Penjelasan Pengamat Hukum Soal Gugatan Hasil Pilkada ke MK

Konten Media Partner
10 Desember 2020 17:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
3 Paslon Bupati Malang. Foto: Ben
zoom-in-whitePerbesar
3 Paslon Bupati Malang. Foto: Ben
ADVERTISEMENT
MALANG - Hasil quick count Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, dalam Pilkada Kabupaten Malang 2020, menempatkan Pasangan Calon (Paslon) nomor urut satu, Muhammad Sanusi dan Didik Gatot Subroto (Sandi), sebagai pemenang.
ADVERTISEMENT
Paslon Sandi unggul tipis dengan perolehan 45,99 persen suara, sementara Paslon Lathifah-Didik (Ladub) mendapatkan 41,6 persen dan Paslon Heri-Gunadi mendapatkan 12,41 persen.
Hasil ini diprediksi tidak akan berbeda jauh dari hasil real count KPU Kabupaten Malang.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Hukum sekaligus Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Profesor Ahmad Shodiqi, mengatakan jika Paslon yang kalah tetap bisa menggugat hasil Pilkada Kabupaten Malang ke MK.
"Tentu yang kalah bisa menggugat, tapi harus dipastikan dulu keputusan KPU-nya," terangnya, pada Kamis (10/12/2020).
"Yang terpenting itu Paslon yang kalah harus mengemukakan bukti-bukti, dan dapat membuktikan buktinya itu. Jadi harus teliti betul menghitung blanko-blanko yang dipakai untuk menghitung suara," sambungnya.
Prof Shodiqi menuturkan, semua Paslon bisa menggugat ke MK berapapun selisih perolehan suaranya. "Kalau untuk melaporkan tidak ada batasnya, tinggal dia mendapatkan bukti yang mempengaruhi jumlah perolehan suara. Jadi, kalau dia kalah 15 biji, tapi dia bisa membuktikan bahwa penghitungannya salah," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, jika semakin kecil selisih perolehan suaranya, maka semakin ringan juga pembuktiannya.
"Kalau selisihnya kecil seperti 10 suara saja itu paling mungkin, karena pembuktiannya jadi ringan. Kalau selisihnya besar sampai 500 suara dan selebihnya maka sebenarnya bisa saja, tapi pembuktiannya juga berat," terangnya.
Jika terbukti adanya pelanggaran, maka dimungkinkan untuk dilaksanakan penghitungan ulang. "Sehingga dia bisa membuktikan kalau perhitungan itu salah dan harus dihitung kembali. Tapi kalau itu terjadi di beberapa TPS, itu bisa diminta ulang kembali penghitungannya," tuturnya.
Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) ini mengimbau, agar segera melaporkan jika ada pelanggaran. "Kalau untuk batas waktu pelaporannya lebih baik segera saja, mungkin seminggu bisa, tapi itu bisa langsung ditanyakan langsung ke MK saja," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain hasil pemungutan suara, ternyata Paslon juga bisa melaporkan pelanggaran-pelanggaran Pilkada yang lain.
"Selain itu di MK juga bisa melaporkan kecurangan money politic. Jadi misalnya di suatu daerah ada money politic dan sudah dilaporkan pada Gakkumdu, lalu kalau sudah terbukti itu pasti merugikan salah satu pihak, maka itu bisa diulang kembali pemilu di daerah itu saja," jelasnya.
Yang terparah, Paslon yang terbukti melakukan pelanggaran bisa mendapatkan sanksi diskualifikasi.
"Kalau sanksi diskualifikasi bisa saja, tapi itu tergantung bukti-buktinya. Misalnya dia incumbent, lalu mengancam anak buahnya kalau tidak memilih dia maka akan dipindah, itu nanti juga bisa dipertimbangkan oleh hakim," ungkap Mantan Hakim MK periode 2008-2013 ini.
"Yang kedua bisa saja kalau ijazah calon tersebut ternyata palsu, dia bisa dilaporkan pidana dulu. Itu nanti akan diperiksa apakah signifikan enggak mempengaruhi perolehan suaranya," pungkas pria kelahiran Blitar ini.
ADVERTISEMENT