Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Komunikasi, Joker, dan Psikologi
7 April 2025 7:58 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Ulya Maulida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat telah membawa dampak signifikan dalam kehidupan manusia. Namun, penting untuk diingat bahwa meskipun pengetahuan semakin berkembang, hal ini tidak bisa menjadi solusi untuk mengatasi kesepian yang sering dialami oleh individu. Sebagai contoh, film "Joker" yang disutradarai oleh Todd Phillips dan dirilis pada 2 Oktober 2019, mencerminkan kontradiksi antara kemajuan ilmu pengetahuan dan degradasi moralitas dalam hubungan antar manusia.
ADVERTISEMENT
Dalam film tersebut, karakter utama, Arthur, mengalami gangguan kejiwaan yang membuatnya sulit untuk mengendalikan diri dalam berinteraksi dengan orang di sekitarnya, termasuk rekan kerja dan keluarganya. Terutama ketika ia merasa diperlakukan buruk oleh orang-orang terdekat, termasuk ibunya yang juga mengalami delusi. Gangguan mental yang diderita Arthur, yang dikenal sebagai Pseudobulbar Affect (PBA), merupakan kondisi di mana penderitanya tidak bisa mengontrol tawa atau tangis, bahkan di saat yang tidak tepat.
Penyakit ini muncul akibat kerusakan pada korteks prefrontal, bagian otak yang berfungsi mengatur emosi. Akibatnya, Arthur melakukan perilaku yang dianggap aneh oleh orang lain, seperti tertawa atau menangis pada situasi yang tidak sesuai. Hal ini menambah beban emosionalnya dan semakin memperkuat perasaan kesepian.
ADVERTISEMENT
Pengalaman trauma yang dialami Arthur, ditambah dengan penyakit mental tersebut, tampaknya sulit untuk disembuhkan dan diterima. Ia merasakan kesepian yang mendalam, mengingatkan kita pada bagaimana individu yang merasa kesepian sering kali terasing dari lingkungan sosialnya. Mereka tidak merasakan kehangatan cinta dari orang-orang di sekitar mereka, merasa diabaikan, dan kesulitan dalam menjalin hubungan. Kesepian ini dapat menimbulkan ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri, dan sering kali membuat individu enggan membuka diri serta merasakan keputusasaan yang mendalam.
Arthur, yang mengalami gangguan kejiwaan, selanjutnya mengalami kesepian dalam hidupnya dan memiliki kekurangan serta keterbatasan dalam menjalani komunikasi. Baik komunikasi intrapersonal maupun interpersonal menjadi tantangan baginya. Hal ini terlihat dalam beberapa bagian cuplikan film ketika ia kesulitan dalam mengenali dan mengendalikan diri sendiri, serta dalam berinteraksi dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Dalam kesepian yang dialaminya, terdapat trauma dan luka batin yang sulit untuk ia komunikasikan dengan dirinya sendiri. Kondisi ini semakin diperburuk oleh sikap ibunya yang terus-menerus mengalami delusi tentang kehidupan masa lalunya. Lebih lanjut, efek yang mungkin timbul akibat ketidakmampuan dalam mengatasi gangguan kejiwaan ini adalah munculnya tindakan agresif terhadap lawan bicara dan orang-orang di sekitarnya, yang berujung pada tindakan menyakiti sesama.
Peristiwa dan pengalaman yang dialami oleh Arthur menghambat kemampuannya untuk membangun komunikasi, baik dengan dirinya sendiri maupun orang lain. Hal ini menjadi perhatian utama, terutama dalam memahami bagaimana ia dapat mengolah dan merepresentasikan dirinya dalam konteks komunikasi intrapersonal dan interpersonal yang perlu ia kembangkan serta terapkan dalam interaksinya dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Dalam buku Trans–Per Understanding Human Communication, 1975, dijabarkan dengan gamblang bahwa komunikasi intrapersonal merupakan tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh individu terkait untuk memahami dan mengatasi apa yang menjadi peluang dan tatangan hidupnya. Proses interaksi individu dalam menciptakan pengertian yang bermanfaat bagi hidupnya (Mazdalifah, 2004: 123-127).
Dari berbagai definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa, komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. Orang itu berperan baik sebagai komunikator maupun sebagai komunikan, dia berbicara pada dirinya sendiri, dia berdialog dengan dirinya sendiri, dia bertanya kepada dirinya sendiri, dan dijawab oleh dirinya sendiri. Apabila seseorang mampu berdialog dengan diri sendiri berarti ia mampu mengenal diri sendiri. Adalah penting bagi kita untuk bisa mengenal diri sendiri sehingga kita dapat berfungsi secara bebas di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Belajar mengenal diri sendiri berarti belajar bagaimana kita berpikir, memahami, dan bagaimana kita mengamati, menginterpretasikan, dan mereaksi lingkungan kita. Oleh karena itu untuk mengenal diri sendiri, kita harus memahami dengan baik komunikasi intrapersonal. Dalam pemahaman yang lain komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator.
