Konten dari Pengguna

Hambatan Ekonomi Indonesia Tahun 2022, Inflasi Sampai Perlambatan Ekspor

Tutut Solikah
Masih sedang kuliah Mahasiswa program studi ekonomi pembangunan Universitas muhammadiyah malang
6 April 2022 14:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tutut Solikah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi inflasi pada saat pandemi covid-19 https://shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi inflasi pada saat pandemi covid-19 https://shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Tahun 2022 hanya tinggal beberapa saat lagi, Pemulihan Ekonomi di Indonesia diharapkan akan berlanjut, Pemerintah Indonesia selalu optimis pada Pertumbuhan Ekonomi akan berada pada kisaran 5-5,5 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
ADVERTISEMENT
Pemerintah juga memperkirakan pada Pemulihan Ekonomi di Indonesia akan tetap berlanjut dan menguat meskipun banyak sejumlah risiko dan tantangan yang akan membayangi pada target tahun 2022, apalagi adanya virus corona jenis baru varian omicron yang tengah merebak di berbagai negara. Varian omicron ini ditemukan pertama kali di Negara Afrika Selatan dan pada saat ini sudah masuk di Indonesia, dengan adanya virus jenis baru ini ada sejumlah ekonomi di Indonesia yang harus diantisipasi.
Chief Economist Mandiri Sekuritas Putra Rinaldy mengatakan “kesenjangan inflasi atau kenaikan antara indeks harga konsumen dan produsen hal ini bisa dilihat dari tingginya inflasi di tingkat produsen yang melampaui 7% sedangkan inflasi di tingkat konsumen masih tumbuh di bawah 2 %,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Leo juga menambahkan pada webinar Insurance outlook 2022, selasa (21/12/2021) “saya melihat inflasi di Indonesia paling rendah dibandingkan dengan negara lain, padahal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di atas rata-rata,”jelasnya.
Pemerintah juga menilai Indonesia saat ini harga komoditas melonjak tinggi dan daya beli masyarakat juga masih rendah namun Pemerintah selalu optimis karena seiring dengan Pemulihan Ekonomi kedepan sejalan dengan pemulihan daya beli masyarakat, maka dengan itu keseimbangan akan bisa terwujud.
Selain itu, normalitas pada Kebijakan Moneter Bank Sentral global, khususnya Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (Fed). The fed pada Federal Open Market Committee (FOMC) Desember terlihat akan memberi sinyal potensi terhadap kenaikan Federal Fund Rate (FFR) lebih dini dan lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita lihat sebelumnya the Fed hanya expect Federal Fund Rate-nya hanya naik 25 bps tahun depan, sekarang jadi naik 75 bps, jadi ada revisi 50 bps,” tutur Leo.
Kemudian pada pengurangan pembelian aset yang dilakukan oleh otoritas moneter AS juga semakin besar dari awal US$15 miliar kini menjadi US$30 miliar. Sementara itu, ekonomi Bank Permata Josua Pardede juga menilai berkurangnya tingkat net ekspor di tahun 2022 dibandingkan tahun ini, ini bisa menjadi risiko yang perlu harus kita perhatikan lagi hal ini, seiring dengan semakin meningkatnya impor akibat kebutuhan manufaktur yang tinggi.
Pemerintah juga menambahkan “diperkirakan komponen ini akan cenderung turun, seiring dengan kenaikan impor akibat kebutuhan manufaktur yang tinggi, diikuti oleh normalitas harga komoditas global,” tuturnya pada Senin (20/12/2021)
ADVERTISEMENT
Menurut Pemerintah hal tersebut akan menjadi salah satu tantangan pada pertumbuhan ekonomi di tahun 2022, padahal net ekspor menjadi salah satu pendorong yang terbesar pada pertumbuhan ekonomi selama pandemi Covid-19, di Indonesia sendiri pada November 2021 telah membukukan tren surplus selama 19 kali sejak Mei 2020.
Sejalan dengan penurunan ekspor tahun 2022 konsumsi rumah tangga dan investasi juga diperkirakan akan mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, Pemerintah juga memperkirakan peningkatan pada investasi 2022 dipicu oleh menariknya penanaman modal di Indonesia sejalan dengan semakin kembalinya mobilitas ke level pandemi Covid-19.
Pemerintah juga mengatakan “peningkatan pada sisi investasi kemudian akan mendorong pembukuan lapangan pekerjaan, sehingga pasar tenaga kerja Indonesia semakin membaik dan hasil daya beli masyarakat juga ikut mendorong naik,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah berpendapat ada sederet ancaman terhadap Perekonomian Indonesia tahun 2022, yang pertama Sri Mulyani melihat adanya ancaman virus varian baru omicron, yang kedua tapering akan dilakukan Bank Sentral AS, The Fed karena bisa dilihat ekonomi AS kini mulai membaik, maka dari itu ditandai dengan inflasi tertinggi sepanjang sejarah sebesar 6,8 persen hal ini akan memicu Bank Sentral melakukan normalisasi kebijakan dengan mengurangi stimulus, ketiga yaitu persoalan pada krisis rantai pasokan yang mulai membaik oleh karena itu maka Indonesia harus tetap waspada.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dalam konferensi pers APBN, selasa (21/12/2021) “kita harus waspada terhadap ekonomi Indonesia terutama dari dinamika global, baik ekspor impor, inflasi, nilai tukar rupiah dan komoditas,” tegasnya.
ADVERTISEMENT