news-card-video
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Sambut Hari raya idul fitri dengan kasih dan sayang

Ubaidillah Amin Moch
Santri Kyai NU Yang ingin mengabdi untuk negeri, Bukan orang Baik, ingin menjadi baik
26 Maret 2025 20:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ubaidillah Amin Moch tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat Muslim Indonesia di akhir Ramadhan ini sedang sibuk mempersiapkan diri menyambut hari raya Idul Fitri yang mana di hari raya Idul Fitri merupakan momentum untuk mengekspresikan kebahagiaan dan menyenangkan diri karena kembali fitri (suci), bersilaturahim kepada sanak keluarga maupun kolega, serta bentuk ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya. 
ADVERTISEMENT
Jauh sebelum Islam datang, masyarakat jahiliyah Arab telah memiliki dua hari raya, yaitu hari raya Nairuz dan Mahrajan yang dirayakan dengan  pesta pora yang tidak bermanfaat. Minum-minuman yang memabukkan, menari, dan adu ketangkasan termasuk salah satu ritual dalam perayaan kedua hari raya tersebut. Di kemudian hari, ketika Islam datang Rasulullah SAW mengganti kedua perayaan masyarakat Arab itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Dalam sejarah Islam, hari raya Idul Fitri pertama kali diselenggarakan pada 624 Masehi atau tahun ke-2 Hijriyah. Waktu perayaan tersebut bertepatan dengan selesainya Perang Badar yang dimenangkan oleh kaum Muslimin.
Sebagaimana kita ketahui, sebelum perayaan hari raya Idul Fitri, setiap Muslim diwajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan selama sebulan penuh bukan hanya sekadar menahan makan dan minum tapi juga menahan diri dari perilaku negatif seperti berbohong, bergosip, mencaci dan berperilaku buruk lainnya. Hal ini membantu umat Islam untuk membersihkan diri secara spiritual dan moral.
ADVERTISEMENT
Bahkan menjelang perayaan Idul Fitri saja, umat Islam diwajibkan menunaikan zakat untuk dibagikan kepada para mustahiq (penerima zakat) karna hakikat perayaan Idul Fitri sendiri yaitu  perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan sehingga kebaikan dan kebahagiaan akan merata dalam segala aspek kehidupan.
Disisi lain, kita sebagai umat Muslim dianjurkan untuk meneladani nilai dari perayaan Idul Fitri sebagai cerminan bahwa agama Islam merupakan agama yang penuh kasih sayang.
Dikisahkan pada saat Rasulullah SAW hendak  melaksanakan salat Idul Fitri. Ketika di tengah perjalanan, beliau melihat anak-anak bermain dengan cerianya. Tapi, Rasulullah terkejut begitu di hadapannya ada anak kecil seorang diri dengan pakaian kumal sembari menangis. Merasa iba, Rasulullah SAW pun bertanya, “Wahai anak kecil, kenapa engkau menagis. Kenapa tidak ikut bermain bersama teman-temanmu?”
ADVERTISEMENT
Kebetulan anak kecil itu belum tahu, bahwa yang di hadapannya adalah Rasulullah SAW. Anak itu menjawab, “Wahai laki-laki di hadapanku, ayahku telah meninggal saat mengikuti peperangan bersama Rasulullah. Setelah itu, ibuku menikah lagi dan ayah tiriku mengambil rumahku dan memakan hartaku. Lalu nasibku seperti yang engkau lihat sekarang".
“Sejak itu, aku pun tidak lagi memiliki makanan, minuman, pakaian dan rumah. Ketika tiba hari ini (Idul Fitri), aku melihat  anak-anak berbahagia dengan ayah-ayah mereka. Aku pun sedih dan menangis.” Jawabnya anak itu kepada Rasulullah
Setelah mendengar penjelasan anak yatim tersebut, Rasulullah merasa begitu iba dan bermaksud untuk merawatnya. “Wahai anak kecil, bersediakah jika aku menjadi ayahmu, ‘Aisyah menjadi ibumu, Ali menjadi pamanmu, Hasan dan Husein menjadi kedua saudara laki-lakimu, dan Fatimah menjadi saudara perempuanmu?” tawar Rasulullah.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, Anak itu pun tahu, bahwa laki-laki yang di hadapannya itu adalah Rasulullah. “Bagaimana mungkin aku tidak senang wahai Rasulullah,” jawab sang anak dengan penuh gembira.
Nabi pun membawanya pulang ke rumahnya. Memberinya pakaian yang bagus, memberi makan sampai kenyang, menghiasinya dan memberinya minyak wangi yang harum. Sekarang, anak yatim itu bisa bermain dengan penuh tawa bahagia bersama teman-temannya.
Melihat itu, anak-anak yang lain melihatnya penasaran, “Bukannya engkau yang dulu menangis, mengapa sekarang terlihat begitu bahagia?” tanya mereka.
Ia menjawab, “Memang, dulu aku kelaparan, tapi sekarang aku kenyang. Dulu pakaianku buruk, kini sudah bagus. Dulu aku seorang yatim, tapi kini Rasulullah adalah ayahku, ‘Aisyah ibuku, Hasan dan Husein saudara laki-lakiku, Ali pamanku, dan Fatimah saudara perempuanku. Bagaimana mungkin aku tidak bahagia?”.
ADVERTISEMENT
Dalam kisah tersebut, Rasulullah mengajarkan kita bahwa memberi kasih sayang sesama manusia di hari raya bisa menciptakan lingkungan dan kehidupan yang damai, terlebih kepada anak yatim maupun non muslim.
karena sejatinya Islam adalah agama yang ramah, bukan agama yang marah, Islam itu merangkul, bukan saling pukul. Islam itu Rahmatan lil 'alamin bukan laknatal lil 'alamin.