Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten Media Partner
Potret Tradisi Syawal dengan Wayang Krucil Gunung Katu di Malang
13 Juni 2019 11:04 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB

ADVERTISEMENT
TUGUMALANG.ID- Suara gamelan mengiringi hentakan tangan dalang. Pertunjukan wayang krucil di Dusun Wiloso, Desa Gondowangi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, membetot perhatian pengunjung, Rabu (12/6).
ADVERTISEMENT
Ya, wayang krucil merupakan salah satu keragaman wayang yang ada di Indonesia. Wayang-wayang ini berada di kawasan kaki Gunung Katu dan menjadikannya memiliki sebutan lain, yaitu Wayang Krucil Ereng-ereng Gunung Katu. Wayang ini terbuat dari kayu pule dan kulit sapi.
Wayang ini usianya sudah lebih dari seratus tahun. Mbah Cilung, sosok warga setempat yang dikenal sebagai empunya wayang ini. Lalu, turun ke Mbah Taram, lalu turun ke Mbah Tarum. Selanjutnya, turun ke Mbah Ngarimun.
Kini, wayang ini dilestarikan oleh generasi kelima yakni Mbah Saniyem. Umur Mbah Saniyem sudah 95 tahun. Dalam pertunjukan tersebut, Mbah Saniyem datang menonton.
Pertunjukan wayang krucil menampilkan lakon tentang masuknya Islam di Jawa, berdasarkan Hikayat Panji."Tokoh utamanya ada Panji, Damar Wulan, dan Mbah Gimbal,” kata Drais Kartono, salah satu menantu dari Saniyem.
ADVERTISEMENT
Setiap pagelaran wayang, terdiri dari beberapa orang yang memegang peran. Mulai dalang, pengiring musik, hingga juga sinden. Kebanyakan dari mereka berusia lebih dari 50 tahun, hanya satu yang berkepala empat. Dia adalah penabuh kendang yakni Susio yang usianya 45 tahun.
Bahkan, ada penabuh kendang bernama Dolah yang sudah berusia 70 tahun. Meskipun orang-orang di dalamnya bisa dikatakan berumur, namun setiap pementasan ramai dikunjungi warga untuk menonton. Guyonan dalang saat memainkan wayang banyak mendatangkan tawa.
Setiap pementasan wayang kebanyakan diinisiasi oleh orang-orang ini, tetapi ada juga yang berusia muda dalam tahap belajar. "Sebenarnya masih ada beberapa anggota yang usia muda, namun masih dalam proses belajar," kata Susio.
Pagelaran wayang tersebut sudah menjadi tradisi turun-temurun. Pada hari ke-8 bulan syawal (hari raya Idul Fitri). "Pas sedinten mantun riyoyo lontong (tepat satu hari setelah hari raya ketupat),” kata Drais Kartono, berbahasa jawa.
ADVERTISEMENT
Pegelarannya selalu dilaksanakan di pelataran rumah Saniyem. Sebab, hanya ia satu-satunya orang yang memiliki wayang tersebut.
Reporter: Bayu Eka Novanta
Editor: Irham Thoriq