Mengenal Abah Nuradi, Penggerak Pendidikan di Malang Lewat Rumah Belajar Polehan

Konten Media Partner
21 Maret 2022 8:28 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Secercah Cahaya di Kampung Preman
Abah Nuradi (70), penggerak pendidikan di salah satu sudut pemukiman kawasan red district, di Polehan Kota Malang. Foto: Ulul Azmy
MALANG - Menjelang ba'da ashar, sebuah rumah di pemukiman padat di Kota Malang selalu tampak ramai didatangi anak-anak dengan menenteng tas dan buku sekolah. Aktivitas itu terjadi di sebuah rumah, persisnya di Jalan Werkudoro No 31, Kelurahan Polehan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
ADVERTISEMENT
Penampakan rumahnya dari depan sederhana saja. Tidak ada kesan mewah atau embel-embel bendera apapun. Namun di sana tampak ramai berkumpul anak-anak kecil dengan pakaian bebas ala kadarnya. Di sana, anak-anak ini ada yang bermain puzzle, ada yang belajar mengaji, ada juga yang tampak asyik berbincang satu sama lain.
Ternyata, rumah itu adalah semacam rumah singgah. Tempat di mana anak-anak kampung sekitar sana belajar. Entah baca tulis maupun mengerjakan tugas. Tempat itu namanya Rumah Belajar Polehan (RBP), sebuah tempat bimbingan belajar anak, gratis tanpa pungutan biaya.
Aktivitas belajar di Rumah Belajar Polehan. Foto: dok
Abah Nuradi, begitu pria berusia 70 tahun ini dikenal. Dialah yang merintis RBP sedari tahun 2010. Dia rela menyulap rumah pribadinya menjadi tempat singgah anak-anak di sekitar kampungnya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya belajar, di sana anak-anak ini ditunjang dengan fasilitas yang lumayan lengkap. Mulai ruang belajar, perpustakaan mini yang lengkap dengan beragam judul-judul buku, buku-buku gambar, hingga fasilitas LCD dan komputer.
Setiap sore hingga malam hari menjelang, rumahnya selau ramai dengan suara ceria anak-anak belajar. Mereka yang datang usianya bervariasi. Mulai dari anak-anak SD hingga SMA.
Atmosfer keriuhan suasana belajar seperti inilah yang menjadi impian Abah Nuradi sejak pensiun dari tempat kerjanya di sebuah perusahaan perminyakan milik Prancis di Kalimantan. Latar belakang pengalamannya yang datang dari keluarga miskin inilah yang membuat dirinya membangun RBP.
Berkaca dari pengalaman masa kecilnya, dari lubuk hatinya hanya ingin satu, Abah Nuradi ingin anak-anak di sana bisa mengakses pendidikan yang layak. Bahkan impian terbesar Nuradi sebenarnya adalah memiliki sekolah gratis. Namun impian itu gagal terealisasi karena keterbatasan lahan.
ADVERTISEMENT
Alternatif yang tersisa yang bisa dijadikan sarana untuk itu adalah rumahnya. Akhirnya, dia bersama istrinya membangun RBP pada 2010-an dan aktif hingga saat ini. Dari hanya ada tujuh anak, kini total ada 51 anak sekitar yang bertahan untuk tetap belajar di sini.
Impiannya ini dia lakukan semata-mata hanya untuk mengangkat kesejahteraan sosial warga di sana. Di mana lingkungan sekitarnya menganggap bahwa pendidikan itu tidak terlalu penting. Ya, kawasan Polehan dan sekitarnya sejak dulu memang dikenal sebagai red district atau kampung preman.
Warga di sana rata-rata berlatar belakang ekonomi lemah. Sehingga waktunya hanya dihabiskan untuk bertahan hidup mencari penghasilan sehari-hari. Imbasnya, pendidikan anak-anak menjadi korbannya. Padahal, pendidikan sangat penting bagi masa depan anak untuk mengubah nasibnya.
ADVERTISEMENT
''Tumbuh kembang anak-anak di sini tergantung dari pergaulannya di sekitar. Belum lagi karena faktor masalah keluarga. Misal lari ke jalanan ya jadinya ke jalanan. Misal sadar ya juga bisa,'' tutur Abah Nuradi, pada Jumat 18 Maret 2022.
Tidak sedikit anak-anak di sana yang sedari kecil sudah terpengaruh pergaulan bebas. Seperti putus sekolah, merokok, hingga miras. Begitu juga orang tuanya, karena berekonomi lemah, kerap terjebak di pusaran kriminalitas dan perceraian.
Nuradi menuturkan, kelima puluh satu anak yang ada di RBP ini termasuk generasi yang sadar bahwa apa yang dia lihat di lingkungannya tidak selalu baik. Bahwa hanya dari pendidikanlah nasib mereka bisa diubah.
