WAMTI Kabupaten Subang Dorong Petani Sejahtera

Konten Media Partner
29 Oktober 2020 9:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical

Lewat Kegiatan Peningkatan Produksi dan Pemasaran Hasil Padi

WAMTI Kabupaten Subang . Foto: dok
zoom-in-whitePerbesar
WAMTI Kabupaten Subang . Foto: dok
ADVERTISEMENT
SUBANG - Tingkat perekonomian Masyarakat di Kabupaten Subang, mayoritas dipengaruhi oleh laju pendapatan sektor pertanian. Namun disisi lain, bidang tersebut masih kerap menghadapi permasalahan terkait Sarana Produksi Pertanian (Saprodi) maupun pemasaran hasil pertanian.
ADVERTISEMENT
Berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten Subang maupun Pemerintah Pusat, Organisasi Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI) berkomitmen untuk mendorong, mendampingi, dan menekan kendala yang dihadapi oleh para petani, khususnya di Kabupaten Subang.
WAMTI melakukan sosialisasi dan pendampingan bersama Petugas Balai Penyuluhan Pertanian di tingkat Kecamatan (PPL, UPTD Pertanian, dan POPT) yang ada di Kabupaten Subang.
WAMTI Kabupaten Subang . Foto: dok
Mereka melayani petani dengan Perencanaan dan Sosialisasi Percepatan Musim Tanam, Gerakan Pengendalian (Gerdal) Hama tikus secara massal, hingga Fasilitasi Registrasi YESS Program untuk pemuda dan pemudi tani usia 17-38 tahun.
Program YESS ini menjadi salah satu sinergi antara program Kementerian Pertanian (Kementan) dan IFAD yang dirancang untuk menggandeng generasi muda tani, serta regenerasi petani di perdesaan, untuk menjadi wirausahawan muda sekaligus tenaga kerja profesional di bidang pertanian.
ADVERTISEMENT
"Untuk Kabupaten Subang saja, kuota untuk bisa terserap sekitar 10 ribu orang yang akan dijadikan Pemuda- Pemudi Wirausahawan Tani," ujar Pengurus WAMTI Kabupaten Subang, Johana Satar.
WAMTI Kabupaten Subang . Foto: dok
Disamping itu, pihaknya juga terus menerapkan pendampingan untuk mengawal peningkatan hasil produksi dan pemasaran padi yang optimal.
"Dengan harapan mampu mensejahterahkan para petani, termasuk menghasilkan sesuatu yang dapat dirasakan oleh masyarakat pada umumnya," ujar Johana.
"Secara umum, gambaran kondisi untuk musim lalu, Musim Tanam Gadu II 2020 (katiga atau musim kemarau), produksi padi mayoritas unggul dan mendapatkan hasil yang memuaskan," bebernya.
WAMTI Kabupaten Subang . Foto: dok
Lanjut dia, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya curah hujan yang cukup dan penyinaran matahari yang penuh, disertai dengan pengaturan irigasi pengairan yang baik dan ketersediaan sarana produksi yang cukup.
ADVERTISEMENT
Untuk pengawalan peningkatan produksi padi, pihaknya melakukan pendampingan dari tahapan awal sebelum tanam, sampai tanaman padi siap panen hingga pasca panen.
"Budidaya tanaman padi sawah ini melibatkan unsur para petani. Termasuk para Pemuda Tani juga terlibat di dalam usaha budidaya tersebut. Alhamdulillah, jadi pemerataan kerja ada di sini. Walaupun untuk usia produktif dibawah 40 tahun," paparnya.
WAMTI Kabupaten Subang . Foto: dok
Sementara untuk bagian pemasaran hasil pertanian, para petani menjual hasil panennya kepada tengkulak atau bandar. Harga beli yang ditawarkan cukup bagus sesuai dengan pangsa pasar di wilayah Dejabotabek dan sekitarnya.
"Memang cara yang cepat untuk menerima uang seperti itu (menggunakan tengkulak). Apabila gabah padi dikeringkan, untuk Gabah Kering Giling (GKG) ini memang harganya lebih tinggi bila dibandingkan dengan Gabah Kering Panen (GKP), tetapi memerlukan biaya pengeluaran untuk proses pengeringannya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pada umumnya, lanjut dia, GKP maupun GKG harga beli pemerintah masih rendah bila dibandingkan dengan harga beli tengkulak.
"Pasarannya masih dibawah standar, kecuali jika ada kebijakan khusus patokan harga beli oleh pemerintah yang melebihi harga tengkulak," imbuhnya.
Sehingga, pihaknya mendorong agar pemerintah mempunyai keberanian untuk membeli gabah di tingkat petani dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang ditawarkan oleh tengkulak.
Belum lagi, Johana menjelaskan, orientasi petani dulu dengan petani saat ini sudah berbeda. Dulu, petani bercocok tanam sebagai rutinitas. Kini, petani dituntut untuk mencukupi kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Mulai dari kebutuhan gizi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya yang tak bisa ditunda lagi.
"Kalau di Asia atau di Jepang, petani padi sawah kalau setelah panen bisa menikmati hasil panennya dengan gaya kehidupan kelas menengah ke atas. Tapi di Indonesia, cara ini hanya dirasakan oleh kepemilikan lahan yang cukup luas saja. Kalau petani dengan luasan lahan di bawah 2 Ha paling terpenuhi untuk membayar hutang dia selama usaha membudidayakan taninya dan buat bayar keperluan lain," tandasnya.(ads)
ADVERTISEMENT