Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Belajar dan Berproses Bersama di Sirna Dalane Pati
20 Mei 2024 7:48 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai mahasiswa perfilman yang memilih untuk kurang aktif dalam pembuatan film , tentu cukup mengagetkan ketika salah satu teman mengajak untuk bergabung dalam pembuatan film tugas akhirnya. Karena gue sama sekali nggak kepikiran ke arah sini sebelumnya, walaupun sering terlibat dalam beberapa proyek sebagai content writer, yang satu ini gue diminta membantu langsung dalam ranah produksi yang sama sekali belum pernah gue cicipi sebelumnya.
Tawaran ini berlangsung cukup sulit untuk akhirnya gue terima dengan segala konsekuensinya. Awal pertama kali Ben ngajak gue gabung ke dalam kru tugas akhirnya bermula karena gue sering nongkrong bareng dia dulu sama Arya, sebelum mereka berdua akhirnya memutuskan untuk sesering mungkin terlibat dalam produksi film.
Hingga akhirnya, pada akhir April 2023 lalu, gue mengiyakan ajakan itu untuk ikut dalam kru pembuatan film tugas akhir Ben dan Novandie, yang pada akhirnya membuat gue ikut terjebak dalam ranah produksi film. Sebelumnya, hanya sebagai penuntasan mata kuliah dan membantu teman, tapi ini jadi lebih daripada itu. Ikut turun dan memikirkan konsep dari pra-produksi hingga pasca-produksi karena jobdesk gue sebenarnya adalah produser pasca, namun karena kegoblokan gue pribadi, gue ikut-ikutan dalam pra-produksi dan produksi walaupun dengan kontribusi yang minim tentunya.
Mengikuti perjalanan pembuatan film "Sirna Dalane Pati" dari awal membuat gue makin yakin dua teman baik gue tersebut adalah orang gila. Berhasil mengumpulkan sekitar 60 kru dengan waktu yang mepet, mencari-cari lokasi pengambilan gambar hingga membuat timeline produksi mundur, proses casting yang ribet, hingga dana yang terbatas. Gue sebenarnya sempat mencoba membantu lewat jalur mencari sponsor yang berujung agak sia-sia, menghabiskan beberapa waktu persiapan. Pitching gagal, kesepakatan nggak terjadi, dan nggak ada jaminan fresh money yang bisa masuk ke kantong produksi.
Film "Sirna Dalane Pati" akhirnya masuk produksi, bertempat di Jember dengan beberapa lokasi pengambilan gambar. Rumah utama yang kita berhasil dapatkan izinnya dengan negosiasi yang cukup pelik di Kebonsari, sekolah menengah pertama di daerah Slawu, perkebunan tebu dan karet di Kalisanen, lalu terakhir rumah tua yang menjadi alasan mundurnya timeline produksi karena tidak terbitnya izin dari salah satu instansi walaupun sudah dibantu oleh Dinas Pariwisata sekalipun. Dari perizinannya saja, membuat semua kru was-was. Tapi nyatanya produksi dengan waktu 8 hari itu berjalan dengan lancar walau tentu tak menampik adanya beberapa hambatan.
ADVERTISEMENT
Produksi film ini bisa gue kategorikan sebagai salah satu produksi film yang seru karena tantangan-tantangannya nggak hanya berakhir di masa pra-produksi dan produksi saja. Dari kru yang tiba-tiba jatuh sakit, bentrok dengan persiapan gue yang terlibat di produksi film lain, bahkan hingga perizinan arus listrik yang membuat gue sempat geleng-geleng kepala.
Selama delapan hari kurun waktu pengambilan gambar gue nggak hadir penuh, karena porsi gue hanya membackup produser utama jika berhalangan hadir atau memang sedang dibutuhkan di set. Tapi anehnya walaupun ada spare waktu, skripsi gue juga nggak selesai-selesai ya? Hahaha.