''Sedari saya muda, di sini ya pergaulannya kayak gitu. Meski sekarang sudah banyak yang berubah, namun problem itu masih ada. Saya saja aslinya tidak ingin tinggal di sini, tapi rupanya tuhan berkata lain,'' ungkap pria kelahiran Malang tahun 1952 ini.
ADVERTISEMENT
''Pemandangan anak-anak kayak gitu di sini sudah jadi hal umum. Tapi saya kira bisa saja diubah, asalkan sadar dan mau. Sejak itulah, saya niatkan semua ini untuk ibadah. Orang bisa maju itu karena intelektualitasnya, bukan hanya karena sekolah,'' tambah dia menjelaskan.
Berangkat dari kondisi itulah, RBP tetap bertahan hingga saat ini. Setiap hari, sejak sore pukul 15.30 WIB hingga 19.00 WIB, rumahnya selalu dipenuhi anak-anak belajar.
Di sana mereka dibimbing belajar apa saja. Mulai ilmu pengetahuan umum hingga ilmu agama. Hingga waktu bergulir, kiprah RBP didengar oleh para mahasiswa dari berbagai universitas di Malang. Mereka kemudian ikut tergerak membantu Abah Nuradi mengajar anak-anak di sana.
Seiring waktu, anak-anak di sana tak hanya sekedar belajar dan mengerjakan tugas. Seringkali mereka juga diajari dan dikenalkan dengan ilmu lain yang tidak diajarkan di sekolah, seperti desain grafis, story telling, presentasi, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
''Saya sudah tua dan kini alhamdulillah dilanjutkan sama adik-adik mahasiswa. Sekarang saya hanya memantau saja,'' kata pria yang sudah berjenggot putih ini.
Ikut Getol Tingkatkan Kesejahteraan Sosial
Aktivitas belajar di Rumah Belajar Polehan. Foto: dok
Tak hanya bergerak dalam ranah pendidikan, Abah Nuradi ikut bergerak membangun lingkungan sosial di sana secara kompleks. Satu hal yang menjadi masalah sosial paling mendasar di sana yaitu kesejahteraan sosial. Pria asli Arema ini juga ikut peduli soal itu.
Namun, dia tidak hanya ingin sekedar memberikan modal berjuta-juta seperti dilakukan lembaga lain atau pemerintah. Karena itu secara mindset tidak mengatasi masalah. Malah justru, kata dia, merawat masalah.
''Karena yang harus diubah adalah mindset. Orang berekonomi lemah juga harus berpikir kritis. Kuat berdiri di atas kaki mereka sendiri,'' ucapnya.
Aktivitas belajar di Rumah Belajar Polehan. Foto: dok
Dia mencontohkan pernah membantu meminjamkan modal kepada tetangganya. Tidak besar nominalnya, hanya Rp 100 ribu untuk modal dagang. Awalnya, dia berpura-pura mengambil iuran Rp 1.000 setiap harinya.
ADVERTISEMENT
''Dari situ saya dianggap rentenir. Padahal sebulan setelahnya, semua iuran yang dia kumpulkan setiap harinya itu saya kembalikan. Saya tidak ambil untung sepeserpun. Hal-hal kecil seperti itu yang sebenarnya saya bangun,'' kisahnya.
Tak hanya itu, Abah Nuradi juga mengajak pemuda-pemuda di sana yang pengangguran untuk ikut bergabung. Selain ikut menjadi pengajar, mereka juga dibekali dengan ilmu-ilmu dalam bidang perminyakan.
''RBP ini di Kazakhstan juga sudah ada yang kenal. Kalau saya mengajari mereka studi perminyakan,'' ujarnya.
Meski begitu, bukan berarti RBP bisa dijadikan Abah Nuradi untuk kepentingan apapun. Bahkan beliau sangat selektif dalam menerima bantuan. Dia tidak ingin donasi untuk RBP dibuat kepentingan partai politik, pemerintahan, atau apapun.
''Selama saya masih mampu, ya ngadek dewe (berdiri sendiri). Tidak ada kepentingan apapun. Ini murni dari hati nurani saya untuk memberikan manfaat kepada sekitar. Saya niati sebagai ibadah,'' ucapnya, bersahaja dan lugas.
ADVERTISEMENT
Mendengar semua hal-hal baik yang meluncur dari Abah Nuradi, sepertinya pepatah lama soal nama adalah doa memang benar adanya. Mungkin saja, Abah Nuradi sedang dalam posisi merayakan atas takdirnya. Seperti namanya, kiprahnya dalam dunia pendidikan adalah secercah cahaya yang menjadi penerang di tengah gurun, di tengah kampung preman.(*)