Kisah Amanatia Junda, Penulis Waktu Untuk Tidak Menikah

Konten Media Partner
9 Juli 2020 18:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Amanatia Junda. Foto: dok.
zoom-in-whitePerbesar
Amanatia Junda. Foto: dok.
ADVERTISEMENT
MALANG - Amanatia Junda telah menerbitkan beberapa judul buku. Diantaranya Waktu untuk Tidak Menikah, buku berisi kumpulan 14 cerpen tentang perempuan. Sebuah buku yang prosesnya membutuhkan waktu 6 tahun hingga akhirnya terbit pada 2018.
ADVERTISEMENT
Kepada tugumalang.id, Amanatia berbagai pengalamannya menulis. Dia mengaku menulis cerpen pertamanya saat duduk di bangku SD.
"Sejauh ingatan saya menulis cerita pertama waktu SD. Menceritakan seorang gadis kecil yang tersesat di mall," papar alumni SDN Gedang 1 Porong ini.
Namun, dia mengaku mulai aktif menulis fiksi sejak duduk di bangku SMP. Dia yakin menulis adalah jalan hidupnya. Meski banyak pilihan lain menghampiri.
"Secara sederhana, saya suka berbagi cerita, maka dari itu saya menulis," terang perempuan 29 tahun ini.
Sejauh ini, Amanatia tidak pernah menghitung jumlah keseluruhan cerpen miliknya. Sebab, sebagian telah lenyap atau menjadi arsip berupa timbunan dokumen digital.
Soal pilihannya menulis fiksi, dia mengatakan bahwa fiksi adalah caranya terlibat dalam masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
"Saya kira meski banyak pilihan lain, namun menulis fiksi tidak akan pernah hilang dari cara saya menghidupi diri sendiri dan cara saya terlibat dalam masyarakat yang lebih luas," terang anggota Perkawanan Perempuan Menulis ini.
Di tengah kesibukanya menjadi penulis, Amanatia juga aktif dalam beberapa kegiatan lain. Salah satunya mengikuti program Seniman Mengajar yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.
"Akhir tahun 2019 saya ikut program tersebut dan penempatan di Banda Neira, jadi program Kemendikbud untuk menciptakan ruang dialog, kolaborasi, dan partisipasi antara seniman dan masyarakat untuk saling bertukar informasi," terang sulung dari 5 bersaudara inl
Selama kurang lebih 4 bulan di Banda Neira, dia mendirikan bengkel menulis setiap hari senin dan selasa malam. Dari sini, lahirlah buku berjudul Goresan Tinta Anak Banda.
ADVERTISEMENT
"Dengan bengkel menulis, mengajak pemuda untuk menulis pengalaman keseharian mereka. Saya selalu memberikan ruang untuk mereka mendiskusikan hasil penulisannya," ungkap Editor Penerbit Buku Mojok ini.
Tak lupa, dia membagikan tips menjadi penulis. "Membaca yang banyak, menulis yang banyak, berdiskusi yang banyak, dan tidur yang banyak," pungkas alumni Ilmu Komunikasi UGM ini.