Konten dari Pengguna

Semoga Bakwan Jagung Nggak 'Sold Out’

11 April 2022 13:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari U.S.Embassy Jakarta Press tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh Michael Quinlan, Atase Pers, Kedutaan Besar Amerika Serikat
Bakwan Jagung Foto: Gekko Gallery
zoom-in-whitePerbesar
Bakwan Jagung Foto: Gekko Gallery
Salah satu makanan favorit saya di Indonesia adalah bakwan jagung. Saya tidak bisa menolak jajan pasar yang satu ini: garing, manis, lezat, dan sangat cocok dinikmati dengan sambal. Saya juga sangat suka bagaimana sesuatu yang begitu sederhana, yang dibuat dari jagung, tepung terigu, dan minyak, bisa diolah menjadi penganan yang begitu enak, dan ini membuat saya berpikir akan betapa beruntungnya kita karena mempunyai akses ke komoditas bahan makanan seperti ini.
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini kita semua melihat hampir di seluruh dunia, stok komoditas bahan makanan sehari-hari kosong serta harga-harga yang meningkat drastis–terutama harga bahan makanan pokok.
Salah satu sebabnya adalah invasi tidak berperikemanusiaan yang dilancarkan Rusia terhadap Ukraina–selain menyebabkan rasa sakit dan penderitaan yang luar biasa di Ukraina–aksi ini telah mengganggu jalur pasokan makanan penting di tempat-tempat lain. Kawasan Laut Hitam–termasuk Rusia dan Ukraina–biasanya menyumbangkan 30 persen dari total ekspor gandum secara global. Rusia dan Ukraina juga menyumbangkan sekitar 20 persen dari ekspor jagung dunia dan 75 persen ekspor minyak biji bunga matahari.
Serangan bertubi-tubi Rusia merusak infrastruktur transportasi, termasuk akses ke pelabuhan Ukraina di Laut Hitam, tempat hampir semua jagung dan gandum dari Ukraina dikirim. Perang telah menghancurkan jalan-jalan, rel kereta api, dan stasiun kereta api Ukraina yang memfasilitasi transportasi darat. Menteri luar negeri Ukraina telah mengatakan kepada rekan-rekan sejawatnya bahwa Rusia secara aktif menjadikan silo-silo tempat menyimpan biji-bijian hasil pertanian serta fasilitas-fasilitas penyimpanan makanan sebagai target serangan.
ADVERTISEMENT
Akibat invasi Rusia, para petani Ukraina yang akan menanami ladang-ladang mereka dan memanen gandum tidak dapat melakukannya karena takut akan keselamatan nyawa mereka. Banyak juga yang kekurangan bahan bakar untuk mengoperasikan peralatan yang diperlukan dan alih-alih harus mengangkat senjata untuk mempertahankan tanah air mereka.
Yang memilukan, perang Rusia di Ukraina menyebabkan harga komoditas pangan utama naik di tempat-tempat seperti Afghanistan dan wilayah di Timur Tengah dan Afrika di mana Lebanon, Libya, Tunisia, Yaman, dan Mesir, dan juga Pakistan, menjadi importir utama gandum dan minyak biji bunga matahari dari Ukraina. Negara-negara ini sangat rentan terhadap gangguan pasokan.
Dari Ukraina, Indonesia juga mengimpor gandum—yang biasanya diolah menjadi tepung terigu dan salah satunya digunakan untuk membuat adonan Bakwan Jagung—serta komoditas lainnya dalam jumlah besar.
ADVERTISEMENT
Mengatasi dampak ketahanan pangan akibat invasi Rusia terhadap Ukraina merupakan prioritas tinggi bagi Pemerintahan Presiden Biden. Selain hampir 300 juta dolar dalam bentuk bantuan kemanusiaan yang telah disumbangkan Amerika Serikat selama empat minggu terakhir, Presiden Biden juga mengumumkan pada 24 Maret bahwa Amerika Serikat siap untuk menyediakan lebih dari satu miliar dolar dalam pendanaan baru untuk bantuan kemanusiaan bagi mereka yang terkena dampak perang Rusia di Ukraina dan dampaknya yang parah di seluruh dunia.
Untuk mencegah konsekuensi terburuk dari potensi krisis pangan global, Putin harus mengakhiri perangnya yang tidak berperikemanusiaan. Biarkan petani menanam, memanen, dan merawat ladang mereka dengan rasa aman. Biarkan kapal bermuatan komoditas makanan penting dan barang-barang terkait lainnya berlayar dengan bebas. Kerusakan infrastruktur pelabuhan harus dihentikan guna memastikan panen gandum musim panas hingga musim gugur dapat berhasil diekspor untuk menghindari kekurangan gandum global. Putin harus berhenti mendorong negara-negara yang paling rentan di dunia menuju kerawanan pangan yang lebih parah.
ADVERTISEMENT