Tantangan Digitalisasi Batik Saat Pandemi COVID-19 di Kediri

Konten Media Partner
2 Oktober 2020 15:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses mencanting batik di Wecono Asri, Kelurahan Dandangan, Kota Kediri.
zoom-in-whitePerbesar
Proses mencanting batik di Wecono Asri, Kelurahan Dandangan, Kota Kediri.
ADVERTISEMENT
KEDIRI- Pandemi COVID-19 menyerang semua sektor, tak terkecuali industri rumahan seperti batik. Sempat terhenti beberapa bulan, Kasiana, pebatik asal Kelurahan Dandangan, Kecamatan Kota, harus memutar otak untuk melanjutkan bisnisnya. Pasalnya, selama pandemi ini ia telah merumahkan beberapa karyawan.
ADVERTISEMENT
Pemilik rumah batik Wecono Asri ini akhirnya juga menjual peralatan batik, sehingga tidak hanya mengandalkan produk batiknya saja. Perempuan 70 tahun ini mengakui hal yang paling dibutuhkan saat pandemi ialah peranan digitalisasi.
Pembatik motif garuda di Galeri Wecono Asri.
“Sebelum pandemi 10 karyawan, tapi sekarang tinggal 5 saja,” kata Kasiana. Ia mengawali kegiatan membatik ini sejak 2006 silam. Ketika sebelum pandemi, ia dalam sebulan bisa menjual sekitar 20 helai batik dengan khas Kediri. Seperti motif unggulan Kilisuci, Panji Galuh, Jaranan, Garuda dengan menggunakan warna alam. Sekarang hanya sekitar 10 helai saja. Ia menjelaskan untuk menjalankan pemasarannya tak bisa semudah dahulu. “Banyak pesanan yang dibatalkan dan ditunda karena Corona,” imbuh ibu lima anak ini.
Sekarang, ia berusaha membuat website sendiri untuk memperkuat pemasaran. Meskipun sudah ada produknya yang masuk dalam beberapa platform digital. Kasiana mengakui perlu adanya dorongan pembuatan website, agar pemasarannya semakin cepat berkembang.
Kasiana memperlihatkan motif Kuda Lumping khas Kediri.
Ia menyadari banyak hal yang dibutuhkan untuk memaksimalkan pemasaran dengan digital. Seperti, teknik foto produk, pengunggahan produk, hingga pembuatan caption untuk produknya. “Ini kan perlu tim sendiri, kalau dikerjakan sendiri sudah nggak bisa,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Selain faktor usia, Kasiana merasa perlu bantuan generasi muda dalam mengembangkan bisnisnya secara digital. Kendalanya, kata Kasiana, ialah memberi gaji untuk pengembang websitenya. Sehingga, sementara ia masih menggunakan media sosial saja. “Sebenarnya pingin banget buat digital seperti itu,” pungkasnya.