Konten dari Pengguna

Uni Eropa dan Kecerdasan Buatan

Umar Mubdi
Tenaga Pengajar di Fakultas Hukum UGM
26 Agustus 2020 17:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Umar Mubdi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kecerdasan buatan. Foto: Gerlat/Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kecerdasan buatan. Foto: Gerlat/Pixabay
ADVERTISEMENT
Revolusi digital semakin menampakkan pengaruhnya dengan kian masifnya penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), sebuah program komputasi yang memungkinkan mesin bekerja seperti manusia untuk mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan melakukan prediksi berdasarkan kumpulan data-data (CIPG, 2018; Rusel & Norvig, 2012). Pemanfaatan AI telah tersebar di berbagai sektor, mulai dari sistem rekomendasi dalam otomotif cerdas, birokrasi pemerintahan, ekonomi dan perbankan, bahkan telah masuk ke dalam sektor judisial untuk mengadvokasi transparansi.
ADVERTISEMENT
Di dalam konteks perdagangan global, AI menempati posisi sebagai “game changer” karena potensi nilai ekonomisnya yang mencapai USD 15,7 triliun pada tahun 2030 (Kusumawardani 2019; PwC, 2020). Terutama pada sektor kesehatan, keuangan, dan manufaktur, transformasi digital melalui kecerdasan buatan melakukan akselerasi yang signifikan dengan potensi nilai total hampir mencapai USD 600 miliar (McKinsey, 2017). Angka tersebut sesungguhnya menunjukkan bahwa erupsi AI dan kapitalisasi data akan sangat menentukan pendekatan-pendekatan negara dan perusahaan dalam mengantisipasi disrupsi global.
Pada titik ini, sejumlah negara industri akan bergantung pada AI untuk mencapai produktivitas yang lebih tinggi (Kreutzer & Sirrenberg, 2020). Termasuk Uni Eropa (UE) juga turut memastikan keterlibatannya dalam industri AI. UE merupakan kreator, produser, dan pengembang teknologi berbasis AI dengan infrastruktur data yang mutakhir. Selain itu, UE mampu memformulasi satu teknologi dengan sistem keamanan yang tinggi namun menggunakan sistem energi yang rendah (EU Commission, 2020). Beberapa perkembangan tersebut dapat terlihat dalam industri manufaktur, robotik, agrikultur, layanan finansial, dan otomotif. Data menunjukkan, dalam tiga tahun terakhir, pendanaan pengembangan riset di UE telah mencapai € 1,5 miliar (EU Commission, 2020).
ADVERTISEMENT
Namun demikian, AI tidak terlepas dari risiko yang dapat mengancam fondasi dan nilai hak asasi manusia berupa kehormatan manusia dan hak privasi (EU Commission, 2020). AI masih sangat mungkin mengandung kesalahan dalam memproses data dan mengambil keputusan, adanya risiko luaran yang diskriminatif, maupun rendahnya tingkat perlindungan data pribadi yang dapat disalahgunakan untuk kriminalitas.
Oleh sebab itu, dalam rangka menasbihkan diri sebagai aktor terdepan dalam perkembangan AI dan revolusi digital, UE mempublikasikan “European Union’s AI White Paper” sebagai pendekatan UE pada ‘exellence and trust’. Adapun tantangan UE di dalam menghadapi erupsi AI ini akan diuraikan dalam tiga aspek. Masing-masing adalah (i) aspek sumber daya manusia, (ii) aspek teknis, dan (iii) aspek tata kelola.
ADVERTISEMENT
'AI White Paper' dan Pendekatannya terhadap Tantangan AI
AI White Paper merupakan kerangka kerja pengembangan AI oleh UE. Selain untuk mengatasi berbagai risiko, AI White Paper ini juga bersifat inisiatif-proaktif untuk membentuk dua ekosistem pengembangan AI yang berdasarkan pada nilai dan hak warga UE. Pertama, ecosystem of exelence dapat dipahami sebagai ukuran untuk menyatukan seluruh lapisan dalam UE, nasional dan regional, termasuk juga antara publik dan sektor privat dalam mengalokasikan sumber daya prioritas-prioritas pembangunan AI (EU Comission, 2020). Prioritas tersebut antara lain ada pada perlindungan nilai warga UE, mempromosikan penelitian dan inovasi digital, dan mengakselerasi adopsi teknologi AI untuk kelompok bisnis kelas menengah dan kecil.
