Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Lamanya Waktu Sekolah = Suksesnya Seorang Anak?
12 Juni 2022 17:01 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Oleh: Rizky Yanuar*
Indonesia adalah negara yang memiliki masyarakat dengan usia produktif yang sangat tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa, penduduk Indonesia yang berusia 5-19 tahun berjumlah 24,3 persen dari total keseluruhan masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia yang tengah mengalami bonus demografi terutama pada tahun 2019, masih memiliki potensi untuk merasakan keuntungan dari jumlah masyarakat yang berada dalam rentang usia ‘persiapan’ masa produktif. Tentu saja, potensi ini hanyalah akan menjadi potensi apabila Indonesia tidak dapat mengolahnya dengan baik melalui pendidikan yang sesuai dan efisien. Lalu apakah pendidikan Indonesia saat ini telah dapat dikatakan sesuai serta efisien dalam pelaksanaannya?
ADVERTISEMENT
Ketika kita melihat anak-anak atau adik-adik kita bersekolah hingga sore hari, dalam benak kita selalu berharap mereka bisa mendapatkan pendidikan maksimal sehingga dapat menjadi sumber daya manusia (SDM) unggul di kemudian hari. Sebelum pandemi menyerang, banyak sekolah menerapkan waktu ajar yang dimulai dari pukul 07:00 hingga 15:00 (8 Jam). Penerapan durasi ajar 8 jam dimaksudkan agar anak-anak bisa mendapat libur di hari Sabtu, sehingga waktu berkumpul dengan keluarga juga lebih banyak. Waktu sekolah yang cukup lama tersebut masih tidak termasuk kegiatan ekstrakulikuler yang dapat diikuti oleh siswa-siswi untuk mengembangkan minat dan bakat sekaligus mempertajam soft skills yang mungkin dapat bermanfaat bagi mereka di masa mendatang.
Sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia seringkali mengalami perombakan seiring dengan perubahan Menteri Pendidikan dalam sebuah periode. Namun, tujuan akhir yang ingin diraih dalam penerapan berbagai sistem tersebut kurang lebih sama, yakni untuk mempersiapkan anak-anak Indonesia menjadi penerus bangsa dengan kualitas yang tidak kalah dengan anak-anak dari negara lain. Efisiensi sebuah sistem akan diuji ketika hasil dari penerapan tersebut dapat terlihat dan diukur. Efisiensi juga dapat diukur melalui perbandingan dengan suatu hal yang bersifat apple-to-apple.
ADVERTISEMENT
Indonesia berada di posisi ke-71 dari 77 negara terdaftar dengan skor 382 berdasarkan dari data Program for International Student Assesment (PISA) yang dikeluarkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2018. Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih belum mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul melalui sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah. Hal ini dibuktikan oleh data Human Capital Index (HCI) yang digunakan untuk mengukur kualitas SDM sebuah negara melalui model yang dikeluarkan oleh World Bank pada tahun 2020, menempatkan Indonesia di urutan ke-90 dari 159 negara total, bahkan dengan anggaran sebesar 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia untuk pendidikan.
Dalam indeks PISA, Finlandia, yang menempati posisi ke-10 dengan skor 516, memiliki sistem pendidikan yang sangat berbeda dengan Indonesia. Finlandia menerapkan waktu ajar yang jauh lebih pendek daripada Indonesia yakni dari sekitar pukul 08:00 hingga 13:00 (5 Jam). Namun, apabila kita melihat hasil didikan sistem pendidikan Finlandia melalui indeks HCI yang dikeluarkan oleh World Bank, Finlandia menempati posisi ke-10 dari total 159 negara. Yang menarik adalah, Finlandia adalah negara yang menempati posisi tertinggi dalam hal profisiensi membaca dan juga kepuasan hidup.
ADVERTISEMENT
Lamanya waktu ajar di Indonesia dapat menyita waktu siswa-siswi Indonesia yang sedang berada dalam masa tumbuh kembang untuk menghabiskan waktu bermain guna menyeimbangkan antara waktu untuk menunaikan tanggung jawab sebagai pelajar dengan waktu untuk bermain sebagai anak-anak. Dr. David Rock yang merupakan co-founder dari NeuroLeadership Institute mengatakan bahwa ketertarikan, kebahagiaan, sukacita, dan hasrat merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi level dopamine yang juga secara langsung akan mempengaruhi belajar seseorang. Sehingga, lamanya waktu ajar yang diterapkan di Indonesia dapat mempengaruhi daya serap yang dimiliki oleh seorang anak yang juga akan mempengaruhi efisiensi daripada sistem pendidikan yang diterapkan.
Kembali ke negara Finlandia. Suksesnya negara dalam hal pendidikan tentunya dipengaruhi banyak sekali faktor, namun terdapat beberapa faktor penting yang dapat dicontoh oleh Indonesia dalam proses pelaksanaan pendidikan seperti yang telah dikumpulkan oleh newnordic.school:
ADVERTISEMENT
- Belajar melalui bermain: membiarkan anak-anak menjadi anak-anak salah satu fondasi utama dalam suksesnya keberlanjutan pendidikan siswa-siswi
- Personalisasi belajar: memberdayakan kekuatan seorang anak dalam subjek pelajaran serta memberikan support untuk subjek pelajaran yang menantang bagi seorang anak
- Tidak mengutamakan tes yang berstandar(*)
*Penulis merupakan Akademisi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)