Konten Media Partner

Opini: COVID-19 dan Momentum Menyalakan Semangat Filantropi

18 April 2020 11:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penulis opini. Foto: dok.
zoom-in-whitePerbesar
Penulis opini. Foto: dok.
ADVERTISEMENT
Angka kasus positif COVID-19 di Indonesia terus melaju dengan cepat dan semakin mengkhawatirkan. Rendahnya kesadaran sebagian masyarakat, ditambah minimnya sarana-prasarana kesehatan memungkinkan terus mendorong kasus positif untuk menanjak naik. Tercatat, per tanggal 16 April 2020 saja, angka positif sudah mencapai hampir 5516 orang, yang tersebar di 34 provinsi. Angka tersebut sangat dimungkinkan bertambah jika kita melihat besarnya angka Orang Dalam Risiko (ODR), Orang Dalam Pemantauan (ODP), dan Pasien Dalam Pemantauan (PDP).
ADVERTISEMENT
Beragam respon masyarakat dalam menghadapi wabah COVID-19, ada yang disiplin mentaati berbagai himbauan pemerintah dengan melakukan work from home (WFH), ada yang masih beraktivitas di tempat kerja dengan tetap memperhatikan social and physical distancing, namun ada pula yang sama sekali abai. Sebagai dampak dari kepanikan banyak orang yang melakukan panic buying. Sementara itu, pemburu laba yang “memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan” terlebih dahulu memborong berbagai kebutuhan vital, seperti masker, hand sanitizer, dan Alat Pelindung Diri (APD), lalu kemudian menjualnya dengan harga selangit.
Di sisi lain, sebagai dampak banyaknya waktu luang di rumah, kebanyakan orang lebih ramai di media sosial, baik itu WhatsApp, Facebook, Twitter, maupun Instagram. Ironinya, media-media itu tanpa disadari justru tidak memberikan penguatan aspek literasi kepada masyarakat tetapi menjadi ajang penyebaran berita hoax, catatan palsu, dan kesadaran semu. Pengalaman saya, grup-grup WhatsApp yang jumlahnya ratusan lebih banyak menghilangkan kesadaran dan akal sehat seseorang, dan miskin dari kepedulian nyata. Kebanyakan orang menganggap bahwa kewajiban mereka sudah selesai hanya dengan kerja jari: copy, paste, and share.
ADVERTISEMENT
Butuh Kepedulian Nyata
Media ramai memberitakan tentang rumah sakit mengeluhkan kekurangan APD. Memang kemudian pemerintah mendapat bantuan dari beberapa negara, khususnya Tiongkok, namun melihat tren kasus dan sifat APD yang tidak dapat digunakan berulang, maka tentu rumah sakit harus menyiapkan stok yang sangat banyak. Belum lagi, berbagai kebutuhan akomidasi dan logistik lain untuk rumah sakit, tenaga medis, tenaga-tenaga yang terlibat dalam perang menghadapi wabah (berbagai instansi dan lembaga terkait), dan relawan haruslah tersedia. Kondisi ini akan menambah beban Pemerintah, ditambah nilai tukar rupiah yang keok terhadap USD dan neraca pertumbuhan serta neraca perdagangan yang “nyungsep”.
Pada titik inilah semua masyarakat, yang mengaku masih memiliki rasa cinta tanah air, untuk terlibat secara nyata. Semangat filantropi harus kita digelorakan. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi online), filantropi tidak lain adalah “cinta kasih (kedermawanan dan sebagainya) kepada sesama”.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks akademik, para dosen, mahasiswa, dan alumni-alumni perguruan tinggi yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan juta haruslah dapat menginspirasi publik untuk ikut berkontribusi dan menjadi solusi permasalahan kemanusiaan kekinian. Bukan kampus adalah “pusat cahaya dan pencerahan?” Segenap civitas akademika Perguruan Tinggi harus memulai gerakan filantropi menghadapi wabah COVID-19, dan terus berkampanye agar gerakan ini menjadi gerakan simultan di masing-masing wilayah di seluruh Indonesia untuk semakin tersebarnya nilai-nilai cinta kasih dan kedermawanan.
Contoh Nyata
Muhammadiyah adalah ormas Islam yang sejak awal telah memproklamirkan diri untuk berada di garda terdepan, membantu pemerintah dalam menghadapi wabah COVID-19. Muhammadiyah tidak hanya cepat dalam menyampaikan edaran tentang tuntunan ibadah dalam kondisi darurat COVID-19 sesuai dengan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid, tetapi dengan membentuk Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC). Di dalam konteks penanggulangan, Muhammadiyah telah telah menyiapkan RS Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sebanyak 20 untuk standby. Bahkan bila diperlukan lagi, masih bisa menambah 20 hingga 30 RS. LAZISMU, juga telah melaunching gerakan “Bersatu Hadang Corona Bersama LAZISMU”, untuk mmebantu penyediaan APD tenaga medis dan pencegahan penularan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya berhenti sampai di situ, berbagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) juga bergerak. Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), menjadi salah satu yang patut dicontoh, sebagai mana statemen perwakilan pemerintah yang sempat saya lihat di tayangan TVRI. Sebagai upaya menekan risiko, alih-alih melakukan secara manual UMM justru menurunkan perangkat drone khusus untuk membantu penyemprotan disinfektan di kawasan padat penduduk guna mencegah laju penyebaran virus corona atau Covid-19. RS UMM dan tim tanggap darurat COVID-19 UMM juga stand by 24 jam untuk melayani masyarakat, minimal konsultasi dan pelayanan trauma. UMM juga telah menyiapkan program sosial untuk membantu masyarakat sekitar yang terdampak COVID-19, khususnya masyarakat ekonomi rentan.  
Di sinilah kita melihat contoh nyata, bahwa meskipun status resmi Muhammadiyah di pemerintah adalah ormas, namun oleh warganya, Muhammadiyah lebih dikenal sebagai gerakan. Meminjam istilah Hajriyanto Y. Thohari, “Muhammadiyah lebih menampilkan sebagai gerakan amal (a philanthropical movement), bahkan gerakan amal par excellence”.
ADVERTISEMENT
Contoh tersebut tentu masih sangat sederhana dan berbasis lembaga. Berbagai berita juga telah menunjukkan berbagai aksi sosial dan kepedulian lembaga, ormas, perorangan (khususnya para crazy rich Indonesia). Tentu, jumlahnya masih sangat terbatas. Maka, sudah saatnya semua pihak bergerak. Terlebih sebentar lagi-khusus bagi Umat Islam-akan memasuki bulan suci Ramadhan. Saatnya berlomba-lomba dalam kebaikan, terlebih di waktu-waktu krusial nan mendesak ini. Semoga semangat filantropi kita semua menjadi jalan dan ikhtiar agar Allah SWT mengangkat dan memusnahkan wabah COVID-19 ini. Wallaahu a’lam bisshowab.
Oleh: Husamah - Pendidik di Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.