ini bisa untuk pindah memilih ke TPS yang lebih dekat dengan wilayah kerjanya. Dan masih bisa mengurus surat pindah sampai H-7.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya terkait administrasi pindah memilih, sekarang ini pada tahun 2019 sangatlah mudah untuk mengurus pindah memilih. Cukuplah ke KPU setempat dengan membawa KTP el atau surat keterangan.
Untuk alasan terakhir golput karena rasa kecewa, ini agak berat karena berbicara perasaan, pastinya tiap individu memiliki taste yang berbeda. Kekecewaan tehadap partai politik akan berdampak kepada semua calon maupun paslon yang diusung. Beranggapan bahwa pemilu mungkin tetap gitu lagi, gitu lagi. Mungkin, bisa jadi disinilah Pekerjaan Rumah (PR) kita bersama–tidak hanya Parpol, yaitu memberikan pendidikan politik yang lebih dan kontinuitas kepada masyarakat. Tak jarang parpol-parpol yang ada, ketika memberikan pendidikan politiknya hanya pada saat mendekati Pemilu. Sungguh disayangkan bila memang demikian, dikarekan dilihat dari Undang-Undang No.2 Tentang Partai Politik pada Pasal 10 dan 11 yaitu Tujuan dan Fungsi Parpol sangatlah mulia, salah satu tujuan umum adalah mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dan salah satu fungsinya adalah pendidikan politik bagi masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Terlepas dari segmentasinya, angka golput pada Pilpres tahun 2009 menurut Sigit Pamungkas (pada tahun 2014) mencapai agka 71,17% sedangkan angka golput pada pilpres 2014 menurun menjadi 69,58%. Sayang teramat sayang bila kita menyia-nyiakan kesempatan untuk menggunakan hak pilih. Lantas bagaimanakan angka golput pada pilpres tahun 2019 pada 17 April nanti? saat ini hanya tuhan yang tahu.
*Penulis adalah Ketua TPS 17 di Kelurahan Kota Lama, Kota Malang.