Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Pengrajin Batik yang Gigih, Namun Sedih karena Pandemi
25 Juli 2021 10:23 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Umi Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di pojok salah satu rumah di Kelurahan Sokaraja Wetan RT 02 RW 02, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Jawa Tengah, tampak sesosok pria tengah menggambar dengan sebuah pensil di atas kain putih panjang, saat aku melangkah mendekat dan mengucap salam untuk bertanya kiranya apa yang sedang beliau kerjakan, lalu beliau dengan senyum ramah menjawab salamku dan mempersilahkan masuk ke sisi ruang tamu miliknya.
ADVERTISEMENT
Aku perkenalkan diriku pada sosok pria tersebut, aku adalah seorang mahasiswi Ilmu Komunikasi di Universitas Amikom Purwokerto yang sedang mencari tahu tentang budaya Batik Banyumas, aku dengar rumah sosok pria inilah merupakan tempat produksi batik yang sedang aku cari.
Beliau dengan senang hati menyambut kedatanganku, beliau bercerita bahwa banyak sekali mahasiswa dari berbagai kampus seperti Unsoed, UMP, dan Unwiku yang sebelumnya singgah di rumahnya untuk mengenal Batik Banyumas, sungguh sebuah kehormatan untukku menjadi mahasiswa pertama dari Universitas Amikom Purwokerto yang berkunjung ke rumahnya.
Ku tanya siapa namanya, beliau menjawab namanya adalah Jumadi, pria berusia 47 tahun yang membuka usaha batik bernama Rumah Batik J M D di rumahnya. Aku panggil beliau dengan nama Pak Jumadi. Nama yang biasa orang memanggilnya.
ADVERTISEMENT
Hari semakin siang, karenanya aku bergegas mewawancarai beliau sesuai tujuanku. Pertanyaan demi pertanyaan aku sampaikan akan keingintahuanku kepada budaya batik yang beliau dan keluarganya tekuni selama bertahun-tahun lamanya, secara turun-temurun. Beliau menyebut bahwa usaha Batik Banyumas yang beliau geluti sekarang, merupakan warisan dari orang tuanya yang sudah wafat, beliau menjadi satu-satunya penerus di keluarganya, karena saudaranya yang lain tidak sanggup untuk meneruskan usaha batik tersebut.
Entah kenapa ucapan Pak Jumadi membuatku cukup sedih tak kala kekhawatiranku akan pengrajin batik yang semakin jarang. Namun aku lanjutkan obrolanku dengan beliau, dengan jelas beliau menuturkan bahwa motif Batik Banyumas sangat banyak, antara lain Sekar Jagad, Sida Mukti, Babon Angrem, Merak, Parang Rusa, Ande-Ande Lumut, Galar, dan masih banyak lagi. "Namun motif yang sering dipesan pelanggan adalah motif Galar," tutur Pak Jumadi sambil beliau mengeluarkan beberapa contoh motif batik hasil kreativitasnya dari sebuah lemari kaca panjang di samping ruang tamunya.
ADVERTISEMENT
Saat aku melihatnya, aku merasa kagum dengan hasil keahlian tangannya yang sungguh luar biasa, motif yang menurutku sulit digambar mampu beliau gambar dengan rapi dan indah, tidak ada gambar yang tidak elok untuk dipandang, mataku seakan dimanjakan dengan hasil karya Pak Jumadi.
Beliau sesekali masuk ke dalam ruangan entah ruang apa, beliau kembali dengan membawa kain mori putih berukuran panjang yang tadi sedang beliau gambar saat pertama aku melihatnya di depan rumahnya, tergambar dengan cukup jelas, gambar motif yang beliau gambar menggunakan pensil di atas kain putih sangatlah indah dan aku memuji karyanya di depan beliau.
Melihatku terkagum-kagum, beliau menjelaskan bahwa setiap motif batik memiliki ciri khasnya masing-masing. Semuanya tampak rumit dan sangat memakan waktu dalam memproduksi kain batik khususnya batik tulis, beliau mengaku bisa menghabiskan waktu 3-6 bulan untuk merampungkan batik tulis karyanya. Sungguh proses yang cukup memakan waktu hingga setengah tahun lamanya.