Masuklah kita ke ranah pasca-produksi. Setelah lelah dengan semua produksi film, di mana gue terlibat di ketiga film yang sedang berlangsung saat itu, baik gue, Ben, dan Novandie mencoba mengatur waktu dan timeline pasca-produksi kembali karena timeline kita sempat berantakan dan nggak berjalan sebagaimana mestinya. Dari kafe ke kafe, co-working space, sampai kampus yang kita bicarakan hanya perihal ranah pasca yang harus segera diputuskan pada bulan Februari lalu. Cekcok sudah jadi makanan sehari-hari kita bertiga, bahkan sampai pada titik membahas hal di luar ranah pasca-produksi yang kalau sekarang gue ingat jadi hal yang konyol sih untuk diperdebatkan, toh setengah dari perdebatan itu tidak terjadi dan bahkan nggak sempat direalisasikan.
ADVERTISEMENT
Usai segala perdebatan dan timeline pasca-produksi, mulailah tahap pengerjaan yang mereka lakukan secara terpisah dan berbarengan. Dari rough cut, scoring, pembenahan dialog hingga foley, visual efek dan pewarnaan film dilakukan hanya empat orang. Gue cuma jadi orang yang menghampiri mereka untuk mengantarkan makan atau hanya cross-check sejauh mana proses berjalan karena waktu sudah menyempit, di samping gue juga menyiapkan beberapa promo untuk special screening nanti.
Semangat kedua teman gue ini bener-bener nggak ada duanya, bahkan rela tidur di lab audio berhari-hari sampai hari special screening di bioskop tiba. Walaupun terpotong waktu hari raya, tapi gue bener-bener salut. Di hari terakhir mereka di lab audio yang AC-nya sampai mati karena sepertinya sudah menyerah dipakai berhari-hari untuk mendinginkan suhu laptop dan komputer yang berjibaku memproses film ini, gue juga disibukkan dengan kru pagelaran yang gue pasrahkan ke adik tingkat yang baru saja memasuki semester keempat mereka. Rada ada gila-gilanya mengingat gue, Ben, dan Novandie sudah kepala 2 semesternya, dua belas semester jadi donatur tetap kampus melalui UKT.
ADVERTISEMENT
Mempersiapkan special screening film ini rumit juga, dari masalah tiketing, poster, hingga media promosi dan kerjasama dengan berbagai pihak hingga akhirnya film berhasil diputar dan bertemu dengan penonton di bioskop lokal Jember.
Tantangannya mungkin nggak bakalan terlihat sulit, tapi waktu dilalui ya sangat melelahkan karena pada saat special screening banyak hal teknis yang terjadi dari masalah tiket, penempatan bangku, waktu yang molor karena masalah teknis yang membuat penonton sempat jengah, dan permasalahan gue sebagai produser post-pro yang lupa cross-check ulang credit title yang mengakibatkan beberapa orang tidak tertulis karena sepertinya terhapus. Padahal, sudah dua kali test screen, walaupun memang di test screen terakhir gue sempat jatuh sakit bahkan hingga selesai special screening tersebut.
Cuma itu sih yang bisa gue ceritain dari sudut pandang orang yang nggak pernah ikut-ikutan dalam ranah pembuatan film tugas akhir. Jadi sebuah pengalaman baru di penghujung semester tua ini, bagi orang yang nggak lulus-lulus, nggak tahu mau ngapain. Ikut dalam sebuah acara sebesar ini, dari pembuatan hingga penayangan, membuat gue belajar kalau proses itu nggak mudah, nggak cepat, dan nggak mungkin sempurna.
Dalam berproses bersama tentu akan terjadi kesalahan, akan terjadi perdebatan, dan semua itu bumbu dari belajar dan berproses bersama-sama. Bahkan untuk gue yang sudah memasuki umur-umur yang tentu sudah nggak muda lagi, tapi melihat semangat teman-teman gue, melihat antusiasme penonton mendukung film lokal dan independen seperti ini, rasanya senang aja gitu.
Semoga hal-hal seperti ini yang gue rasain nggak berhenti di gue aja, bisa jadi ada yang mau memberi kesempatan seperti Ben dan Novandie yang udah ngasih gue kesempatan untuk turut serta dalam pembuatan film tugas akhir mereka, walaupun mereka tahu gue bukan siapa-siapa dan nggak ada riwayatnya gue pernah turut serta dalam proses pembuatan film tugas akhir.