news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menelusuri Bahasa Walikan Sebagai Telik Sandi Aksi Gerilya Pimpinan Hamid Rusdi

Konten Media Partner
18 Agustus 2020 18:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu bentuk bahasa walikan di Stadion saat tim Arema main. foto: dok.wearemania
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu bentuk bahasa walikan di Stadion saat tim Arema main. foto: dok.wearemania
ADVERTISEMENT
MALANG-Ini masih lanjutan tentang edisi 17 Agustus 2020, tentang perjuangan Mayor Hamid Rusdi, yang memimpin Gerilya Rakyat Kota (GRK) Malang. Sepak terjang GRK di medan perang, khususnya selama Agresi Militer Belanda II tahun 1949 sangat tersohor berkat perlawanannya yang taktis dan gigih.
ADVERTISEMENT
Padahal GRK jika dinilai secara objektif sangatlah lemah, baik dari segi jumlah pasukan maupun segi persenjataan. Namun dengan tekad kemerdekaan yang bulat, GRK nyatanya tumbuh menjadi kesatuan elit paling diwaspadai tentara musuh.
Berbagai macam perlawanan sengitnya nyaris tak terprediksi tentara musuh. Seperti taktik bumi hangus, pemboman jembatan, penghadangan hingga pembunuhan para spionase dan masih banyak strategi jitu lain yang dilancarkan GRK.
Tapi tahukah Anda apa yang membuat serangan yang dilancarkan pasukan GRK menjadi serangan paling sengit dan mematikan? Padahal pasukan GRK ini terdiri dari banyak kesatuan yang tersebar di berbagai wilayah berjauhan.
Salah satu faktor keberhasilan ini yaitu penggunaan telik sandi berupa bahasa walikan yang digunakan untuk mengorganisir setiap serangan. Sebagai penghormatan atas sejarah, bahasa walikan kini menjadi identitas Arek-Arek Malang yang digunakan sebagai bahasa prokem sehari-hari khas Malangan.
ADVERTISEMENT
''Saya dibalik menjadi ayas, kamu dibalik menjadi umak, utas dibalik jadi satu. Ayas umak utas! Kera-Kera Ngalam Mbois Hebak,'' ungkap Eko Irawan, pemerhati sejarah dari komunitas Reenactor Ngalam, Senin (17/8/2020).
Terkait asal-usul Bahasa Walikan sendiri, terang Eko, memang berawal dari kata sandi yang diperlukan untuk sarana komunikasi, menjamin kerahasiaan dan khususnya sebagai identifikasi pengenal mana kawan, mana lawan. Saat itu, 1949 silam, Belanda memang melakukan spionase alias menaruh mata-mata dalam setiap gerakan.
Saat itu, penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa dalam setiap organisir serangan, rentan bocor karena dapat dipahami oleh mata-mata. Tentu saja, mata-mata yang dipasang juga sangat paham dengan bahasa jawa.
''Sadar akan hal itu, akhirnya Hamid Roesdi bersama pemimpin kesatuan lain menciptakan kata sandi dengan membalik susunan huruf dalam sebuah kata untuk mengirim pesan pada pasukannya. Dia dan kawan-kawannya adalah Kera Ngalam pertama,'' paparnya.
ads.
Bahasa Walikan sendiri tanpa harus diformulasikan sebagai telik sandi, sudah sarat akan kode dan sandi. Bahasa ini uniknya juga tidak terikat oleh tata bahasa yang umum dan baku. Ia, kata Eko, hanya mengenal satu cara, yaitu dengan cara pengejaan secara terbalik; dari belakang dibaca ke depan.
ADVERTISEMENT
''GRK sendiri sangat solid. Berkat komitmen dan keakraban dalam pergaulan sehari-hari mereka tak butuh waktu lama untuk mengerti dan fasih dengan bahasa ini. Spion-spion pun kelimpungan. Nah, dari sinilah akhirnya ketahuan yang mana kawan, yang mana lawan,'' jelasnya.
Selain Hamid Roesdi, lanjut dia, juga ada tokoh pejuang Arema bernama Suyudi Raharno yang juga ikut andil dalam tercetusnya kode bahasa walikan ini. Suyudi berakhir gugur di medan juang, disergap militer Belanda di wilayah Dukuh Gunuk Watu (kini daerah Purwantoro) pada September 1949.
Ada juga nama lain sebagai pencetus yaitu Wasito yang juga gugur dalam pertempuran sengit di wilayah Gandongan (kini Pandanwangi). Keduanya kini disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati, Jalan Veteran Kota Malang.
ADVERTISEMENT
Hingga kemudian pada perkembangannya, bahasa ini pun digunakan menjadi bahasa prokem (slank) khas di kehidupan sehari-hari. Bahasa ini kemudian juga menjadi bahasa slogan khas suporter Aremania dalam setiap spanduk dukungannya.
A Wahab Adhinegoro, Advokat yang juga pemerhati Boso Malangan menyebutkan, mulanya bahasa ini memang bersifat ekslusif (slank) atau hanya digunakan di kalangan terbatas/komunitas tertentu di medio 1950-an ke atas.
''Terutama digunakan sebagai bahasa slank sebuah kelompok komunitas di kawasan sekitar Pasar Besar Malang. Saat itu, perlu digarisbawahi, Bahasa Walikan belum menjadi ikon seperti saat ini,'' terangnya.
Yang dimaksud kalangan tertentu ini, kata Wahab adalah komunitas para makelar di Pasar Comboran (pusat jual beli barang bekas) yang kemudian juga memiliki kosakata bahasa transaksi tersendiri.
ADVERTISEMENT
''Artinya, bahasa malangan tidak hanya didasarkan pada konsep pembalikan kosa kata saja. Melainkan didasarkan atas suatu peristiwa. Ada kalanya juga bermula dari celetukan-celetukan spontanitas dari komunikasi verbal diantara mereka,'' paparnya.
Ia mencontohkan, kosa kata yang didasarkan atas peristiwa misalnya kosa kata 'sanjipak' yang berarti penipu. Kemudian yang didasarkan atas celetukan spontanitas misalnya kosakata 'yaolo' yang juga memiliki arti serupa sanjipak alias penipu.