Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kejawen dalam Perspektif Hukum Adat dan Legalitas di Indonesia
3 April 2025 10:55 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Tya ayu devinta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perspektif kejawen dilihat dari hukum adat dan legalitas, kejawen merupakan salah satu tradisi atau aliran kepercayaan yang melekat khusunya pada masyarakat jawa, tradisi atau aliran kepercayaan yang masih kental dan terus dijaga tersebut merupakan sebuah adat yang lahir dan berkembang di masyarakat jawa, meski saat ini masyar
ADVERTISEMENT
akat jawa mengalami era globalisasi nampaknya eksistensi kejawen tersebut tidak hilang digerus oleh perkembangan zaman.
Lalu jika kita menelisik lebih dalam mengenai pandangan kejawen dalam realitas hukum adat dan legalitas negara, apakah hal tersebut masih diperbolehkan? Mengingat kejawen adalah suatu tradisi atau aliran kepercayaan yang tidak diakui oleh negara.
Pembahasan
Kejawen dalam Hukum Adat: Sejarah, Tradisi, dan Kepercayaan
Kejawen dalam perspektif hukum adat adalah sebuah tradisi atau aliran kepercayaan yang berkembang di masyarakat Jawa sebelum masa penjajahan. Kejawen lahir dari adat istiadat dan perilaku masyarakat yang terus dipertahankan hingga kini. Kejawen lahir dan berkembang karena adat istiadat masyarakat jawa, perilaku yang berulang-ulang dan terus menerus oleh suatu kelompok tertentu serta memberi dampak yang positif, inilah yang menjadikan tradisi atau kepercayaan kejawen tetap dijaga oleh masyarakat suku jawa.
ADVERTISEMENT
Lantas kejawen ini merupakan tradisi (aliran kepercayaan ) atau dianggap sebagai agama bagi Sebagian orang?
Menurut pandangan penulis dan sumber lain, kejawen adalah sebuah tradisi /aliran kepercayaan yang beriringan dengan agama yang dianut oleh masyarakat suku jawa, di mana masyarakat jawa mengakui dan meyakini tuhan yang patut disembah hanya satu yakni “Tuhan yang maha esa”, lalu kejawen adalah sebuah tradisi atau aliran kepercayaan yang mengatur bagaimana cara menghormati para leluhur atau sebagai ucapan serta bentuk terima kasih kepada para leluhur karena sudah memberikan sebuah pengajaran mengenai tata hidup, tata pengelolaan suatu desa dan tata perilaku dalam berhubungan di tengah-tengah masyarakat sehingga dalam berinteraksi dengan masyarakat satu dengan yang lain muncul seperti tata krama, penggunaan bahasa sesuai tingkatan, dst. Jadi dengan adanya tradisi kejawen sebagai bentuk penghormatan ini mampu menjaga eksistensi adat masyarakat suku jawa.
ADVERTISEMENT
Seperti contohnya dalam selamatan/slametan mitoni (digunakan untuk selamatan bayi usia 7 bulan) biasanya warga masyarakat mengundang masyarakat satu desa/dusun untuk mendoakan si bayi tersebut, namun disela-sela adanya selamatan tak lupa diselipkan tradisi kejawen seperti membuat kembang telon (tiga macam bunga seperti bunga kenanga, bunga kanthil dan bunga rose), ayam jago, golong (terbuat dari nasi), jenang (tiga macam warna) salah satu makna filosofi yang terkandung dalam mitoni ini adalah sosial/perilaku.
Pandangan Hukum Indonesia terhadap Legalitas Kejawen
Sebenarnya ada bebarapa pandangan mengenai legalitas tradisi atau aliran kepercayaan lokal salah satunya kejawen:
1. Grundnorm atau norma dasar Indonesia adalah Pancasila, di mana sila yang pertama yakni berbunyi “ketuhanan yang maha esa” , jadi setiap warga negara wajib memeluk agama yang dipercayainya, lalu bagaimana dengan kejawen, kejawen adalah sebuah tradisi/aliran kepercayaan masyarakat jawa dan dalam UUD 1945 mengkategorikan kejawen sebagai agama lokal/aliran kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa dan bukan agama.
ADVERTISEMENT
Adapun beberapa faktor mengenai mengapa aliran kepercayaan atau tradisi lokal ini tidak/belum disahkan antara lain:
a) Instruksi Menteri Agama RI No. 4 tahun 1978 yang menetapkan bahwa aliran kepercayaan adalah bukan agama. Dan bahwa agama yang diakui oleh pemerintah adalah: Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha;
b) Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1978 tentang GBHN; Kepercayaan terhadap Tuhan YME tidak merupakan agama dan pembinaannya tidak mengarah kepada pembentukan agama baru
c) Pancasila sebagai Grundnorm atau norma dasar, bisa dilihat dalam bunyi sila pertama.
Meski aliran kepercayaan/tradisi ini belum diakui, namun kenyataannya masih banyak penganut aliran-aliran keprcayaan lokal salah satu diantaranya adalah kejawen sebagai tradisi yang beriringan dengan agama resmi yang sudah diakui di Indonesia.
ADVERTISEMENT
2. pandangan negara mengenai legalitas aliran kepercayaan/tradisi kejawen
Berdasarkan keputusan mahkamah konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, MK memutuskan bahwa kepercayaan lokal diakui oleh negara dan bisa dimasukkan ke dalam kolom KTP.
Putusan diatas membuat istilah bahwa adanya enam agama resmi atau yang diakui secara agama sudah tidak relevan lagi, dinyatakan tidak relevan lagi karena pemerintah telah mengakui agama lokal dengan penyebutan “kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa”.
Dalam putusan yang sudah dikeluarkan oleh MK, seharusnya dalam kolom KTP bagian agama ditulis mengenai agama yang dipercayai, salah satunya kepercayaan terhadap aliran kepercayaan lokal, contoh saja seperti aliran kepercayaan kejawen, seharusnya ditulis “kejawen” dalam kolom KTP, namun kemendagri memilih untuk menyamaratakan aliran kepercayaan/tradisi tersebut dengan penyebutan “kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa”.
ADVERTISEMENT
Meski aliran kepercayaan atau tradisi seperti kejawen ini tidak atau belum diakui, negara tetap melegalkan adanya aliran kepercayaan/tradisi lokal, karena ada pendapat lain yang berpendapat bahwa kejawen sendiri memang bukanlah agama tetapi kearifan lokal sebagai tradisi manusia dalam menjaga keharmonisan di antara sesame, bentuk penghormatan kepada leluhur dan juga dengan makhluk hidup lainnya.
Catatan kaki