news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Merekam Terpuruknya Perekonomian di Kampung Tempe, Kota Malang

Konten Media Partner
9 Mei 2020 12:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pintu gerbang masuk Kampung Tempe, Sanan, Kota Malang. Foto: irham thoriq
zoom-in-whitePerbesar
Pintu gerbang masuk Kampung Tempe, Sanan, Kota Malang. Foto: irham thoriq
ADVERTISEMENT
Dari sekitar 2.000 Kepala Keluarga (KK) di Kampung Tempe Sanan, Puwantoro, Blimbing, Kota Malang, 90 persen di antaranya bergantung hidupnya pada tempe. Tempe yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi keripik tempe, sangat bergantung pada wisatawan penjualannya.
ADVERTISEMENT
Karena inilah, perekonomian warga kampung tempe Sanan begitu terpuruk karena adanya COVID-19. Berikut reportasenya.
Ramadhan kali ini, tidak seperti Ramadhan biasanya bagi Keluarga Karyati,52, warga kampung Tempe Sanan, Purwantoro, Blimbing, Kota Malang.
Lauk pauk makan yang tersaji di meja makan Karyati, tidak bervariasi sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada ayam, apalagi daging sapi."Rata-rata tempe dan tahu. Pengiritan, seadanya," kata Karyati saat ditemui di rumahnya, Jum'at (8/5).
Suasana kampung tempe Sanan, Purwantoro, Blimbing, Kota Malang. Foto: irham thoriq
Keluarga Karyati terpaksa melakukan pengiritan, karena sudah sebulan lebih dia tidak bekerja. Sebelum ada COVID-19, Karyati bekerja sebagai penggoreng tempe ke salah seorang pengusaha keripik tempe di kampungnya.
Biasanya, upah dia dalam satu minggu mencapai Rp 300.000 hingga Rp 350.000."Sekarang, karena tidak bekerja, ya tidak dapat upah," imbuhnya. Dia tidak bekerja karena keripik tempe tempat Karyati bekerja tidak produksi, karena minimnya penjualan terhadap keripik tempe.
ADVERTISEMENT
Karena tidak bekerja, keluarga Karyati hanya mengandalkan pemasukan dari suaminya yakni M. Jalal yang berjualan tempe ke Pasar Kebalen, Kota Malang."Sehari dapatnya Rp 50 ribu, itu omzet semua jadi bukan laba-nya, ya dari pendapatan itulah kita makan," imbuh perempuan satu orang anak ini.
Meski kondisi sulit, Karyati sebisa mungkin mengatur keuangannya, dan tidak berhutang."Takut kalau berhutang," ucap Karyati.
Salah satu produk keripik tempe sanan. Foto: dokumen.
Nasib tidak jauh berbeda dialami oleh M. Yusuf,31 tahun. Dia yang bekerja sebagai buruh potong tempe sudah hampir dua bulan tidak bekerja. "Dampaknya, cicilan sepeda motor saya menunggak dua bulan, orang bank sudah ke sini," katanya.
Karena inilah, dia belum lama ini pinjam ke orang tuanya. "Pinjam satu juta untuk bayar cicilan, kalau aktivitas sekarang adalah merawat sapi orang, itukan dapat uangnya beberapa bulan lagi, kalau sapi laku dan dapat untung, hasilnya dibagi dua dengan yang punya sapi," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Sulatul Karimah,46, seorang janda dengan tujuh orang anak juga mengaku terseok-seok perekonomiannya karena ada COVID-19.
Sulatul Karimah (tengah) bersama dua orang anaknya. Foto: irham thoriq
Sehari-hari, Sulatul memproduksi tempe untuk dijual di salah satu toko paling laris di Kampung Tempe Sanan, Kota Malang yakni Lancar Jaya. Sebelum Pandemi melanda, dia menyetor 300 bungkus tempe setiap hari.
Tapi, karena ada Pandemi, dia kadang setor cuma seminggu sekali atau bahkan dua kali."Dan tidak 300 bungkus, tapi 150 bungkus sekali setor, dan setornya jarang-jarang, bisa dibayangkan sendiri menurunnya," katanya.
Suasana tempat penggorengan tempe yang jarang digunakan karena produksi menurun akibat COVID-19. Foto : irham thoriq.
Karena inilah, Sulatul untuk membayar SPP sejumlah anaknya, dan kehidupan sehari-hari, harus mengambil modal."Sekarang tidak bisa menabung, dan justru memakan modalnya, sehingga modal terus berkurang," katanya."Sedangkan kalau bantuan dari pemerintah tidak pernah dapat," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Khalimah, pemilik toko oleh-oleh Swari juga merasakan keterpurukan ekonomi karena COVID-19. "Omzet turun mencapai 70 persen, tapi meski demikian karyawan tetap tidak saya kurang, tetap 8 orang, karena kasihan," katanya.
Sakinatun Najwa, salah seorang penjual sembako di toko klontong di rumahnya mengalami hal serupa."Yang beli semakin sedikit, mungkin orang-orang lagi sepi, sehingga yang beli ke toko sedikit," pungkasnya.