Dalam tindakan komunikasi intrapersonal dan interpersonal, individu sebagai pelaku komunikasi sepatutnya bertindak dengan mengedepankan sikap yang etis. Manusia berupaya mendamaikan diri dengan dirinya sendiri, sekaligus memandang situasi ini sebagai kesempatan untuk melakukan perubahan di lingkungan sekitar. Hal ini menjadi pijakan penting dalam memahami situasi yang dihadapi oleh setiap pelaku kehidupan.
ADVERTISEMENT
Pertama, rasa kesepian yang dialami oleh Arthur sebagai joker, serta yang kita rasakan ketika berhadapan dengan berbagai permasalahan dan kebuntuan dalam hidup. Rasa kesepian dapat dijadikan sebagai momen yang tepat untuk melakukan refleksi mendalam mengenai kehidupan kita. Kesepian adalah waktu untuk membangun komunikasi yang jujur dan terbuka dengan diri sendiri. Melalui refleksi ini, individu diajak untuk memiliki kesadaran terbuka, mengenali serta memahami apa yang sudah, belum, dan sedang dilakukan dalam hidupnya. Tindakan keterbukaan yang mendalam dengan diri sendiri ini sangat penting, sehingga kita dapat memandang kesepian sebagai titik balik untuk pengembangan diri. Kita juga didorong untuk berpikir lebih komprehensif mengenai langkah-langkah yang harus diambil berdasarkan kesepian yang kita rasakan saat ini.
ADVERTISEMENT
Kedua, kesepian yang juga dialami oleh Arthur, dapat dimanfaatkan untuk melakukan introspeksi yang mendalam terhadap diri sendiri. Pertanyaan-pertanyaan penting bagi kita, seperti apa yang sejatinya bermakna dalam hidup kita, apa tujuan hidup kita, dan ke mana arah hidup kita, perlu direnungkan. Dalam kesepian, kita diajak untuk duduk bersama dengan perasaan tersebut guna memikirkan dan mengevaluasi ulang makna yang sesungguhnya penting sebagai dasar orientasi hidup kita.
Kita perlu mempertimbangkan bagaimana cara kita berkomunikasi dan memperlakukan orang-orang di sekitar kita. Melalui proses ini, pada saat kesepian, kita dipersiapkan untuk bangkit kembali dan layak dalam mengejar cita-cita. Meskipun hal ini diakui tidak mudah, kita juga diajak untuk melepaskan semua yang tidak otentik yang secara perlahan dapat meruntuhkan diri kita. Kesepian memberi kita kesadaran dan fokus pada hal yang benar-benar penting dalam hidup kita, sambil menjauhkan diri dari segala sesuatu yang buruk dan dapat merusak keharmonisan tatanan hidup kita secara signifikan.
ADVERTISEMENT
Bercermin pada kenyataan dalam kehidupan manusia. Tugas manusia adalah memiliki kesadaran dan kepekaan yang tinggi, maka manusia perlu untuk memiliki pemahaman yang jelas dengan apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan ini. Manusia perlu memiliki orientasi yang sungguh- sungguh dalam hidupnya dengan berlandaskan pada pemahaman dan pengenalan pada diri sendiri.
Ketiga, kesepian yang dialami Arthur dalam film Joker mengajak kita untuk merenungkan kembali tentang orang-orang di sekitar kita. Kita diajak untuk lebih peka dalam membedakan antara sahabat sejati dan teman yang hanya berperan sebagai parasit. Sahabat yang baik akan selalu ada untuk menemani kita saat kita merasa kesepian, sedangkan teman yang tidak tulus hanya akan tertawa di saat kita membutuhkan bantuan.
ADVERTISEMENT
Dalam situasi seperti itu, kita bisa lebih fokus kepada sahabat-sahabat kita yang meskipun sedikit jumlahnya, akan selalu menjadi pilar penyangga dalam hidup kita. Hal ini tercermin dalam tindakan Arthur, yang tidak membunuh sahabatnya yang berbadan kecil, karena ia menyadari betapa berharganya kehadirannya. Di sisi lain, teman yang memberinya senjata saat ia menghadapi pemecatan justru mempermalukan dan menertawakannya. Pada akhirnya, Arthur membalas perlakuan buruk tersebut dengan tindakan yang ekstrem.
