Malang, Kota Sejuta Cerita yang Selalu Dirindukan

Konten Media Partner
1 April 2022 18:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ke Malang Aku Kan Kembali
Alun-alun Kota Malang. Foto: Ulul Azmy
Sebelum membaca tulisan ini, direkomendasikan untuk mendengarkan lagu milik Buri Hendika Kurniawan berjudul 'Malang Pancen Rame' yang dirilis 2010 silam di kanal YouTube
ADVERTISEMENT
.....Kutho Malang, Kuthone pancen rame
Yen ora ngandel, ceritaku iki
Bukte’ake kutho malang pancen asri
Wus kondang kaloko, kutho malang iki
Yen tindak mriko, kulo jamin pengen kari....
Tugu Kota Malang. Foto: pinterest
MALANG - Banyak orang bilang kalau Bandung diciptakan saat tuhan sedang tersenyum. Kalau begitu, bisa saja Kota Malang diciptakan saat tuhan sedang merindu. ''Rindu, serwindu-rwindunya....'' Begitu kira-kira cocokloginya, kalau misal ada lomba membuat kutipan guyonan berhadiah.
Lepas dari guyonan itu, kota terbesar kedua di Jatim ini memang selalu punya cara untuk membuat rindu siapapun yang pernah menjejakkan kakinya di sana.
Bicara soal kerinduan akan kota pendidikan yang memiliki slogan 'Malang Nominor Sursum Moveor' ini, sudah jadi hal yang umum.
Gereja Kayutangan. Foto: Ulul Azmy
Bahkan di setiap sudut kota ini, indah atau tidak—bagi banyak orang punya sejuta cerita yang tak bisa dilupakan begitu saja. Alun-alun, Tugu Malang, Stasiun Kota Baru, Kayutangan, aneka macam kuliner, deretan kedai kopi, lanskap jalanan, hingga sesaknya pasar-pasar tetap akan selalu dirindukan.
ADVERTISEMENT
Seperti halnya dikatakan Rizal Fanany, Arek Malang yang kini merantau bekerja di Pulau Dewata, Bali, sejak delapan tahun yang lalu. Di setiap aktivitas, Rizal mengaku tak bisa lepas dari ingatan akan kota kelahirannya itu.
Pemuda berusia 32 tahun ini lahir di Tongan, kawasan pusat kota yang dijuluki Kampung Arab. Sejak kecil hingga remaja, sejumlah tempat seperti alun-alun, Masjid Jami', stasiun, Sarinah, hingga Jalan Kayutangan sudah jadi pemandangan sehari-hari baginya. Hampir di setiap gang hingga sudut pusat kota bumi Arema ini, dia kenal dengan baik.
Majsid Agung Jami' Kota Malang. Foto: Ulul Azmy
Tak heran jika waktu Rizal pulang, dia selalu menyempatkan diri untuk berjalan-jalan naik motor menyusuri jalan raya Kota Malang sendirian. Mulai dari alun-alun, Kayutangan, Stadion Gajayana, Jalan Ijen, Jalan Pattimura, Jalan Soekarno Hatta, hingga Terminal Landungsari.
ADVERTISEMENT
''Apalagi sambil dengerin lagu Tani Maju. Itu band Malang yang juga selalu sukses bikin saya kangen pulang ke Malang,'' ungkap pria yang populer dipanggil Kopral ini.
''Dan satu hal yang pasti saya lakukan begitu pulang ke Malang itu pasti motret Tugu Malang. Lalu saya upload jadi story di medsosku. Arek-arek sudah pasti langsung ngajak cangkruk ngopi,'' imbuh Kopral.
Begitu foto Tugu Malang itu ia unggah, lanjut Rizal, semua koleganya langsung berlomba menghubungi untuk mengajak bertemu. Berjumpa dengan kolega itu pula yang membuat Rizal selalu merindukan Kota Malang.
