Sepak Terjang Rendra dalam Geliat Teater Nusantara

Umi Muthmainnah
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
10 Desember 2021 21:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Umi Muthmainnah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by <a href="https://unsplash.com/@introspectivedsgn?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Erik Mclean</a> on <a href="https://unsplash.com/s/photos/theater?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Unsplash</a>
zoom-in-whitePerbesar
Photo by <a href="https://unsplash.com/@introspectivedsgn?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Erik Mclean</a> on <a href="https://unsplash.com/s/photos/theater?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Unsplash</a>
ADVERTISEMENT
Siapa sih, yang tidak mengenal Rendra, sang Burung Merak yang karya-karyanya sukses memukau jagat sastra nusantara? Nama W.S. Rendra tentu sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, terutama penikmat sastra. Kamu pasti sering mendengar namanya, bukan? Ya, W.S. Rendra adalah seorang penyair, dramawan, aktor, serta sutradara teater. Sastrawan yang memiliki berbagai bakat ini telah menyumbang banyak karya untuk dunia sastra Indonesia, lo. Sajak, cerita pendek, esai, naskah drama, bahkan kelompok teater yang didirikannya masih dapat kita jumpai dan dapat kita nikmati eksistensinya. Nah, untuk menjadi seorang legenda dalam dunia sastra, khususnya teater, ternyata perjuangan sang Burung Merak ini juga tidak mudah. Penasaran tidak, bagaimana sepak terjang Rendra dalam geliat teater nusantara? Yuk, kita kenang kembali perjuangan Rendra lewat tulisan ini.
ADVERTISEMENT
Sejak duduk di bangku SMP, sastrawan kelahiran 7 November 1935 ini telah menggandrungi dunia tulis menulis. Di usianya yang masih sangat muda tersebut, Rendra telah menulis berbagai macam karya. Untuk pertama kalinya, sajak Rendra dipublikasikan di majalah Siasat pada tahun 1952. Sejak saat itu, karya-karya sastrawan yang lahir di kota Solo ini kerap dimuat di berbagai majalah seperti Siasat, Kisah, Konfrontasi, Seni, Basis, Budaya, dan sebagainya. Selanjutnya, di masa SMA, ia kembali memperkenalkan karyanya ke publik, yaitu naskah drama "Kaki Palsu" yang dipentaskan perdana di sekolahnya. Selain naskah tersebut, Rendra juga menulis naskah drama “Orang-orang di Tikungan Jalan”, yang ternyata dapat mengantarkan Rendra menjemput penghargaan pertamanya, dalam lomba kepenulisan lakon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta tahun 1954. Sangat berprestasi, bukan?
ADVERTISEMENT
Tak hanya mendapat penghargaan, Rendra yang begitu menyukai dunia drama ini juga mendapatkan kesempatan untuk belajar drama di Amerika Serikat dengan beasiswa di tahun 1964. Akan tetapi, sebelum berangkat ke negeri Paman Sam tersebut, ternyata Rendra sempat merasa kecewa dengan drama-drama yang dimainkan oleh para seniman Indonesia. Ia merasa bahwa drama tersebut terlalu kaku karena pemain melakukan perannya seperti robot. Berawal dari kekecewaannya itu, seusai pulang menimba ilmu dari Amerika Serikat, ia memutuskan untuk membuat kelompok drama sendiri. Kelompok tersebut diberi nama “Bengkel Teater”, yang memiliki arti dapat menyatukan berbagai onderdil untuk menghasilkan suatu produk yang utuh. Wah, bermakna sekali ya, nama kelompoknya!
Tak hanya dapat mendirikan kelompok teater dengan nama yang sangat bermakna, ternyata Bengkel Teater besutan Rendra ini juga dapat membawa atmosfer yang berbeda bagi dunia sandiwara di Indonesia. Terbukti, salah satu pementasan yang dilakukan oleh Rendra mendapat respon yang ramai di masyarakat, yaitu pementasan "Teater Mini Kata". Pementasan teater ini disebut “Mini Kata” karena hanya menggunakan sedikit kata-kata, namun memperbanyak gerakan atau improvisasi spontan. Hal inilah yang menjadi sebuah pemandangan baru dalam teater nusantara. Bahkan, bentuk teater ini dapat membubarkan supremasi konsep teater realisme yang telah menguasai dunia teater Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meski telah memunculkan gebrakan baru dalam dunia sastra Indonesia, perjuangan Rendra dalam dunia teater tidak semudah itu. Berbagai hambatan dan rintangan dalam berteater dihadapi olehnya, khususnya di masa Orde Baru. Contohnya ialah dalam pementasan teater. Selama tujuh tahun, kelompok Bengkel Teater yang didirikannya mendapatkan larangan untuk mengadakan kegiatan pertunjukan. Pelarangan tersebut sebenarnya bukan merupakan peraturan khusus yang tidak mengizinkan kelompok seni tertentu untuk mengadakan pertunjukan. Akan tetapi, pelarangan mendadak ini kerap kali muncul tanpa diketahui siapa pembuatnya.
Pementasan teater pertama Rendra yang mendapat pelarangan ialah pementasan naskah “Mastadon dan Burung Kondor”. Rencananya, pementasan tersebut akan digelar pada tanggal 11 dan 12 November 1973, serta berlokasi di Universitas Gadjah Mada. Akan tetapi, pementasan tersebut tidak mendapatkan izin lantaran pihak kampus dan pihak kepolisian menganggap bahwa pementasan tersebut tidak pantas diselenggarakan di bulan puasa. Meskipun demikian, Rendra tidak serta-merta menyerah. Setelah mengadakan pertemuan dengan pihak terkait, Rendra berhasil mendapat izin untuk pementasan “Mastadon dan Burung Kondor”, meski lokasi pementasan dipindahkan ke Sport Hall Kridosono, Yogyakarta, pada tanggal 24 November 1973.
ADVERTISEMENT
Rendra merupakan sosok dramawan yang terkenal akan naskah-naskahnya yang mengandung kritik terhadap kehidupan sosial dan pemerintahan. Naskah “Mastadon dan Burung Kondor”, “Kisah Perjuangan Suku Naga”, “Panembahan Reso”, serta berbagai naskah lainnya, memuat isi yang menyindir pemerintahan atas kesewenang-wenangannya dalam memegang kekuasaan. Ciri khas dari karyanya ini menyebabkan Rendra sering kali mendapat teror yang mengancam keselamatan hidupnya. Berkali-kali ia ditangkap dan ditahan karena dianggap membahayakan kekuasaan pemerintah. Berbagai pelarangan, pencekalan, serta penahanan yang dialami Rendra, ternyata tak pernah memadamkan api semangatnya untuk tetap berkarya di dunia sastra, khususnya teater Indonesia. Kini, Rendra telah abadi dalam karya-karyanya. Perjuangannya yang hebat dan penuh keberanian dapat menjadi motivasi bagi kita, sebagai anak muda, untuk selalu melestarikan budaya dan sastra yang ada di bumi nusantara.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Bakdi Soemanto. 2017. Rendra: Karya dan Dunianya. Jakarta: PT Grasindo.
Ensiklopedia Sastra Indonesia, Rendra. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Ensiklopedia Sastra Indonesia, Teater Minikata. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Goodnewsfromindonesia.id, WS Rendra, Ketika Si Burung Merak Berontak Melawan Tirani.
Narasisejarah.id, Bengkel Teater: Bergeliat dalam Cengkeraman Orde Baru 1978-1985.