Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Koeboeran Soekoen, Situs Budaya Peninggalan Eropa yang Terlupa
18 Agustus 2019 9:12 WIB
ADVERTISEMENT

Bangunan kuno itu nampak menjulang tinggi dengan gagahnya. Arsitektur bergaya Eropa yang konon dirancang oleh Thomas Herman Karsten, seorang arsitek Belanda yang bertangan dingin. Gedung yang menjadi koridor, pintu masuk menuju kompleks pemakaman Sukun, Kota Malamg memiliki keunikan tersendiri. Tidak semua kompleks makam Belanda memiliki gedung yang merangkap sebagai sebuah perkantoran.
ADVERTISEMENT
Karsten merancang bangunan ini dengan begitu indahnya. Bagian tengah nampak tinggi dari bangunan kiri kanannya. Ini dapat diumpamakan sebagai sayap yang menonjolkan bangunan tengah sebagai "Focus Interest" yaitu kekuatan sebuah bangunan untuk menjadi pusat perhatian.
Selain berfungsi sebagai pintu gerbang, kontruksi ini juga berguna sebagai akses lalu lalang mobil jenazah atau peziarah yang akan berkunjung ke Koeboeran Soekoen atau saat ini disebut tempat pemakaman umum (TPU) Sukun Nasrani.
Pada awal pembangunannya, tempat pemakaman yang berada di jalan S. Supriadi difungsikan sebagai tempat peristirahatan terakhir kaum eropa yang berada di Kota Malang. Europese Begraafplaats Soekoen te Malang (Kuburan orang Eropa di Malang) itulah sebutan yang disematkan pada perkuburan yang memiliki luas lahan 120.000 m2 untuk pertama kalinya saat pembangunan pada masa Bouwplant III yakni pada masa pemerintahan Walikota Malang pertama, H I Bussemakaer (1919-1929).
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan pihak Dewan Kota (Gemeenteraad) memilih wilayah Sukun yang terdapat di sebelah tenggara Kota Malang ini. Hal ini dimaksudkan untuk membuka geliat wilayah Sukun yang saat itu masih terisolasi karena terbelah oleh sungai Sukun.
Alasan lain karena terjadi protes penduduk saat dicoba daerah Lowokwaru, Buring dan Kauman sebagai area pemakaman. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah wilayah Sukun merupakan pintu masuk ke Kota Malang dari arah Blitar.
Kompleks pemakaman Sukun memang diperuntukkan bagi golongan Eropa yang berstrata sosial tinggi. Bangunan makam yang indah dilengkapi jirat, prasasti, patung malaikat bahkan tak jarang ada yang menyematkan puisi di atas marmer yang harganya selangit.
Tidak mengherankan jika dulu warga pribumi menyebutnya dengan istilah "Bong Londo". Sebutan Bong diambil dari makam-makam Cina. Sebut saja Bong Pay yang artinya Istana Terakhir.
ADVERTISEMENT
Koeboeran Soekoen atau Koeboeran Londo sudah berusia seabad dan mengalami 3 (tiga) masa yakni era kolonial Belanda, era pendudukan Jepang, dan era kemerdekaan.
Menariknya, saat masa kolonial Belanda bentuk bangunan makam (style makam) begitu indah, artistik dan menyimpan sejarah. Cungkupnya, pilar, patung maupun jirat memiliki karakteristik tersendiri.
Saat ini kita memasuki era kemerdekaan. Tentu saja pada periode ini mengalami pergeseran dari waktu ke waktu. Baik dari bentuk makam, luas bangunan maupun perhiasan makam. Meskipun begitu, bangunan makam Belanda harus tetap kita pertahankan, agar sejarah tidak tergerus.
Koeboeran Soekoen dengan segala eksotis makam Londonya yang hanya tinggal puluhan saja, karena adanya penjarahan atau tangan-tangan jahil. Ini adalah cagar budaya yang harus terus dibudidayakan. Kalau bukan kita yang menjaganya, siapa lagi?.
ADVERTISEMENT
Selamatkan situs budaya.
Penulis adalah Hariani, Pegawai Tidak Tetap (PTT) UPT Pengelolaan Pemakaman Umum, Malang