Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
5 Puisi Wiji Thukul yang Menggetarkan Hati
20 Mei 2017 18:51 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Tutur Literatur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
"Hanya ada satu kata: Lawan!" menjadi peluru perlawanan yang sering disuarakan. Kata-kata itu terus bergerak menembus zaman untuk menentang ketidakadilan. Kalimat sakti yang mampu membuat jiwa bergelora itu merupakan racikan kata-kata yang berasal dari buah pikir Wiji Thukul.
ADVERTISEMENT
Wiji adalah seorang aktivis hak asasi manusia serta sastrawan yang getol menyuarakan protes terhadap pemerintahan Orde Baru. Pada masa itu, penyair rakyat ini dianggap berbahaya karena sajak-sajak yang disuarakannya mengandung unsur propaganda.
Hidup sebagai 'Wong Cilik' dan berkawan dengan kaum marjinal menjadi sumber inspirasi bagi Wiji. Realitas sosial yang dilihatnya sehari-hari, dipotretnya dengan menggunakan cara sendiri.
Bila kita cermati, bait-bait puisi Wiji teruntai dalam diksi sederhana tanpa basa-basi, tidak muluk-muluk dan mudah dimengerti oleh banyak orang dari berbagai kalangan.
Puisinya kebanyakan memaparkan ketidakadilan dan penindasan yang mampu menggetarkan dan membangkitkan semangat untuk melawan kesewenang-wenangan pemerintah saat itu.
Di antara banyaknya puisi Wiji Thukul tentang perlawanan, berikut ini adalah 5 puisi yang masih relevan dengan situasi saat ini dan mampu menggetarkan hati kita semua.
ADVERTISEMENT

1. PERINGATAN
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!.
(Wiji Thukul, 1986)

2. SAJAK SUARA
sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
ADVERTISEMENT
apabila engkau memaksa diamaku
siapkan untukmu: pemberontakan!
sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan

3. BUNGA DAN TEMBOK
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
ADVERTISEMENT
Dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di manapun – tirani harus tumbang!

4. TENTANG SEBUAH GERAKAN
Tadinya aku pingin bilang
aku butuh rumah
tapi lantas kuganti
dengan kalimat
SETIAP ORANG BUTUH TANAH
ingat: Setiap orang
aku berpikir
tentang sebuah gerakan
tapi mana mungkin
aku nuntut sendirian
aku bukan orang suci
yang bisa hidup dari sekepal nasi
dan air sekendi
aku butuh celana dan baju
untuk menutup kemaluanku
aku berpikir
tentang sebuah gerakan
ADVERTISEMENT
tapi mana mungkin
kalau diam

5. NYANYIAN AKAR RUMPUT
jalan raya dilebarkan
kami terusir
mendirikan kampung
digusur
kami pindah-pindah
menempel di tembok-tembok
dicabut
terbuang
kami rumput
butuh tanah
dengar!
Ayo gabung ke kami
Biar jadi mimpi buruk presiden!