ADVERTISEMENT
Sambil duduk dengan santai di atas kursi kayu, beliau berkata harga batik tulis jauh lebih mahal dibandingkan batik cap dan batik printing. Tanpa ragu beliau menyampaikan harga batik mulai dari Rp 90.000 - Rp 450.000 tergantung dari jenis kain yang dipakai dan kerumitan motif.
Menurutku itu sangat sepadan dengan hasil yang dihasilkan oleh Pak Jumadi melihat hasilnya yang menarik mata. Beliau bercerita pernah mendapat pesanan membuat batik menggunakan kain sutera yang notabene harganya sangat mahal, tidak tega memberikan harga terlalu tinggi, beliau menolak pesanan tersebut, sebab mempertimbangkan harga kainnya yang terlalu tinggi.
Selain itu, keuntungan yang didapatkan tidak banyak. Sejauh ini, beliau menggunakan kain berkualitas namun cukup terjangkau, kain paling mahal yang ia gunakan adalah kain kupu-kupu, dengan demikian, harga yang dikeluarkan klien tidak terlalu besar dan Pak Jumadi tetap meraup keuntungan yang setimpal.
ADVERTISEMENT
Hari semakin siang, jarum jam dinding mengarahkan pukul 11.00 WIB, setengah jam telah berlalu aku berada di rumah Pak Jumadi, tanpa berpikir panjang, aku melanjutkan pertanyaanku agar segera usai dan tidak enak hati jika mengganggu waktu beliau, pertanyaanku mengarah bagaimana cara pembuatan batik tulis, beliau menegakkan badan sambil menyebutkan alat dan bahan sambil menghitung dengan jari, tatapannya mengarah ke samping, beliau menyebutkan alat dan bahannya yaitu kain mori, pensil, malam/lilin, canting, wajan kecil, kompor kecil, wangkring, serta pewarna batik Naptol, Indigosol dan Remasol.
Dengan cermat aku dengarkan sambil aku catat poin penting yang diucapkan Pak Jumadi, kemudian beliau menceritakan langkah awal pembuatan batik yaitu menggambar motif di atas kain mori menggunakan pensil, setelah selesai kemudian panaskan malam hingga meleleh dan panas di atas wajan dan kompor dengan api yang sedang. Setelahnya letakkan kain mori di atas wangkring dan canting/lukis menggunakan canting yang telah diisi lilin di atas kain mengikuti motif yang sudah digambar.
ADVERTISEMENT
Lalu tutup kain putih yang tidak ingin terkena warna menggunakan lilin. Selanjutnya tahap pewarnaan pertama dilakukan pada bagian yang tidak tertutup warna dan keringkan. Lalu lukis kembali menggunakan canting untuk mempertahankan warna pada tahap pertama. Kemudian proses ‘ngelorod’ menurut Pak Jumadi ‘ngelorod’ adalah proses peluruhan malam/lilin dengan mencelupkan kain pada air yang mendidih agar lilin terlepas dari kain. Tahap terakhir yaitu mencuci kain dengan air bersih dan keringkan, batik pun jadi.
Mendengar prosesnya yang cukup rumit, aku merenung bagaimana cara merawatnya agar tetap bagus, langsung aku tanyakan pada Pak Jumadi. Sepertinya Pak Jumadi sangat antusias jikalau menceritakan tentang batik yang menjadi tumpahan kreativitasnya, beliau berdiri dari tempat duduknya dan mengambil sebuah botol berukuran sedang berwarna coklat bertuliskan Lerak, beliau meletakkan botol tersebut di depanku membuatku bertanya-tanya gerangan apakah itu.