Kedua, ecosystem of trust merupakan upaya untuk memastikan pengembangan AI sejalan dengan regulasi di UE, terutama perlindungan hak asasi manusia pada teknologi yang mengandung risiko tinggi (EU Commission, 2020). Ekosistem ini juga berdiri di atas landasan etika kemanusiaan yang membuat setiap warga negara merasa aman dan nyaman menggunakan AI dan meningkat efisiensi produksi jasa dan barang di sektor bisnis.
ADVERTISEMENT
Ukuran-ukuran dalam ekosistem ini juga secara komperhensif menjawab tantangan-tangan dalam pengembangan AI tersebut. Berkaitan dengan tantangan dalam aspek sumber daya manusia, AI White Paper mengadvokasi peningkatan kemampuan untuk memenuhi syarat kompetensi. UE akan memproduksi sebuah regulasi yang dapat mengkoordinasikan negara anggota dengan institusi pendidikan untuk memperbesar kurikulum di bidang AI. Pada titik ini, UE juga akan mengembangkan ethical guidelines yang secara substantif melindungi keterlibatan gender, memastikan terlaksananya pendekatan human-centric, dan perhatian pada teknologi hijau dan transformasi digital.
Masih dalam tantangan yang sama, UE juga menegaskan dukungannya pada lembaga riset dengan menyediakan investasi national dan regional, ahli AI, dan regulasi yang memudahkan pengembangan AI. Persoalan risiko kemanan privasi data, UE akan memperketat penggunaan AI di bidang-bidang yang memiliki risiko tinggi semisal fitur face-recognition, sidik jari, maupun server penyimpanan data. UE memahami hal ini menjadi kendala besar yang harus dilampaui karena penyalahgunaan data akan melanggar hak asasi warga negara.
ADVERTISEMENT
Tantangan kedua, aspek teknis, sebenarnya masih sejalan dengan komitmen UE dalam melindungi data pribadi. Namun, pendekatan UE bukan hanya dalam memberikan perlindungan tetapi juga pengelolaan dan pengkonsolidasian data. Untuk melakukan hal ini, ada beberapa langkah yang UE akan terapkan. Salah satunya adalah data training. Hal ini bermakna bahwa data sebagai sumber pemrograman AI harus menghasilkan luaran yang aman dan berlandaskan hak asasi manusia. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah adanya asuransi dan transparansi dalam penggunaan data, tidak bertujuan pada hal-hal diskriminatif, dan menghormati dan melaksanakan regulasi UE seperti General Data Protection Regulation (GDPR) and the Law Enforcement Directive untuk proses klaim dan penegakan hukum.
Karena masih dalam pengembangan awal, risiko kekeliruan dalam pemrosesan AI masih terbilang tinggi. Pada produk otomotif berupa teknologi driverless, misalnya, sejumlah kecelakaan tercatat akibat kesalahan sistem prediksi di dalam AI (EU Comission, 2020). Hal-hal semacam ini membutuhkan tindakan antisipatif secara internal AI dan juga klaim pertanggungjawaban kepada penyedia AI. UE telah merespon permasalahan ini dalam AI White Paper dengan menegaskan prinsip akurasi AI dan keberlakuan pemulihan kerugian melalui proses judisial.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pada tantangan terakhir, aspek tata kelola, UE nampak sangat fasih dalam mengartikulasikan fokusnya pada kerjasama multilateral pengembangan AI. UE menyadari bahwa untuk mengatasi development gap pengembangan AI di antara negara anggota hanya dapat dicapai melalui tindakan kolaboratif. UE bahkan menargetkan nilai investasi AI via kerjasama ini akan mencapai € 20 miliar pertahun (EU Comission, 2020). Paralel dengan itu, UE akan memperkuat hubungan dengan kelompok usaha kecil dan menengah untuk terlibat dalam transisi digital ini. Sektor publik dan privat juga mendapat intensif timbal balik untuk mengaplikasikan AI di bidang-bidang yang produktif.
----------------------------------------------------------------------
Umar Mubdi, S.H., kandidat Master di International Peace and Conflict, Collegium Civitas, Polandia. Alumni Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
ADVERTISEMENT