Pencemaran Mikroplastik di Sungai Brantas Tinggi

Konten Media Partner
6 September 2020 16:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sampah-sampah plastik yang dikumpulkan kebanyakan adalah sampah plastik rumah tangga. Foto: Ben
zoom-in-whitePerbesar
Sampah-sampah plastik yang dikumpulkan kebanyakan adalah sampah plastik rumah tangga. Foto: Ben
ADVERTISEMENT
MALANG - Peneliti dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Malang), Environmental Green Society, dan Ecoton meluapkan kekecewaan atas rusaknya kualitas air sungai Brantas di DAS Brantas kawasan Jembatan Muharto, Kota Malang, pada Minggu (6/9/2020).
ADVERTISEMENT
Aksi protes damai ini mereka lakukan dengan cara membentangkan poster bertuliskan: Brantas Gak Mbois Sam!, Prei Nyampah Nang Brantas, Reduce Single Use Plastic, Brantas Tuntas Tapi Prank, hingga motto Kaliku Resik, Uripku Becik.
Peneliti Mikroplastik UIN Malang, Alaik Rahmatullah, mengungkapkan jika dilihat dari hasil pengukuran kualitas air sungainya diketahui semakin memburuk. Tingkat pH air sungai terakhir dilakukan pada 2017 dengan hasil diketahui 7,8. Artinya, masih lebih baik.
Namun, dari pengukuran terbaru, didapati tingkat pH Sungai Brantas hari ini semakin memburuk yakni 8,4 dan TDS 300 mg/l. Artinya, sangat buruk dari pH normal air sungai sebagai syarat kehidupan yakni 7.
''Ini sebagai monitoring kualitas air yang sekarang dilanjutkan peneliti Environmental Green Society. Hasilnya, malah semakin buruk. Artinya, kesadaran masyarakat dalam membuang sampah ke sungai masih minim,'' ungkap Alaik.
ADVERTISEMENT
Dalam aksi tersebut, bahkan sejumlah warga juga masih didapati dengan cueknya membuang sampah ke sungai melalui jembatan. Di lokasi, tumpukan sampah tampak menggunung dengan bau yang tak sedap.
Dari hasil brand audit yang dilakukan, tumpukan sampah didominasi dari limbah domestik rumah tangga. Berupa sampah kemasan plastik sekali pakai dari produsen besar tanah air. Seperti produk dari PT Wings, PT Unilever, Orang Tua Group, PT Indofood, dan lain-lain.
Alaik sadar betul, pola pembuangan sampah ini terjadi karena tidak ada layanan pengangkutan sampah dari pemerintah untuk warga di kawasan bantaran sungai ini.
Selain itu, kesadaran warga di pemukiman padat ini juga sangat rendah.
Sebab itu, dia berharap kesadaran partisipasi masyarakat, pemerintah, dan produsen untuk sama-sama peduli dan menyelamatkan ekosistem air sungai. "Masing-masing dari kita semua punya andil dalam menyelamatkan air sungai," imbaunya.
ADVERTISEMENT
Alaik mengatakan, kesadaran bisa dalam bentuk kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan. Lalu, pemerintah segera mengambil kebijakan pengadaan layanan angkut sampah.
''Dan untuk produsen juga lebih aware bertanggung jawab atas produk sampah yang mereka ciptakan. Misal menciptakan kemasan produk bukan plastik atau paling tidak minimal mengedukasi konsumen, ikut kampanye akan bahayanya sampah plastik,'' harapnya.