Konten dari Pengguna

Cermat Pilih Sayuran untuk Kesehatan

Eka Setyaningsih
S1 Pertanian dan menjadi Pengawas Mutu Hasil Pertanian di Kota Metro pada tahun 2018
28 November 2021 9:29 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eka Setyaningsih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menurunnya permintaan sayuran organik yang tersertifikasi Prima 3 menyebabkan keengganan Sarjono dalam mengelola kebunnya di Kel. Karangrejo Kec. Metro Utara Foto : Dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Menurunnya permintaan sayuran organik yang tersertifikasi Prima 3 menyebabkan keengganan Sarjono dalam mengelola kebunnya di Kel. Karangrejo Kec. Metro Utara Foto : Dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Sayuran memiliki kandungan serat yang tinggi, kaya akan vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Menurut Data Susenas dalam Kementerian Pertanian (2021) menunjukkan bahwa konsumsi energi penduduk Indonesia dari sayuran pada tahun 2020 sejumlah 52,3 kg/kapita/tahun. Angka tersebut masih jauh berada di bawah standar konsumsi sayuran yang direkomendasikan FAO yaitu sebesar 75 kg/kapita/tahun.
ADVERTISEMENT
Agar konsumsi masyarakat akan sayuran meningkat dapat ditempuh dengan gerakan pola pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman (B2SA). Beragam dan bergizi adalah terdapat lebih dari satu macam jenis pangan dalam piring sekali makan sehingga memenuhi komponen gizi secara lengkap. Seimbang artinya pangan mengandung komponen yang cukup secara kuantitas dan kualitas , mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Aman artinya pangan harus bebas dari cemaran fisik, kimia dan biologi yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (PP No 28 Th 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan).
Sayuran sebagai bahan pangan asal tumbuhan (PSAT) dapat menjadi tidak aman untuk dikonsumsi akibat mengalami cemaran fisik, kimia dan biologis yang dimulai dari cara budidaya sampai tahap panen dan pasca panen, tahap distribusi, tahap pemasaran hingga terhidang ke meja makan. Karenanya keamanan pangan dari sayuran tersebut perlu diperhatikan disetiap tahapannya sehingga bermanfaat untuk kesehatan (food safety from farm to table).
ADVERTISEMENT
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Hal tersebut menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, produsen dan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2012.
Bahan pangan yang mengandung cemaran fisik seperti tanah, rambut, plastik dan lainnya apabila dikonsumsi akan langsung berdampak kepada yang mengkonsumsinya yaitu memuntahkan apa yang dimakan. Sedangkan bahan pangan yang mengandung cemaran biologis seperti aflatoksin, E.Coli dan Salmonella, sp akan berdampak setelah dikonsumsi baik secara langsung atau tidak langsung seperti muntah dan diare. Sedangkan bahan pangan yang mengandung cemaran kimia seperti residu pestisida ataupun logam berat akan berdampak dalam jangka waktu yang panjang dan disinyalir sebagai salah satu penyebab penyakit kanker.
ADVERTISEMENT
Peran pemerintah diperlukan dalam hal pengendalian dan pengawasan. Upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Metro melalui Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Metro adalah melakukan pengawasan terhadap keamanan pangan khususnya PSAT di tingkat produksi ataupun pedagang/ritel. Pengawasan tersebut dilakukan dengan cara mengambil contoh sayuran yang diproduksi petani atau dijual pedagang, dilakukan secara acak, dan dilanjutkan uji cepat terhadap kandungan/residu pestisida yang mungkin masih ada didalam sayuran tersebut menggunakan alat yang disebut rapid tes kit.
Pengambilan contoh sayuran milik Komang di Kel. Hadimulyo Timur Kec. Metro Pusat untuk diuji dengan rapid tes kit. Foto : Dokumentasi pribadi
Dari 90 contoh sayuran yang diambil selama periode bulan Mei s.d Oktober 2021, satu jenis sayuran yaitu tomat yang hasil uji rapidnya menunjukan hasil positif mengandung residu pestisida. Hasil positif mengandung residu pestisida dengan uji rapid test kit tidak serta merta menunjukan bahwa tomat tersebut tidak aman untuk dikonsumsi karena hasilnya secara kualitatif dikarenakan untuk menyatakan bahan pangan tidak aman untuk dikonsumsi apabila hasil uji laboratorium secara kuantitatif menyatakan hasilnya diatas ambang batas maksimum residu (BMR) untuk jenis pestisida atau diatas ambang batas maksimum cemaran (BMC) untuk logam berat dan mikroba. Secara umum pestisida dikelompokkan berdasarkan jenis bahan aktifnya (klasifikasi kimia) dan mekanisme kerjanya yaitu golongan karbamat, organoklorin, organofosfat, dan piretroid (Weiss et al.,2004). Standart yang digunakan untuk mengetahui BMR dan BMC pada tomat segar adalah SNI 01-3162-1992 dan Permentan Nomor 53 Tahun 2018.
Hasil uji sayuran dengan rapid tes kit dengan hasil negatif, terlihat dua warna berwarna biru pada alat tersebut. Foto : dokumentasi pribadi.