Dengan demikian, penting untuk kita ingat bahwa kualitas hidup kita dipengaruhi oleh orang-orang di sekitar kita, terutama sahabat kita. Kita tidak perlu takut kehilangan atau mengalami perselisihan dengan teman. Setiap ketegangan yang terjadi dalam hubungan pertemanan bisa menjadi momen berharga untuk memperkuat kembali ikatan kita. Ketidakcocokan dalam pertemanan adalah bagian dari proses penyaringan, agar kita bisa mengetahui siapa sahabat sejati kita, baik sekarang ataupun di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Keempat, dengan cara yang unik, kita dapat memandang kesepian. Kesepian sebetulnya bisa dilihat sebagai sebuah peluang untuk melihat dunia sebagai tempat hidup dengan perspektif yang berbeda. Dalam momen kesepian yang dialami Arthur, kita sebenarnya diajak untuk mengontrol diri kita dengan baik. Kesepian dapat membawa kita ke dalam keadaan gelap, di mana kita dipaksa untuk melepaskan semua pandangan dan keyakinan yang ada. Dari situlah, kita memiliki kesempatan untuk menyaksikan dunia dengan cara yang sama sekali baru, bahkan mungkin lebih baik daripada sebelumnya. Kesepian adalah saat yang tepat untuk berkreasi dan menciptakan ide-ide yang dapat membantu kita memahami keadaan yang sedang berlangsung.
Kelima, dengan sudut pandang yang berbeda, cara berpikir kita pun akan ikut berubah. Hal ini memungkinkan kita untuk bekerja dan berkarya berdasarkan perspektif yang baru. Inilah hakikat dari penemuan yang dapat menjadi terobosan baru, membawa manusia ke arah kehidupan yang lebih baik. Kesepian dapat dianggap sebagai momen untuk menemukan acuan bagi terobosan dalam menghadapi kebuntuan di berbagai aspek kehidupan manusia.
ADVERTISEMENT
Melalui film "Joker," kita dapat merenungkan kesepian yang dialami oleh karakter Joker serta oleh kita sendiri dengan perspektif yang baru. Kesepian tidak lagi semata-mata dipandang sebagai suatu penyakit. Dalam rutinitas yang kita jalani sebagai makhluk sosial, terdapat kesedihan dan penderitaan yang melekat pada pengalaman kesepian. Oleh karena itu, jika tidak dikelola dan dimaknai dengan bijaksana, kesepian dapat menjelma menjadi sebuah kekuatan yang menghancurkan dan merusak individu yang mengalaminya.
Meski demikian, kesepian juga bisa dipandang sebagai kesempatan untuk bangkit dan melakukan perubahan penting dalam kehidupan kita. Kesepian seharusnya tidak selalu dipahami sebagai kegelapan, melainkan sebagai suatu jalur dalam hidup yang dapat ditempuh untuk menemukan makna dan kebahagiaan yang patut diperjuangkan. Kita adalah bagian dari masyarakat yang aktif, senantiasa berinteraksi dengan orang lain (Martha, 2016: 117).
ADVERTISEMENT
Namun, penting untuk disadari bahwa meskipun kita berada di sekitar orang-orang, pada akhirnya kita semua akan menghadapi akhir kehidupan seorang diri, ditinggalkan, dan mungkin merasakan kesepian. Oleh karena itu, kita harus belajar untuk tidak takut terhadap kesendirian dan kesepian yang menyertainya. Banyak individu merasa takut akan kesepian, karena hal tersebut mencerminkan keberadaan mereka yang terasing. Argumen ini seringkali mengabaikan kenyataan bahwa banyak orang, meskipun memiliki keluarga atau terlibat dalam komunitas, tetap dapat merasa kesepian.
Kesepian dan kesendirian memang berkaitan, namun tidak sepenuhnya identik. Selain itu, apabila kita merenungkan dengan seksama, kita dilahirkan ke dunia ini seorang diri, tanpa membawa apa-apa. Siapakah kita ketika berinteraksi dengan orang lain sebagai sesama? Pada hakikatnya, kita hidup secara mandiri, meskipun sering kali dikelilingi oleh orang lain, terutama mereka yang tidak memiliki keluarga sejak awal. Kita juga berjuang sendirian di dalam masyarakat dengan segala tantangan yang ada.***
ADVERTISEMENT
Sumber: Desi, Y. P. (2020). Resiliensi Diri Atas Kesepian dalam Tindakan Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Jurnal Kajian Ilmu Komunikasi, 21(2), 1-12.
Ulya Maulida, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Pamulang.