Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Toko Riang dari Masa ke Masa, 70 Tahun Bertahan dalam Sunyi
17 Januari 2021 15:47 WIB
ADVERTISEMENT
MALANG - Bicara Kota Malang, tak bisa lepas dari kawasan Kayutangan. Sebab disanalah, jejak peradaban kota ini dimulai. Di sepanjang kawasan bekas pusat perniagaan utama zaman Hindia Belanda itu, berderet bangunan-bangunan tua peninggalan kolonial yang masih kokoh berdiri hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
Satu bangunan yang masih berdiri adalah Toko Riang. Usianya sudah mencapai sekitar 70 tahunan. Lokasi persisnya terletak di sebelum gedung bekas Bioskop Merdeka jika datang dari arah utara.
Keberadaannya sebagai saksi bisu sejarah Kota Malang pun melekat. Usut punya usut, toko ini sempat beberapa kali beralih fungsi.
Tugu Malang ID beruntung. Punya kesempatan berkunjung mendengar kisah nostalgia dari pelaku sejarahnya langsung, Endah Sumarni. Usianya beranjak 64 tahun. Namun Endah bukanlah pemilik asli. Pemilik asli gedung ini adalah keluarga peranakan Tionghoa asli Malang. Namanya Darwanto yang tutup usia pada 2001 lalu.
Endah sendiri sebenarnya bukan bagian anggota keluarga besar Darwanto. Hanya saja, Endah dan Darwanto yang terlibat aktif mengurus segala tetek bengek aset bangunan mulai sejak awal berdiri. Sampai-sampai, Darwanto di akhir hidupnya memberi wasiat kepada Endah untuk terus menjaga ruh Toko Riang seperti di masa jaya-jayanya dulu.
ADVERTISEMENT
''Saya ini anak ngapek (adopsi). Saya asli Blitar, tapi sejak kecil sudah di-apek sama Ko Darwanto. Bantu-bantu almarhum mulai kecil. Sampe sekarang saya disini, karena diwasiati untuk merawat aset ini biar nafasnya tetap ada,'' tutur Endah, dengan semangat.
Dulunya, kata Endah, Toko Riang sudah berdiri sejak 1950-an. Menjadi jujugan warga untuk membeli palen atau kebutuhan sehari-hari, bedak, kain, hingga daster hasil kerajinan tangan khas Malangan.
Lalu, sekitar 1980-an, toko ini disewakan menjadi toko buku. Namanya tetap tak berubah. Toko Buku Riang.
Beberapa tahun setelahnya, juga sempat jadi kantor pusat Bank BCA. Bukti otentiknya juga masih ada. Di belakang toko ada semacam ruangan kecil dengan pintu teralis besi. ''Itu dulu gudang uang. Ada kenop brankas juga dulu disitu,'' ujar Endang menujuk pintu teralis besi di dekat dapur kafetaria.
ADVERTISEMENT
Hingga kemudian sekitar tahun 1993, barulah Toko Riang kembali jadi unit bisnis toko palen keluarga. Tapi mulai sepi. Akhirnya, Darwanto menyekat toko menjadi dua bagian untuk dimanfaatkan sebagai kafetaria atau rumah makan sederhana.
Menunya sederhana. Berupa makanan-makanan Jawa meski si pemilik berdarah Tionghoa. Rasanya pun otentik karena dibuat dengan resep turun-temurun dengan perpaduan karakter khas masakan Cina. Seperti Nasi Goreng, Bakmie, Cap Cai, Nasi Telur, Nasi Oseng, Cah Sawi, hingga minuman rempah tradisional.
''Kalau dulu ya almarhum sendiri yang masak. Dia memang suka masak. Selain menu masakan Jawa lainnya, sejak dulu, ada jajanan favorit yang sering dipesan orang-orang disini. Ada jemblem dan singkong goreng. Itu tetep laris sampe sekarang,'' tuturnya.
ADVERTISEMENT
Singkong goreng dan jemblem itu seolah membuka lorong waktu pada ingatan wanita energik ini. Dulu, kisah dia, di warung kecil dan sederhana itu, tiap harinya dikunjungi pelanggan setia untuk sekedar makan siang. Menikmati sejumlah kudapan dengan secangkir kopi.
''Kami semua dulu sibuk. Bolak-balik dari dapur ke toko antar pesanan. Capek sekali, tapi yang terasa hanya senang saja, gak kerasa. Dulu disini serasa hidup,'' ujarnya.
Dari resep masa lalu itulah, Toko Riang bisa tetap hidup dan ada sampai sekarang. Meski bisa dibilang eksistensinya digerus habis modernisasi. Namun, Endah tidak ingin berharap banyak. Sederhana saja, dia hanya ingin menjaga kepercayaan mendiang untuk melanjutkan kebanggaan masa lalu Toko Riang.
''Lagipula bangunan ini tidak boleh dijual karena jadi aset cagar budaya Kota Malang. Mau gak mau harus tetap hidup dengan cara apapun, sampai kapanpun,'' ujarnya dengan mata menerawang, namun tetap dengan nada riang. Seriang namanya.
ADVERTISEMENT