Saat pengambilan contoh tomat dilakukan dan disaksikan langsung oleh petaninya, didapatkan informasi bahwa dalam pemeliharaan tanaman tomat menggunakan jenis pestisida untuk mengatasi busuk buah, yang ketika ditelusuri dalam Website Sistem Informasi Pestisida - Kementrian Pertanian; pestisida tersebut diperuntukan bukan untuk tanaman tomat dan jumlah yang digunakannya melebihi dosis. Untuk mengendalikan agar tomat di tingkat produksi memenuhi standart keamanan pangan maka dilakukan pembinaan kepada petani tersebut. Ketika mengalami kendala dalam budidaya pertanaman yang diusahakannya agar berkonsultasi dengan PPL dan POPT terlebih dahulu dan tidak langsung membeli pestisida ke kios sarana produksi tanpa memperhatikan jenis pestisida dan peruntukannya. Kedepannya agar dalam menggunakan pestisida sesuai konsep pengendalian hama terpadu, yaitu harus tepat sasaran, tepat mutu, tepat jenis pestisida, tepat waktu penggunaan, tepat dosis atau konsentrasi dan tepat cara penggunaan (prinsip 6 tepat).
ADVERTISEMENT
Adapun peran petani sebagai produsen sayuran adalah mengupayakan agar hasil panennya memenuhi keamanan pangan dengan cara menerapkan cara budidaya yang baik (Good Agriculture Practices) dan cara panen dan pasca panen yang baik (Good Handling Practices). Dalam proses budidaya, pestisida biasanya digunakan pada tahap pembenihan agar benih yang disemaikan dapat tumbuh dan tidak habis dimakan semut dan pada tahap pemeliharaan agar tanaman bebas dari gangguan hama penyakit. Penggunaan pestisida dalam proses budidaya tidak akan menimbulkan dampak yang berbahaya apabila mengikuti prinsip 6 tepat penggunaan pestisida.
Sujarno merupakan salah satu petani sayuran selada dan caisim di Kel. Karangrejo Kec. Metro Utara yang memiliki sawah seluas 0,5 bau untuk menanam bermacam sayuran seperti caisim, pokcoy, selada, kangkung dan daun bawang. Hasil panennya diambil untuk diuji ulang residu pestisidanya menggunakan rapid test kitt pada bulan mei dan oktober 2021 . Hasil uji menunjukan hasil negatif yang berarti tidak terdeteksi kandungan pestisidanya.
Panen caisim di lahan milik Sudarno dengan keluhan banyaknya ulat yang menyerang dan menyebabkan daun berlubang. Contoh sayuran diambil pada bulan Mei dan Oktober 2021 dan hasil uji rapidnya negatif. Foto : Dokumentasi pribadi.
“ Dalam menanam sayuran ini tidak hanya untuk dijual saja bu, tetapi kami sekeluarga juga ikut memakannya. Jadi kami pasti tidak menggunakan pestisida berlebihan. Saya nyemprot (istilah yang digunakan dalam penggunaan pestisida) untuk hama ulat jika sudah ada serangan, itupun hanya sedikit sekali, mungkin hanya seperempat tutup botol kecil pestisida (ukuran 100 ml) yang saya campur dengan air 15 L didalam hand spryer dan saya semprotkan untuk caisim dan pokcoy ” ujarnya. “Itupun nyemprotnya bisa 4 hari sekali. Saya hari-harinya disawah seperti ini sudah bertahun - tahun. Walaupun terkadang hasil panen membuat kami menangis karena tidak ada harganya, tetapi kami tidak putus asa karena yakin pasti akan ada saatnya kami mendapatkan harga yang layak” imbuhnya kemudian.
ADVERTISEMENT
Senada dengan keluhan Sudarno, ditempat berbeda tetapi masih di Kelurahan Karangrejo Kecamatan Metro Utara adalah Sarjono yang dengan bantuan dan bimbingan Bapak Agus Sutanto (Dosen pasca sarjana dan peneliti di Jurusan Biologi Universitas Muhammadyah Metro) mengusahakan lahannya seluas 0,5 Ha untuk budidaya sayuran secara organik. Lahan tersebut telah mendapatkan sertifikat Prima 3 pada bulan Juni 2021 dari Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah Prov. Lampung yang menunjukan bahwa produk yang dihasilkannya aman untuk dikonsumsi. “Produk sayuran kami yang sudah dijalankan secara organik tanpa menggunakan bahan kimia dalam pemeliharaannya, ketika panen dibeli oleh pengepul dengan harga sama dengan non organik padahal biaya pemeliharaan kami lebih besar ” ujarnya dengan suara lesu.
ADVERTISEMENT
Menyikapi permasalahan Sarjono, untuk produk organik dengan harga yang lebih mahal dibandingkan produk non organik memang harus menyasar konsumen kalangan atas yang sudah lebih maju dalam memandang bahan pangan yang harus serba organik atau dipasarkan ke ritel modern. “Sebelum pandemi covid merebak, kami kewalahan dalam melayani permintaan konsumen. Namun dengan adanya PPKM yang membatasi aktifitas masyarakat kami tidak lagi mampu menjual hasil panen. Akhirnya hasil panen kami olah lagi menjadi kompos karena biaya panen dan pasca panen tidak tertutup dengan harga yang diberikan pengepul” imbuhnya lagi.
