Seno Gumira: Karya Sastra Berisi Do'a, Buang!

Konten Media Partner
27 Juli 2019 16:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Seno Gumira Ajidarma dalam acara talkshow tentang kepenulisan kreatif di Festival Patjar Merah di Bioskop Kelud, Kota Malang, Sabtu (27/7). Foto : Muhammad Sadheli/tugumalang.id
TUGUMALANG.ID-Sastrawan dan wartawan senior Seno Gumira Ajidarma tak segan-segan membeberkan tips untuk memenangkan lomba kepenulisan sastra. Terlebih, untuk karya yang dia juri. Setidaknya, dalam menulis sebuah sastra harus ada tiga mitos yang harus dibuang jauh oleh penulis. Di mana tiga mitos tersebut yang sering menjadi salah kaprah dalam memahami sastra.
ADVERTISEMENT
"Pertama, sastra itu curhat (curahan hati)," ucap Seno dalam acara workshop yang digelar di acara Patjar Merah di Bioskop Kelud, Malang, sabtu (27/7). Menurutnya, sastra adalah karya yang serius dan berdasarkan pemikiran yang jelas. "Jadi, perkara curhat nyelip, biarin aja," ungkapnya.
Seno juga menegaskan, mitos ini kerap menjadi label sastra. Padahal, sastra bukan sekadar curahan hati seseorang. Lebih dari itu, karya sastra merupakan pemikiran kuat dari sebuah untuk menggugah emosi pembaca.
Kedua, rasa mendayu-dayu selalu dikaitkan dengan sastra. Seno tidak setuju dengan hal tersebut. "Mendayu-dayu itu pura-pura sastra, kecuali meledek," kekeh penulis buku 'Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara' ini. Terakhir, lanjut Seno, isi karya sastra adalah pedoman hidup.
ADVERTISEMENT
"Kalau pedoman hidup, isinya nasehat-nasehat, itu sudah ada agama," jelas sastrawan berusia 61 tahun tersebut. Lebih dalam lagi, karya sastra seharusnya membongkar pedoman hidup dari sebuah agama. Bukan membuatnya. Dari pengalamannya sebagai juri, selama karya yang dia baca berisi doa, tak segan langsung ia buang. "Paragraf pertama itu paling penting, kalau isinya doa, buang!" tutupnya.
Sementara itu, Patjar Merah adalah festival buku keliling. Tak hanya menjual buku, ada banyak even yang akan digelar hingga 4 Agustus ini.“Literasi tidak melulu tentang buku. Lebih dari itu, segala hal yang menyangkut teks dalam wujud apapun, segala bentuk komunikasi yang menuntut pemahaman mendalam itu juga termasuk dalam dunia literasi,” ucap Irwan Bajang, ketika menjelaskan mengenai 70 narasumber yang akan datang dan mengisi kemeriahan patjarmerah - Festival Kecil Literasi dan Pasar Buku Keliling. Bajang adalah salah satu inisiator patjarmerah, bersama rekannya, Windy Ariestanty. Mereka telah memulai kegiatan ini sejak Maret lalu di Jogjakarta. Setelah sukses pada acara sebelumnya, dan berhasil mendatangkan kunjungan hingga lebih dari 40.000 orang, patjarmerah kali ini melanjutkan perjalanannya ke Kota Malang. Selama sembilan hari, sejak 27 Juli hingga 4 Agustus mendatang, festival ini akan digelar dan dipusatkan di bekas Bioskop Kelud, Klojen, Kota Malang.
ADVERTISEMENT
Reporter : Muhammad Sadheli
Editor : Irham Thoriq