Konten dari Pengguna

Pasca Amandemen UUD 1945

Ugie Dwi Hartika
Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
26 Desember 2020 7:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ugie Dwi Hartika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai awalan perlu diingat kembali amandemen sudah pernah dilakukan perubahan sebanyak 4 kali. Menurut Jimly Asshiddiqie (2007) empat tahap perubahan UUD 1945 telah merubah hampir keseluruhan materi UUD 1945. Naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, sedangkan perubahan yang dilakukan menghasilkan 199 butir ketentuan. Saat ini dari 199 butir ketentuan yang ada pada UUD 1945, hanya 25 (12%) butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya, sebanyak 174 (88%) butir ketentuan merupakan materi yang baru atau telah mengalami perubahan.
ADVERTISEMENT
Amandemen dilakukan untuk melakukan revisi atau perbaikan seperti menambah atau mengganti sebuah pasal yang dianggap tidak penting. Kemudian pengertian amandemen itu sendiri menurut beberapa para ahli seperti Sujatmiko menyampaikan bahwa amandemen merupakan solusi yang perlu dilakukan untuk menyempurnakan konstitusi sebagai aturan tertinggi dalam bernegara yang selama ini belum sepenuhnya sempurna.
Kemudian amandemen menurut Husnie Thamrien, amandemen dilakukan untuk menyatukan aturan dasar tata negara agar lebih sempurna untuk mencapai tujuan nasional bersama dengan mengubah dan menyempurnakan aturan dasar yang mendukung hak rakyat dan paham demokrasi, membangun pemerintahan yang transparan dan juga membentuk lembaga untuk memperbarui perkembangan zaman.
Setiap amandemen memiliki alas an kenapa harus dilakukannya amandemen tersebut. Pada amandemen pertama awal mula nya secara umum dilakukan karena untuk mempersingkat masa periode pemerintahan presiden agar lebih singkat, karena sebelumnya presiden Soeharto telah menjabat dengan periode cukup lama, sehingga dilakukanlah amandemen pertama ini agar mempersingkat masa periode pemerintahan presiden menjadi 2 periode. Kemudian selain masa pemerintahan presiden amandemen pertama dilakukan agar mengurangi undang-undang yang bersifat executive heavy.
ADVERTISEMENT
Amandemen kedua secara umum dilakukan dengan alasan untuk mengokohkan keberadaan pemerintah daerah dan menambah atau memperluas cakupan HAM. Kemudian amandemen ketiga secara umum dilakukan dengan alasan untuk memperbaiki sistem dan aturan lembaga-lembaga negara seperti pemilihan presiden, sistem bikameral dan lainnya. Setelah itu amandemen keempat secara umum dilakukan dengan alasan untuk menyempurnakan bagian-bagian yang kurang dari amandemen sebelumnya. Di setiap amandemen pasti terjadi adanya pro dan kontra dari rakyat. Kemduian sampai saat ini wacana tentang amandemen UUD 1945 kelima pun muncul. Karena menganggap adanya cacat di dalam amandemen sebelumnya.
Pasca amandemen sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan, dari perubahan tersebut membawa MPR merubah kedudukannya. Sebelumnya MPR merupakan lembaga tertinggi kemudian berubah menjadi lembaga tinggi Negara, tidak hanya itu MPR mengalami perubahan keanggotaan. Sebelumnya seluruh anggota DPR, utusan daerah, utusan golongan termasuk dalam anggota MPR juga. Namun setelah amandemen keanggotaan MPR hanya anggota DPR dan DPD, keadaan tersebut menjadikan lembaga perwakilan rakyat bicameral (dua kamar). Kemudian kewenangan MPR mengalami perubahan yang sebelumnya MPR lah yang memilih, melantik, dan memberhentkan presiden/wakil presiden dan merubah UUD akan tetapi setelah amandemen kewenangan tersebut dirubah, MPR hanya bisa mengubah dan menetapkan undang-undang, melantik dan memberhentikan presiden/wakil presiden dalam masa jabatannya.
ADVERTISEMENT
Kemudian pasca amandemen Indonesia memakai sistem ketatanegaraan check and balance antar lembaganya, diharapkan akan dinamis setiap lembaga satu sama lain. Pada check and balance antar-tiga unsur trias politica yang terpisah, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, ini pun harus didukung dengan penegakan hukum dan kontrol masyarakat sipil. Pada demokrasi tua seperti Australia, trias politica tak selalu terpisah nyata. Tapi check and balance terpelihara, utamanya berkat tradisi oposisi yang jelas dan melembaga. Pada demokrasi seperti Indonesia, tantangannya justru disfungsi trias politica, sehingga check and balance tak tercipta. Ditambah lagi dengan mentalitas para penjabat yang ada dalam ketiga lembaga tersebut (eksekutif, legislatif dan yudikatif), yang apabila di antara mereka sedang melakukan fungsi checks and balances, pihak yang diperiksa merasa diganggu independensinya.
ADVERTISEMENT
Sistem checks and balances dalam penyelenggaraan kekuasaan memungkinkan adanya saling kontrol antar cabang kekuasaan yang ada dan menghindari tindakan-tindakan hegemonik, tiranik dan sentralisasi kekuasaan. Sistem ini mencegah terjadinya overlapping antar kewenangan yang ada. Begitu pula dengan pendapat Jimly Asshiddiqie adanya sistem checks and balances mengakibatkan kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggaraan negara yang menduduki jabatan dalam lembaga negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Bukti sistem di Indonesia melaksanakan ajaran sistem checks and balances adalah Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif (yang seharusnya memiliki fungsi untuk melaksanakan undang-undang) namun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 memberikan hak kepada presiden untuk melaksanakan fungsi legislasi semu yakni dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR, pemerintah (eksekutif) juga memiliki kewenangan untuk justitie (penyelesaian sengketa), dan pengawasan (control).
ADVERTISEMENT
Sumber:
Rahmatullah, Indra. 2013. Rejuvinasi Sistem Checks And Balances Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia. Cita Hukum. 1(2), 8-10. https://media.neliti.com/media/publications/96164-ID-rejuvinasi-sistem-checks-and-balances-da.pdf
Warjiati, Sri. 2012. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Hukum Dan Perundangan Islam. 2(2), 3-4. http://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/aldaulah/article/view/84
Indrayana, Denny. 2007. Perihal Amandemen Konstitusi Indonesia. Pekalongan: Mizan Pustaka. https://books.google.co.id/books?id=zLHk2eWqCogC&dq=info:yc9bDVMM2qMJ:scholar.google.com/&lr=&hl=id&source=gbs_navlinks_s