Melihat Kesamaan DNA Antara Astra dan Paragon Corp Jadi Great Company

Konten Media Partner
29 Agustus 2022 11:22 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Astra Internasional. Foto: dok Astra
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Astra Internasional. Foto: dok Astra
ADVERTISEMENT
Tugu Media Group mewawancarai sejumlah mantan karyawan Astra Internasional dan karyawan Paragon Corp untuk melakukan reportase ini. Jadi, reportase ini tidak untuk menyimpulkan, apalagi menjustifikasi. Sebaliknya, harapannya reportase ini menjadi pedoman umum bagi siapa saja yang ingin perusahaannya naik kelas.
Logo Paragon Technology and Innovation
Dalam bukunya berjudul Good To Great karya Jim Collins, ada dua jenis perusahaan yakni perusahaan bagus (good) dan perusahaan luar biasa (great). Untuk perusahaan kategori good adalah musuh dari perusahaan great. Sedangkan menjadi perusahaan hebat, perusahaan tidak boleh hanya sekadar bagus, tapi harus menjadi perusahaan luar biasa (great).
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, banyak perusahaan yang bisa dibilang masuk dalam kategori luar biasa. Dalam tulisan kali ini, Tugu Media Group akan membahas dua perusahaan luar biasa yakni Astra Internasional dan Paragon Corp. Meski yang kami bahas hanya dua perusahaan, tak menutup kemungkinan ada banyak perusahaan lain yang masuk kategori luar biasa.
Medio Agustus 2022, Majalah Fortune Indonesia menempatkan Astra Internasional dalam urutan nomor tiga dari total 100 perusahaan terbesar di Indonesia. Astra hanya kalah dari dua perusahaan pelat merah, yakni Pertamina yang masuk urusan satu dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang masuk urutan kedua.
Sedangkan Paragon Corp adalah perusahaan keluarga yang didirikan pasangan suami istri yakni Nurhayati Subakat dan Subakat Hadi. Lahir sejak 37 tahun lalu dari sebuah gang sempit di Kampung Baru Ulujami, Jakarta, Paragon Corp yang membawahi Wardah, Kahf, Emina, Make Over, Tavi, Biodef, Labore, Instaperfect, dan Crystallure itu bertransformasi dari perusahaan yang mulanya karyawannya hanya bisa dihitung oleh jari. Kini, Paragon Corp membawahi sekitar sepuluh ribu karyawan. Sejak 2002 silam, Paragon rata-rata berkembang kurang lebih 20 persen setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Untuk membahas soal kunci sukses menjadi perusahaan great tersebut, Tugu Media Group mewawancarai sejumlah mantan karyawan Astra dan sejumlah karyawan Paragon. Bisa dibilang, Astra dan Paragon mempunyai beberapa kesamaan ”DNA” (deoxyribonucleic acid, red). Berikut hasil wawancara tersebut.
1. Terus Belajar dan Berinovasi
Salah satu yang Tugu Media Group wawancarai adalah Irwan Akhir, mantan karyawan Astra Internasional yang 17 tahun bekerja di tempat tersebut. Kini, Irwan bekerja sebagai Human Development di Paragon Corp.
Menurut Irwan, Paragon Corp mempunyai banyak kesamaan value. Salah satunya, kedua perusahaan ini selalu menekankan untuk terus belajar.
”Belajar yang saya maksud, dua perusahaan besar ini sama-sama suka melakukan improvisasi,” kata Irwan.
Dia menjelaskan, sebagai sebuah institusi bisnis, Astra Internasional dan Paragon Corp sama-sama mempraktikkan dari hasil proses belajar mereka.
ADVERTISEMENT
”Jadi, kami menyebutnya learning, bukan study. Jadi kalau learning itu adalah belajar untuk melakukan perubahan-perubahan perilaku,” kata Irwan.
Hal yang sama disampaikan Findi Novia, tim marketing dari Wardah, salah satu brand paling besar milik Paragon Corp. Menurut Findi, belajar dan inovasi itu satu hal yang tidak bisa terelakkan dari budaya di Paragon.
Dia mencontohkan, campaign untuk Wardah saat ini yakni Beauty Moves You. Sebelumnya, Wardah mempunyai campaign Inspiring Beauty.
”Campaign ini melalui proses panjang. Setelah kami menggelar workshop, coaching, dan lain-lainnya,” kata Findi.
Sedangkan makna dari Beauty Moves You bahwa para perempuan diharapkan bisa menjadi penggerak dalam kebaikan.
”Ini yang menjadi nilai dasar kami ketika Wardah lahir 27 tahun lalu, yakni founder kami menggerakkan kebaikan dari komunitas ke komunitas, dan seterusnya,” imbuh Findi.
ADVERTISEMENT
Untuk nilai-nilai kebaikan tersebut adalah nilai Progresif, Modern, Kesopanan, Berani, dan Kebermanfaatan.
2. Kekeluargaan
Irwan juga menambahkan, kesamaan Paragon Corp dan Astra Internasional salah satunya yang lain adalah konsep kekeluargaan.
”Kekeluargaan ini dilambangkan melalui misi Paragon Corp yang pertama yakni mengembangkan Paragonian (julukan dari karyawan Paragon Corp, red),” imbuhnya.
Lalu, kenapa Irwan pindah dari Astra Internasional ke Paragon Corp? Dia menjelaskan, berada di Paragon Corp dirinya bisa lebih melakukan improvisasi.
”Astra itu kan sistemnya sudah tertata betul, sedangkan di Paragon kalau diistilahkan, mainannya lebih banyak,” imbuhnya.
Dia lantas menyebut bahwa dirinya bisa sangat bersyukur bisa bekerja di dua perusahaan besar yang asli Indonesia.