Namun dia sadar, seiring kepergiannya, kota yang dia lihat dan tinggali sejak kecil itu sudah banyak berubah. ''Sudah mulai panas dan banyak macet di mana-mana. Mungkin gak ya, Malang kembali kayak dulu?'' harapnya.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari banyak perubahan yang dia rasakan, dia berharap pemerintah bisa mendengar aspirasi warga Arema dan berbenah untuk mengatasi setiap permasalahan yang ada, khususnya untuk masalah tata ruang dan kemacetan.
''Soalnya saya kenalnya Malang dan yang bikin kangen itu dinginnya dan gak macet parah seperti sekarang. Ya semogalah bisa kayak dulu,'' harapnya.
Kota Malang tidak hanya memberikan memori indah tak terlupakan bagi warganya. Bahkan, bagi mereka para pelancong hingga perantauan dari kota-kota lain. Seperti diakui Ahmad Zaki Kurniawan yang pernah hidup di Malang selama enam tahun untuk menimba ilmu.
Zaki, begitu ia dipanggil, merupakan alumnus Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Malang) dari Depok. Hampir seperempat usia-usia emasnya dihabiskan di Kota Malang. Sebab itu pula, Bumi Ken Arok itu menjadi tempat bersejarah bagi dirinya.
ADVERTISEMENT
''Di Kota Malang menjadi saksi proses pendewasaan saya. Hidup di sana yang membentuk saya sampai jadi sekarang,'' tutur Zaki.
Diwawancarai seputar hal itu, Zaki jadi memutar lagi kisah-kisah asyiknya saat di Malang. Satu hal yang dia kangeni soal Malang sudah pasti seputar ngopi. Sudah bukan hal asing lagi jika tiap sudut kota ini selalu pasti ditemui kedai kopi.
Sampai-sampai, kata Zaki, ngopi semacam sudah menjadi budaya. Pagi, malam, hingga ke pagi lagi, bangku-bangku di kedai-kedai kopi itu hampir tak pernah kosong. ''Favorit saya nongkrong itu di kisaran ITN, Suhat, Landungsari, juga di Ijen,'' ungkap Zaki, antusias.
Selain ngopi, Zaki juga merindu makanan khas di Malang yang pasti dia sambangi ketika berkunjung ke kota ini. Terlebih, daftar kuliner hidden gems yang paling dia buru seperti rendang malangan, tahu telur di dekat ITN, hingga rawonnya H Ridwan di Pasar Besar.
ADVERTISEMENT
''Kalau jalan-jalan dulu sudah pasti ke Kayutangan, ke Ijen, Suhat. Dan yang paling saya ingat itu waktu ada acara Malang Tempo Doeloe (MTD). Itu paling berkesan bagi saya, selalu saya datangi,'' tambahnya.
Namun sensasi itu sudah tak bisa lagi dia rasakan. Kini, dia harus kembali ke kampung halamannya. Meski begitu, bukan berarti ikatannya dengan kota ini terputus begitu saja. Setiap kali ada kesempatan, Zaki masih selalu menjadikan Malang sebagai destinasi utama.
''Semoga Kota Malang ke depannya lebih baik lagi. Saya mikirnya sih keren kalau nanti semua trotoar di Kota Malang dipercantik kayak di Kayutangan. Wah itu pasti keren tuh,'' kata dia.
''Selain itu, saya juga punya saran agar sistem transportasi di sana dibenahi. Dengan begitu, kota ini bisa ramah pelajar, seperti julukannya sebagai kota pendidikan. Selain itu, juga biar gak macet parah kayak sekarang,'' usulnya.
ADVERTISEMENT
Kerinduan mereka hanya salah duanya. Masih banyak ribuan orang yang memendam kerinduan pada kota ini. Anda yang membaca ini mungkin salah satunya. Jadi, apakah benar Kota Malang diciptakan saat Tuhan sedang merindu? Mari merayakan kerinduan ini.(*)