Langkah yang mungkin dapat ditempuh oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Metro untuk mendorong petani tetap menerapkan GAP dan GHP ketika harga sangat rendah adalah :
ADVERTISEMENT
1. Menganalisis biaya produksi per jenis sayuran secara umum yang harus dikeluarkan untuk mencapai titik impas kembalinya modal atau disebut dengan Break Event Point (BEP).
2. Ketika harga dari pengepul dibawah atau sama dengan BEP, maka mewajibkan setiap pegawai di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemda Kota Metro untuk membeli produk sayuran dari petani yang ada di Kota Metro secara bergiliran dengan harga wajar. Hal ini pernah dilakukan di DKP3 Kota Metro pada awal tahun 2020 dimana harga cabai merah di tingkat petani hanya Rp 8.000,-/kg. Untuk membantu petani yang panen cabai merah maka pegawai yang ada membeli hasil panen dengan harga Rp 12.000,-/kg. Walaupun tidak langsung mampu menampung hasil panen petani, tetapi sedikit kebijakan tersebut dirasa sangat membantu bagi Gino, petani cabai di Kel. Sumbersari Kec. Metro Selatan.
ADVERTISEMENT
Kendala yang mungkin dihadapi jika kebijakan tersebut diuji cobakan adalah :
1. Penolakan dari pegawai dikarenakan jenis sayuran tidak sesuai dengan kebutuhannya.
2. Keengganan petani selaku produsen untuk mengantarkan hasil panen ke SKPD dimaksud karena harus menyita waktu yang dimiliki dalam memelihara pertanamannya.
3.Kerepotan petani ketika mengemas/ menyiapkan PSAT sesuai dengan jumlah pesanan.
Sedangkan tanggung jawab konsumen adalah pada saat memilih dan mengolahnya sehingga manfaat sayuran bisa didapatkan tanpa merusak kandungan gizi dan vitaminnya. Beberapa tips untuk konsumen dalam memilih sayuran di pedagang sayuran, yaitu:
1. Pilih sayuran organik (dikemas dan ada logo organik) tetapi harganya lebih mahal.
2. Pilih sayuran yang dikemas dan mencantumkan sertifikasi Prima 2/3. Sertifikasi Prima 2 atau 3 menunjukan hasil panen aman untuk dikonsumsi.
ADVERTISEMENT
3. Pilih sayuran yang secara visual terlihat tidak sempurna/mulus seperti daunnya ada yang berlubang digigit ulat. Untuk komoditas tertentu seperti caisim, menunjukan bahwa dalam budidayanya tidak menggunakan pestisida secara berlebihan.
4. Pilih sayuran yang terlihat segar dan tidak layu untuk mencegah berkurangnya kandungan gizi dan vitamin akibat kerusakan secara fisiologis.
Jenis logo sertifikat Prima 1; 2; dan 3. Sumber Kementrian Pertanian
Beberapa tips untuk menghilangkan residu pestisida yang mungkin ada pada sayuran yang kita beli adalah :
1. Cuci dengan sabun cair khusus buah/sayuran.
Siapkan wadah yang telah diisi air dan diberi beberapa tetes sabun. Cuci sayuran dalam cairan tersebut hingga bersih dan segera bilas dengan air mengalir hingga benar - benar bersih. Jangan mencuci dengan sabun cuci piring karena justru akan memunculkan residu dari sabun terhadap sayuran.
ADVERTISEMENT
2. Rendam dalam air hangat
Siapkan wadah yang telah diberi air hangat dan garam secukupnya. Pastikan garam telah larut sebelum memasukan sayuran. Rendam kurang lebih 5 menit dalam air hangat tersebut agar vitamin sayuran tidak larut. Bilas dengan air mengalir hingga benar - benar bersih.
3. Rendam dengan baking soda.
Siapkan wadah yang telah diberi air dan baking soda secukupnya. Aduk hingga larut sebelum memasukan sayuran. Rendam kurang lebih 5 menit dalam air hangat tersebut agar vitamin sayuran tidak larut. Bilas dengan air mengalir hingga benar - benar bersih.
Kegunaan dari mencuci sayuran dengan air bersih yang mengalir juga mampu membersihkan cemaran biologis seperti Salmonella, sp dan E. Colli yang masih menempel.
ADVERTISEMENT
Agar terjadi peningkatan konsumsi sayuran khususnya di Kota Metro, maka gerakan B2SA perlu kembali digiatkan melalui lomba - lomba antar Kelompok Wanita Tani bekerjasama dengan PKK, berbasis pangan lokal dengan menambahkan jenis sayuran yang diolah.
Sinergi antara Pemerintah Kota Metro yang aktif dalam menjalankan pengawasan dan pengendalian; Produsen/petani yang siap menerapkan GAP/GHP dan konsumen yang memahami cara memilih dan mengolah pangan menjadi kunci bagi terwujudnya keamanan pangan di Kota Metro yang bermanfaat terhadap keberhasilan anak bangsa di masa depan.