Hilirisasi Nikel Indonesia: Proses Pengolahan dari Tambang Hingga Produk Jadi

Tio Putra Wendari
Dosen Departemen Kimia Universitas Andalas dan Peneliti Ilmu Material Sebagai Bahan Penyimpan Energi
Konten dari Pengguna
15 April 2024 10:29 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tio Putra Wendari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mineral Nikel Hasil Pertambangan (Sumber: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Mineral Nikel Hasil Pertambangan (Sumber: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia, sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia (setara dengan 23% cadangan dunia), memegang peranan kunci dalam pasokan global bahan baku nikel. Saat ini, nikel menjadi fokus utama dalam upaya hilirisasi industri mineral di Indonesia. Namun, sedikit yang memahami perjalanan kompleks dari tahap pertambangan yang melibatkan eksplorasi, ekstraksi, hingga produk jadi, yang memegang peran penting dalam menggerakkan perekonomian nasional. Mari kita telusuri bersama perjalanan yang kompleks menuju hilirisasi nikel ini.
ADVERTISEMENT
Pada tahap awal, eksplorasi sumber daya alam nikel dilakukan untuk menemukan deposit nikel di berbagai wilayah Indonesia. Pada tahun 2020, Indonesia memiliki 292 izin penambangan nikel. Sebagian besar konsesi berada di Pulau Sulawesi dan Pulau Halmahera, karena pulau tersebut memiliki sebagian besar cadangan nikel nasional. Selain itu, daerah-daerah lain seperti Papua, Maluku, dan Kalimantan juga memiliki potensi besar dalam industri pertambangan nikel.
Nikel biasanya ditemukan dan ditambang dalam bentuk dua mineral utama, yaitu nikel laterit atau nikel sulfida. Nikel sulfida terbentuk di lingkungan geologi yang lebih dalam dan lebih panas, sedangkan nikel laterit terbentuk dari proses pelapukan panjang batuan peridotit oleh cuaca tropis yang panas dan lembab. Proses penambangan juga bervariasi tergantung pada jenis mineral yang ditemukan. Penambangan bijih sulfida melibatkan teknik penambangan subteran yang kompleks, sementara bijih laterit dieksploitasi melalui penambangan permukaan dan ekstraksi terbuka.
ADVERTISEMENT
Bijih nikel kemudian dihancurkan dan diproses untuk memisahkan nikel dari mineral-mineral pengotor lainnya melalui berbagai teknik pemisahan fisika dan kimia. Proses pemecahan bijih dilakukan dengan menggunakan crusher dan grinder untuk menghasilkan partikel-partikel yang lebih kecil. Untuk bijih sulfida, mineral nikel dipisahkan dari bahan limbah melalui proses flotasi selektif. Selain itu, karena beberapa sulfida yang mengandung nikel bersifat magnetik, pemisah magnetik dapat digunakan sebagai gantinya, atau bersamaan dengan flotasi.
Proses pengolahan nikel di Morowali Industrial Park, Indonesia (Sumber: Shutterstock)
Pengolahan bijih laterit memerlukan upaya besar karena mengandung banyak air (dalam kisaran 35 hingga 40 persen dalam bentuk hidroksida). Proses pengeringan dan pemisahan air diperlukan terlebih dahulu sebelum peleburan. Ini dilakukan menggunakan tungku besar seperti rotary-kiln furnaces. Nikel kemudian diekstraksi dari campuran dengan menggunakan pelarut kimia atau elektrolisis.
ADVERTISEMENT
Tahap selanjutnya adalah pemurnian bijih nikel untuk menghilangkan kotoran dan mineral-mineral lainnya, sehingga diperoleh nikel dalam bentuk yang lebih murni. Proses pemurnian melibatkan penggunaan reaksi kimia, pemanasan, atau teknik pemisahan lainnya. Kotoran yang dihasilkan dari proses pemurnian ini biasanya berupa slag atau terak yang mengandung berbagai mineral pengotor seperti silika, besi, dan kromium.
Setelah tahap pemurnian, bijih nikel dapat dikonversi menjadi bentuk kimia yang lebih mudah untuk digunakan dalam proses selanjutnya, seperti nikel sulfida atau nikel oksida. Produk konversi ini kemudian dapat diproses lebih lanjut melalui proses hidrometalurgi, untuk mendapatkan nikel murni. Proses ini dengan memberikan arus listrik ke dalam larutan nikel atau yang lebih dieknal sebagai proses elektrolisis. Nikel akan terdeposisi pada elektrode negatif dan kemudian dapat dikumpulkan dan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan produk nikel yang sangat murni.
Produk hilirisasi baja anti karat (Sumber: Shutterstock)
Tahap hilirisasi telah menjadi fokus utama pemerintah Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah produk domestik dan memacu pertumbuhan ekonomi. Pemerintah telah mengimplementasikan berbagai kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan mendorong produksi produk jadi. Produk hilirisasi tersebut mencakup produksi katoda untuk baterai lithium-ion, paduan nikel untuk baja anti karat, komponen listrik, dan peralatan rumah tangga. Beberapa proyek pengembangan pabrik baterai berbasis nikel telah menjadi perhatian khusus pemerintah, sebagai bukti nyata bahwa hilirisasi nikel bukan hanya sebuah wacana. Seperti proyek oleh PT Trimegah Bangun Persada Tbk melalui anak perusahaannya PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) yang akan memproduksi nikel sulfat sebagai material utama untuk baterai kendaraan listrik. Selain itu, PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power yang berbasis di Karawang akan memulai produksi massal sel baterai kendaraan listrik pertama di Asia Tenggara ini pada bulan April 2024.
ADVERTISEMENT
Melalui proses pengolahan yang kompleks ini, Indonesia berpotensi mencanangkan gerakan hilirisasi untuk memajukan perekonomian nasional dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam nikel yang melimpah.