Ingin Membangun Rumah? Perhatikan Jasa Tukang!

20 Februari 2017 11:48 WIB
ADVERTISEMENT
Ilustrasi pembangunan rumah. (Foto: Pixabay)
Anda berencana untuk membangun rumah impian? Sedang menghitung estimasi biaya pengeluaraan? Yang jelas, membangun rumah idaman lebih sulit dibanding membeli rumah yang sudah jadi.
ADVERTISEMENT
Untuk membangun rumah sendiri dari nol, atau merenovasi rumah menjadi hunian impian, anda perlu merancang konstruksi --dan dengan demikian menyewa arsitek, memilih bahan bangunan, hingga menyewa jasa tukang bangunan. Semua itu membutuhkan usaha ekstra.
Namun selama ini, beberapa orang abai terhadap poin terakhir. Padahal perlu kehati-hatian dan ketelitian dalam menyewa jasa tukang bangunan.
Jenis pembayaran atas sewa tukang bangunan kadang memengaruhi kualitas kerja mereka. Jika tidak cermat mempertimbangkan sistem pembayaran yang pas, alih-alih ingin berhemat, pengeluaran malah bisa jadi membengkak. Paling parah, bangunan jadi tak sesuai ekspektasi.
Pembangunan rumah. (Foto: Flickr/Bryan)
Vista Barvia Hanum, warga Perumahan Pondok Ungu Permai, Bekasi Utara, berbagi cerita tentang pengalaman merenovasi penuh rumahnya, dimulai dengan pengerjaan yang lelet hingga akhirnya ia mempekerjakan dua tim tukang bangunan.
ADVERTISEMENT
Semula, Vista menyewa jasa tukang bangunan kenalan tetangga. Ada 7 orang dalam satu tim yang disewa Vista: 2 tukang dan 5 kenek atau asisten tukang. Mereka dibayar dengan sistem harian, dan diharapkan merampungkan pembangunan rumah dalam jangka waktu 4 bulan.
Tapi setelah dua bulan atau separuh waktu berjalan, pengerjaan ternyata tak sesuai rencana awal. Ketujuh tukang bekerja dengan lelet dan tak rapi.
Vista jadi tak sabar, dan memutuskan untuk menyewa tukang lain yang direkomendasikan oleh rekan kerjanya. Tim baru ini terdiri dari 1 tukang dan 2 kenek.
Mereka dibayar dengan sistem borongan --lebih mahal dari sistem bayaran harian.
Harga mahal tak jadi soal buat Vista. “Enggak masalah lebih mahal karena aku tahu tukang ini sudah berpengalaman mengerjakan berbagai proyek di Ancol.” Tapi, keputusan Vista mempekerjakan tim baru yang dibayar secara borongan atau keseluruhan, tak lantas membuatnya memberhentikan tim pertama.
ADVERTISEMENT
Alasannya klise: tak enak hati.
Jadilah proyek renovasi rumah dua lantai seluas 200 meter itu dikerjakan oleh dua tim berisi total 10 orang tukang bangunan. Kedua tim saling mengamati pekerjaan masing-masing.
Ayah Vista yang tak mau proyek renovasi itu berjalan lebih lama dan berantakan, memutuskan untuk turun tangan mengawasi pekerjaan para tukang itu.
Akhirnya renovasi rumah Vista selesai dalam waktu 7 bulan 2 minggu --mundur tiga bulan dari rencana semula, dengan biaya membengkak.
Rumah 2 lantai. (Foto: Flickr/Fery Indrawan)
Lain lagi dengan cerita Desy Komalawati. Dia membangun rumahnya di Bekasi Timur menggunakan jasa tukang bangunan dengan sistem pembayaran harian. Untuk 2 tukang dan 4 kenek yang dipekerjakan Desy, mereka dibayar Rp 1 juta per hari.
“Saya bayar ke tukangnya langsung. Nanti mereka yang bagi,” kata Desy.
ADVERTISEMENT
Pembangunan rumah dua lantai seluas 250 meter itu memang berjalan lancar selama 4 bulan. Namun, persoalan timbul justru setelah rumah ditempati.
Rumah Desy butuh perawatan lebih karena sering rusak. Konstruksi bangunan tak seimbang dan tak kokoh.
“Pintu susah dibuka. Jendela enggak bisa ditutup karena miring,” ujarnya.
Alhasil, Desy harus merogoh kocek lebih dalam lagi.
Tukang bangunan bekerja (Foto: Flickr/Root)
Pada kasus Vista, ia tak berani mengambil keputusan tegas meski sudah tahu pekerjaan tukang bangunan tak sesuai dengan yang diharapkan. Alih-alih memberhentikan tim pertama saat mempekerjakan tim kedua, ia malah mempekerjakan tim lama dan tim baru sekaligus meski itu tak efisien. Biaya pun jadi membengkak.
Sementara pada kasus Desy, di mana rumahnya ketika sudah jadi ternyata cepat rusak di sana-sini, ialah karena ia tak menggunakan mandor untuk memantau pekerjaan para tukang bangunan. Hal ini sama dengan Vista --yang akhirnya ayah Vista sendiri yang turun memonitor pengerjaan rumah.
ADVERTISEMENT
Pengalaman Desy dan Vista tersebut mestinya bisa kita jadikan pelajaran untuk lebih berhati-hati dalam memilih atau menentukan jenis bayaran tukang bangunan.
Pembangunan rumah di Mranggen, Demak. (Foto: Aditya Pradana/Antara Foto)
Ada dua jenis sistem pembayaran tukang bangunan: harian dan borongan. Dengan harian, pembayaran upah pekerja dihitung per hari. Standar bayaran di Jakarta misalnya ialah Rp 150 ribu per orang per hari.
Namun, sistem pembayaran harian cenderung membuat tukang bangunan lambat dalam bekerja. Proses pengerjaan rumah jadi tertunda, dan pengguna jasa biasanya jadi malah harus mengeluarkan uang lebih banyak lagi.
Sementara pada pembayaran dengan sistem borongan, biasanya kedua belah pihak (pengguna jasa dan tukang bangunan) menyepakati bersama apa saja yang harus dikerjakan sampai selesai.
Misalnya, tukang bangunan diminta untuk membuat garasi dan upah disepakati Rp 1 juta. Maka, tak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merampungkan garasi itu, upah tetap sama.
ADVERTISEMENT
Dibandingkan dengan sistem harian, sistem borongan cenderung lebih cepat dalam pengerjaan. Namun kualitas pekerjaan kadang kurang bagus.
Agak tricky, bukan? Nah, supaya tak salah, ikuti tips-tips memilih jasa tukang bangunan pada cerita berikutnya ya.
Pembangunan Rumah. (Foto: Flickr/Bryan Siders)