Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Jangan Lengah, Perhatikan Sensor Emansipasi di Balik Kebaya Hari Kartini
23 April 2025 9:39 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Uli Fania Damayanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bulan April, bulan kelahiran sosok pahlawan emansipasi wanita. Raden Adjeng Kartini, yang namanya diabadikan dalam lagu Ibu Kita Kartini. Lagu yang menceritakan sosok Raden Adjeng Kartini sebagai putri yang sejati, putri mulia yang punya cita-cita besar untuk Indonesia. Bulan April akhirnya dinobatkan menjadi bulan peringatan Hari Kartini.
ADVERTISEMENT
Masyarakat, terutama perempuan sangat antusias menyambut peringatan Hari Kartini. Butik-butik sudah menyiapkan kain kebayanya yang terbaik, toko pernak-pernik mulai memajang aksesoris dan hiasan, serta di sekolah para murid menggelar lomba-lomba seru dan heboh. Tepat di tanggal 21 April, upacara peringatan Hari Kartini pun di gelar. Kemudian dilanjut acara fashion show dan iring-iringan meriah dengan mengenakan baju kebaya cantik lengkap bersama riasan sempurnanya. Mereka berjalan dengan manis dan anggun, memperagakan sosok Kartini di era perempuan masa kini. Oke, kita dapat satu poin penting. Yap betul, Hari Kartini : kebaya.
Tapi, apakah benar perayaan-perayaan ini, seperti kebaya, riasan cantik, dan lomba-lomba heboh, sudah sesuai dengan semangat yang diusung Kartini? Atau justru ini hanya menampilkan permukaan paling luarnya saja tanpa memperhatikan esensi perjuangan Kartini? Apakah kemeriahan ini sudah cukup mewakili dan memperlihatkan bagaimana emansipasi perempuan masa kini dijunjung lebih tinggi?
ADVERTISEMENT
Kenali Emansipasi Sejati, Jangan Berusaha Menghalangi
Jangan sampai kita salah kaprah. Mengartikan semangat juang Kartini, dengan menggelar perayaan yang justru membawa kita semakin jauh dari nilai-nilai emansipasi sejati. Seperti yang kita tahu, Kartini adalah sosok wanita yang berani dan gigih memperjuangkan hak perempuan di tengah tradisi dan sistem zaman kolonial. Kartini bertekad agak semua perempuan, terutama perempuan pribumi bisa mendapatkan hak pendidikan yang layak. Kartini giat menuliskan surat yang berisikan pemikiran-pemikirannya terhadap bagaimana hak perempuan harus setara dengan laki-laki. Dalam surat-suratnya, ia dengan tegas menulis tentang keinginannya untuk melawan tradisi yang mengikat kebebasan perempuan. Ia menginginkan yang setara untuk berkembang, bukan hanya berdiam diri dalam rumah. Ia memiliki cita-cita agar perempuan memiliki hak untuk belajar, berbicara, dan berpikir.
ADVERTISEMENT
Perlu ditekankan bahwa perjuangan Kartini lebih dari sekadar mengenakan kebaya. Kita harus benar-benar memperhatikan, sejauh ini apakah kita benar-benar sudah menghidupkan semangat Kartini dengan hanya merayakan tampilan fisik atau atribut luar yang seolah-olah menyimbolkan perjuangan sosok Kartini? Sudahkah emansipasi perempuan terpampang nyata dalam kehidupan? Coba kita berhenti sejenak, melihat ke sekeliling kita. Sudah berapa banyak perempuan yang bisa mengejar cita-citanya lebih tinggi, sudah seberapa banyak ruang aman yang melindungi keberadaan perempuan, dan sudah seberapa sering perempuan bebas berpendapat tanpa dibungkam.
Tak Hanya Kebaya Belaka, Semangat Kartini Harus Berkobar dalam Jiwa
Peringatan Hari Kartini sudah biasa dilakukan sejak bertahun-tahun, tapi jangan lupa bahwa emansipasi yang nyata sangat dekat di sekitar kita. Menghormati Kartini seharusnya tidak hanya dilakukan melalui kostum atau lomba. Semangatnya harus digaungkan ke dalam tindakan nyata. Tindakan nyata yang mulai dilakukan dari menyediakan ruang lebih banyak dan lebih aman untuk perempuan berbicara, berpendapat, dan berkontribusi tanpa dibatasi oleh ekspektasi gender. Jangan sampai, perjuangan Kartini hanya simbolis belaka, yang cukup diingat dengan mengenakan kostum setahun sekali.
ADVERTISEMENT
Kartini bukanlah tokoh yang patut diperingati hanya dengan sekadar upacara dan perayaan lomba. Jika kita benar-benar ingin menghargai dan meneruskan perjuangannya, mari kita mulai dengan memandang perempuan lebih dari sekadar penampilan luar dan memberikan mereka ruang untuk berkembang. Sebab, emansipasi yang sesungguhnya dari sosok Raden Adjeng Kartini bukanlah soal mengenakan kebaya dan tampil cantik di atas panggung, tapi soal mengubah cara pandang kita terhadap perempuan dalam kehidupan sehari-hari dan saling bergandeng tangan untuk memberdayakan perempuan tanpa diskriminasi gender.