”Astra Internasional juga aset bangsa, karyawannya sudah 250 ribu orang. Sedangkan Paragon Corp, 10 ribu orang. Dua perusahaan ini harus kami jaga untuk terus memberikan manfaat,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
3. Belajar tapi Dibayar
Selain mewawancarai Irwan, Tugu Media Group juga mewawancarai Hegy Harjoyo, mantan karyawan Astra Internasional yang kini menjadi pengusaha di bidang FnB dan pengembangan manusia di Kota Malang.
Hegy, sapaan akrabnya, mengaku sangat betah sebenarnya di Astra Internasional.
”Andai Astra punya kantor pusat di Jawa Timur, saya ingin pensiun di Astra,” kata pria yang pernah bekerja di Philip Moris Internasional ini.
Dia menyimpulkan, Astra itu sebagai perusahaan rasa kampus.
”Jadi di sini, seperti bekerja tapi dibayar,” kata pria yang 3,5 tahun bekerja di Astra Internasional ini.
Hal senada disampaikan Senior Officer Corporate Communication PT Paragon Technology and Innovation Eko Siswati. Dia mengatakan, kalau di sini hanya untuk belajar.
ADVERTISEMENT
”Kalau di tempat lain adalah kerja-kerja, kalau di sini belajar, belajar,” imbuhnya.
4. Punya Visi yang Jelas
Hegy Harjoyo juga menambahkan, Astra sebagai sebuah korporasi besar mempunyai mimpi dan visi yang jelas.
”Visinya sangat mulia yakni Sejahtera Bersama Bangsa. Ini simpel, tapi begitu mengena. Yakni kalau Astra sejahtera, bangsa akan sejahtera,” kata pria yang terakhir menjabat di Astra sebagai HR Development Analyst.
Hal senada dengan Paragon Corp yang mempunyai visi menjadi perusahaan yang berkomitmen untuk memiliki pengelolaan terbaik dan berkembang secara terus-menerus dengan bersama-sama menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin melalui produk berkualitas yang memberikan manfaat bagi Paragonian, mitra, masyarakat, dan lingkungan.
Bagi CEO Paragon Technology and Innovation Salman Subakat, visi tersebut benar-benar mengena di kehidupan sehari-harinya.
CEO PT Paragon Technology and Innovation, Salman Subakat (tiga dari kiri) dalam sebuah kesempatan. Foto: dok Irham Thoriq
”Dari kecil seperti sudah ditanamkan terus-menerus bahwa menjadi manusia itu harus bermanfaat dan tak boleh menyusahkan orang lain,” kata Salman.
ADVERTISEMENT
5. Management System Perusahaan
Hegy menjelaskan lebih lanjut, Astra mempunyai sistem yang sangat bagus dan rapi.
“Sistem yang bagus dan rapi itu ditambah dengan kekeluargaan tapi profesional, menjadi magnet yang luar biasa,” katanya.
Selain itu, soal kesejahteraan dan jenjang karir menjadi hal yang penting. Sebab, beberapa ramuan tersebut, banyak orang yang sangat loyal kepada Astra.
Kepada Hegy, kami menyebut banyak karyawan dan mantan karyawan Astra memberi nama di akun media sosial pribadi mereka dengan akhiran Astra.
”Karena mereka loyal, memberikan semuanya kepada Astra. Saya juga loyalis Astra,” ujarnya.
Sekilas Tentang Perusahaan Good dan Great
Good To Great karya Jim Collins poinnya adalah dari bagus dan keren. Sebagaimana pada lembar pertama buku ini, Jim Collins menulis kata-kata keren: Kita tidak mempunyai pemerintah yang hebat karena kita hanya punya pemerintah yang bagus. Hanya sedikit orang yang mengalami kehidupan yang hebat, terutama karena demikian mudah untuk nyaman dengan hidup yang bagus. Mayoritas perusahaan tidak pernah menjadi hebat persis karena mayoritas menjadi sekadar bagus-dan itulah masalah utama mereka.
ADVERTISEMENT
Perusahaan bagus gagal melakukan lompatan-lompatan. Sedangkan perusahaan hebat berhasil melakukan lompatan.
Contoh perusahaan bagus ke hebat sebagaimana dicantumkan dalam buku ini adalah General Electric (GE), perusahaan yang didirikan Thomas Alfa Edison, penemu bola lampu.
Penulis buku ini mengibaratkan, jika kita investasi di GE selama 15 tahun, maka investasi kita akan berlipat sebanyak 471 kali.
Ada beberapa resep sukses agar menjadi perusahaan bagus ke hebat. Perusahaan yang bagus tidak berfokus pada apa yang harus dilakukan untuk menjadi hebat. Sebaliknya, mereka memberi fokus seimbang terhadap apa yang jangan dilakukan, dan apa yang tidak boleh lagi dilakukan. Singkatnya, perusahaan hebat tidak mengulangi kesalahannya.
Mungkin kalau kita tafsiri, perusahaan hebat boleh salah, tapi jangan mengulangi kesalahan yang sama, karena masih banyak kesalahan-kesalahan lain yang perlu dicoba.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, teknologi dan perubahan akibat teknologi sama sekali tidak ada kaitannya dalam hal transformasi. Menurut buku ini, teknologi bisa membuat perusahaan bagus menjadi hebat, tapi teknologi saja tidak cukup. Harus ada hal-hal hebat lain yang mendukung perusahan menjadi hebat.
Terakhir, perusahaan yang hebat tidak harus berada dalam industri yang hebat. Bahkan, beberapa di antaranya berada pada industri yang terpuruk. Intinya, kejayaan bukan disebabkan keadaan, tapi upaya yang dilakukan. Jadi, berada di industri hebat, belum tentu menjadi perusahaan yang hebat.(*)