Orgasme yang Dihalang-Halangi

Uly Siregar
Former Journalist. Writer. Sometimes college teacher.
Konten dari Pengguna
4 April 2017 13:07 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Uly Siregar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sex Toys (Foto: Pixabay)
Di Indonesia, susah juga ternyata menjadi perempuan dewasa yang aktif secara seksual tapi tak punya pasangan, atau punya pasangan tapi kurang aktif di ranjang. Masturbasi atau tindakan merangsang diri sendiri sulit dilakukan bila pelaku mengandalkan alat bantu seksual.
ADVERTISEMENT
Masalahnya, materi pornografi yang menjadi sumber materi masturbasi tak gampang didapat. Selain terlarang, perempuan masih dianggap tabu menyukai hal-hal yang berkaitan dengan nafsu-nafsu badan.
Laki-laki mengunduh film porno di internet? “Wajar, dong. Boys will be boys.”
Perempuan coba-coba nonton film porno? “Ih, kok nggak malu, sih. Jadi perempuan mbok ya jangan mikir urusan selangkangan. Emang ngurus anak nggak cukup repot? Banyak-banyak berdoa, gih!”
Setiap kali mudik ke Indonesia beberapa teman perempuan kerap menagih oleh-oleh vibrator. Saya sesungguhnya dengan senang hati mau membelikan. Toh harganya masih terjangkau.
Sex toy jenis vibrator memang paling banyak variasinya gampang dicari di Amerika Serikat. Harganya pun beragam. Yang sekecil lipstick dengan fitur paling sederhana dijual dengan harga sekitar 10 dolar.
ADVERTISEMENT
Tapi ada juga yang canggih dengan beraneka fitur: beragam jenis getar, tahan air jadi bisa dipakai sambil berendam di bath tub, bisa dikontrol dari jarak jauh bila pasangan ingin ikut bermain dari jarak jauh, dan dibuat dengan karet jelly berwarna menggemaskan seperti pink, ungu, oranye, hijau, putih, atau bening.
Untuk vibrator jenis tadi biasanya dijual dengan harga 100 dolar bahkan lebih.
Sayangnya, selama satu dekade tinggal di Amerika Serikat dan mudik lebih dari lima kali ke Indonesia, saya belum juga mau memenuhi permintaan teman-teman perempuan saya itu.
Persoalannya bukan tak punya uang untuk membeli, atau kerepotan membawa di koper. Saya takut membawa sex toy pulang ke Indonesia. Saya takut melanggar hukum, berisiko tertangkap tangan di bandara.
ADVERTISEMENT
Tak terbayang alangkah malunya berhadapan dengan petugas bea cukai yang mungkin akan mengacungkan benda pemuas seksual itu ke udara sambil berkata dengan tatapan yang mengecam moralitas saya sebagai perempuan: “Anda tahu barang ini terlarang di Indonesia? Ini bisa merusak moral generasi muda kita!”
Meskipun tak ada peraturan yang khusus mengatur soal penjualan sex toy, alat pemuas seks ini ternyata termasuk dalam kategori Barang Larangan dan Pembatasan. Sex toy menjadi masalah karena kepemilikannya melanggar Undang-Undang No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
Selain itu, menurut artikel yang dirilis Hukumonline.com penjual sex toy berpotensi dijerat Pasal 282 KUHP yang mengatur larangan eksistensi benda yang melanggar kesusilaan. Akibatnya pasal-pasal ini juga bisa berimplikasi pada pembeli sex toy.
ADVERTISEMENT
Singkatnya, kalau sial tertangkap basah menjual atau memiliki sex toy, ya siap-siap saja bersinggungan dengan hukum.
Lantas, apakah Indonesia imun dari bisnis penjualan sex toy? Tidak juga. Aturan boleh saja melarang, tapi jual-beli alat bantu seks dijual bebas di toko-toko daring yang bisa dengan gampang dicari di internet.
Hanya saja, bagi perempuan, lagi-lagi ada rasa jengah untuk membeli alat bantu seksual. Keinginan bermasturbasi bisa dianggap sebagai bentuk penghinaan kepada pasangan.
ADVERTISEMENT
Masturbasi adalah salah satu cara memuaskan nafsu syahwat. Sejak masih duduk di bangku SMP, teman sekelas yang berjenis kelamin laki-laki sudah mulai mencuri-curi menonton film biru yang berakhir dengan masturbasi. Sementara yang perempuan lebih memilih bacaan erotis untuk bekal fantasi saat masturbasi.
Di zaman saya, yang populer novel stensilan ala Nick Carter dan Enny Arrow. Di era internet, ada situs cerita dewasa yang bisa diakses gratis meski belakangan upaya pemerintah memblokir situs-situs porno kadang merepotkan.
Masturbasi sebenarnya cara paling aman menyalurkan gairah seksual ketika persetubuhan tak memungkinkan. Masturbasi membuat orgasme bisa dicapai tanpa harus mengandalkan partner seks.
Bagi perempuan, orgasme bahkan sering lebih gampang dicapai lewat masturbasi daripada penetrasi oleh pasangan. Masturbasi juga membuat perempuan mengenal tubuhnya dengan lebih intim, mengenal bagian-bagian tubuh mana yang bisa memberikan kenikmatan ketika diberi rangsangan.
ADVERTISEMENT
Lantas mengapa perempuan dewasa dihalang-halangi untuk mendapatkan orgasme dengan alat bantu seks, apalagi bila ia tak memiliki partner seks atau pasangannya tak kuat memenuhi kebutuhan seksnya?
Mengapa seorang istri harus mempertimbangkan perasaan suaminya yang tersinggung dengan kemungkinan hadirnya vibrator sebagai alat bantu pemuas seksual? Meskipun alasan sang istri jelas: suami tak mampu memenuhi kebutuhan seksualnya setiap hari.
Atau mengapa perempuan lajang takut dicap sebagai “asusila”, “amoral”, atau “gatal” bila ketahuan menyimpan sex toy di bawah bantal?
Perempuan dewasa—seperti halnya laki-laki dewasa—memiliki kebutuhan seks.
Yang menyedihkan, ketika perempuan memiliki gairah seks yang lebih tinggi daripada pasangannya, ia dihalang-halangi, disarankan untuk membunuh gairah itu, setidaknya sampai ia memiliki pasangan atau hingga pasangannya siap memenuhi kebutuhan seksnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan laki-laki? Bukan cerita baru kalau ada suami yang berencana mencari istri lagi karena sang istri tak mampu melayani nafsu seksnya. Bahkan ada juga yang dengan alasan istri sedang mengandung atau sedang dalam masa nifas buru-buru mencari perempuan lain untuk ditiduri.
Mungkin karena hal itu salah seorang teman saya masih juga mencoba mempengaruhi saya untuk mengambil risiko membawa oleh-oleh vibrator yang dilengkapi dengan fitur enam macam getar.
“Ayolah, Uly, aku bayar dobel, deh. Aku nggak berani beli sendiri di sini. Malu, takut. Minta suami juga nggak bisa, nanti dia tersinggung, kasihan.”
Entahlah, mungkin tahun-tahun depan, saya akan berani menyelundupkan beberapa vibrator untuk teman-teman perempuan saya yang ingin orgasme secara teratur tetapi dihalang-halangi oleh undang-undang dan kultur timur yang masih gagap melihat perempuan sebagai pelaku seks aktif.
ADVERTISEMENT