ADVERTISEMENT
Ia kembali duduk dan mengatakan bahwa kunci mencuci kain batik adalah menggunakan detergen khusus kain batik yang dinamakan “Lerak” yang terbuat dari bahan-bahan alami. Sebab jika menggunakan detergen biasa, kandungan kimia dalam detergen akan mengikis warna asli kain batik. Bisa-bisa warna kain akan memudar. Beliau juga mewanti-wanti hindari mencuci dengan mesin cuci, cukup cuci menggunakan tangan dan kucek dengan ringan, hingga Lerak mengeluarkan busa. Kemudian hindari memeras kain, cukup tarik bagian tepi ujung kain agar kain tidak mudah rusak.
Selain itu, aroma dari Lerak pun dipercaya dapat mencegah munculnya hewan kecil yang dapat merusak keindahan kain batik saat disimpan. Pak Jumadi menjeda pembicaraannya sambil merapikan taplak meja di depannya yang tercipta dari batik buatannya.
ADVERTISEMENT
Lalu beliau kembali ke posisi duduk sambil bersender di sandaran kursinya, sedangkan aku masih berusaha merampungkan catatanku, kemudian aku menaikkan kepalaku setelah selesai mencatat, beliau melanjutkan perkataannya bahwa orang-orang sering kali salah kaprah saat menjemur kain batik, kain batik tidak perlu dijemur di bawah terik sinar matahari, sebab akan membuat warna kain pudar, oleh karenanya jemur kain di tempat teduh atau diangin-anginkan sudah layak membuat kain batik tetap terjaga warna dan kualitasnya.
Mendengar tips tersebut, mulutku meringis untunglah tertutup oleh masker, alasannya karena sebetulnya aku sering menjemur batik di bawah sinar matahari yang terik, oleh karena itu, aku tidak ingin melakukan hal tersebut lagi. Sesekali Pak Jumadi menyenderkan tubuhnya di kursi dan meletakkan kedua lengannya di atas gagang kursi. Kemudian beliau menambahkan poin penting lainnya yaitu tidak menyetrika kain batik secara langsung, dikhawatirkan suhu panas akan merusak kain. Maka cukup semprotkan pelembut pakaian di atas kain batik dan letakkan kain lain di atas kain batik kemudian setrika dengan suhu sedang.
Melihat kain batik yang ada di lemari kaca jumlahnya cukup banyak, aku merenung berapa banyak batik yang mampu dihasilkan oleh Pak Jumadi dalam kurun waktu tertentu, lalu aku menyampaikan keingintahuanku tersebut.
ADVERTISEMENT
Pak Jumadi menjawab setiap harinya beliau dapat memproduksi 100-200 kain batik setiap harinya dengan dibantu kepiawaian 2 karyawannya. Mendengar jumlahnya yang cukup banyak, aku bertanya apakah pandemi covid-19 angka penjualan yang diperoleh berubah cukup signifikan dan berdampak pada usaha batik milik beliau.
Tiba-tiba raut wajahnya sedih dan kepalanya merunduk seakan menandakan pandemi ini telah mengubah keadaan manusia. Aku sampai tidak enak hati menanyakannya, namun beliau tetap memberikan jawaban bahwa selama pandemi, hampir semua sektor mengalami penurunan, tidak terkecuali usaha batik miliknya. Penjualan mengalami penurunan drastis bahkan reseller langganan yang biasa berkunjung ke rumah beliau meliputi dari Jogja, Pekalongan, dan lainnya sudah tidak tampak atau memesan kain batiknya dalam jumlah banyak.
ADVERTISEMENT
Kini beliau hanya mengandalkan sejumlah pelanggan yang hendak membeli kain batik eceran atau pemesanan dari para guru yang hendak membuat seragam datang ke rumahnya, sebab beliau tidak menjual batiknya pada situs internet, karena belum memiliki persiapan matang akan hal tersebut.
Sambil menghela napas tak kala raut wajahnya tercermin kesedihan, beliau mengatakan tetap bersyukur ada saja orang yang mau memesan batik miliknya. Beliau optimis, berusaha dan berdoa suatu saat usahanya akan segera pulih dan lebih maju dari sekarang dengan kerja keras dan terus menghasilkan ide-ide yang membuat batik tetap lestari.