Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Suara Speaker Masjid atau Toa
30 Januari 2022 13:42 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ubaidillah Amin Moch tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini kami tidak habis pikir atas penyalahgunaan pengeras suara (speaker/toa) di beberapa masjid yang tidak terukur dan amat mengganggu ketenangan masyarakat sekitar. Banyak sekali, bahkan sampai berjubel-jubel saya menerima curhatan dari berbagai sejawat dan handai taulan yang mempermasalahkan penyalahgunaan pengeras suara di masjid yang berada di lingkungannya. Jika melihat perbuatan beberapa oknum takmir masjid yang menyalahgunakan pengeras suara ini, seolah kita menyimpulkan: Islam yang awalnya dicitrakan dengan penuh kedamaian seolah berubah menjadi Agama yang mengusik ketenangan.
ADVERTISEMENT
Apakah mereka tidak memahami kalau di luar sana banyak orang yang dengan berbagai latar belakang profesinya, menginginkan istirahat dalam suasana yang tenang, tidak terusik oleh suara speaker yang amat mengganggu, bahkan sampai membuat sebagian orang menjadi tidak dapat melanjutkan istirahat lagi, sampai-sampai mengganggu terhadap pekerjaan mereka, yang merupakan hal yang fardlu ‘ain.
Apakah tidak terlintas pemikiran bahwa di era kecanggihan teknologi saat ini, mengumumkan masuknya waktu shalat pada masyarakat tidak lagi dimonopoli oleh suara speaker masjid, tapi bisa juga dengan aplikasi pengingat waktu shalat yang sudah tersedia di seluruh platform gadget. Justru dengan opsi demikian, tingkat perhatian masyarakat terhadap shalat menjadi lebih didasarkan pada kesadaran, bukan pada gangguan dan usikan, sebagaimana yang sering kita alami saat terganggu dengan suara speaker masjid dan musholah sekitar.
ADVERTISEMENT
Apalagi jika sampai speaker dibunyikan bukan untuk menyuarakan lantunan adzan, tapi juga melantunkan baca’an dzikir dan Al-Qur’an jauh sebelum masuknya waktu shalat. Perbuatan demikian, jika kita jeli, apa yang mereka lakukan sejatinya bukan mendakwahkan syiar Islam, tapi lebih memproklamirkan eksistensi atau keberadaan mereka sebagai anggota takmir masjid, agar dipandang sukses oleh banyak orang lewat keaktifan pengeras suara di masjid yang menjadi tanggung jawabnya.
Pola pikir demikian jelas salah, sebab mereka hanya mengandalkan semangat beragama yang tinggi, tanpa diimbangi dengan pengetahuan ilmu agama yang memadai.
Oleh sebab itu, tidak heran jika salah satu anjuran syara’ adalah memperbaiki kualitas tentang keilmuan Islam terlebih dahulu, agar mendakwahkan Agama Islam tidak dipengaruhi oleh nafsu pribadi yang dibungkus dengan Agama. Kami jadi teringat salah satu maqalah Imam Al-Ghazali:
ADVERTISEMENT
"Dan kecelakaan agama dari pembela yang tidak tahu caranya itu lebih besar daripada kecelakaan agama dari pencela yang tahu caranya."
Maka dari itu, kami berharap agar problem tentang hal ini dapat segera diselesaikan dengan kerja sama berbagai pihak, Dewan masjid, dan lembaga pemerintah terkait. khususnya oleh kearifan lokal di masing-masing tempat. Sebab ketika lokalitas masyarakat setempat menganggap hal demikian sebagai hal yang tabu dan mengganggu, tentu takmir masjid dalam penggunaan speaker tidak akan sewenang-wenang, sebab akan mendapatkan sanksi moral oleh masyarakat sekitar.