Strawberi Bulan Desember

Fatatik Maulidiyah
Guru di MAN 2 Mojokerto
Konten dari Pengguna
27 Desember 2020 21:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatatik Maulidiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Strawberi Bulan Desember
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Strawberry Bulan Desember
Oleh: Fataty Maulidiyah
Setiap pagi kalau belanja ke pasar saya selalu menengok tanaman ini. Strawberry yang saya beli bulan Desember 2019 lalu di wisata Kafe Sawah Pujon Kidul Malang. Harganya tak seberapa hanya limabelas ribu saja satu pot bibitnya. Waktu itu saya membeli dua. Satunya sudah mati tak terurus.
ADVERTISEMENT
Waktu saya rawat sendiri sempat berbuah beberapa kali. Namun karena saya kurang telaten merawat strawberry ini tak saya hiraukan lagi nasibnya. Suami ternyata yang sigap menyelamatkan strawberry ini. Di pangkas beberapa daun-daun keringnya dan dipindah potnya dari lantai atas ke pojok samping kolam lele depan rumah.
Saya tidak tahu bahwa strawberry ini rutin berbuah. Suami yang beberapa waktu lalu memberi tahu kalau dia sering makan buah ini berkali-kali. Saya yang terkejut dan tidak menyangka bahwa tanaman yang sekilas tampak rapuh ini masih setia berbakti meski besarannya tidak pernah melebihi ibu jari.
Mulai saat itulah saya memperhatikan strawberry ini. Saya minta tolong disiram pakai air kolam ikan secara rutin. Karena aktifitas saya lebih sering di lantai atas. Saya juga berpesan jangan dipetik, harus laporan dulu sama saya. Tidak boleh dimakan, harus saya sendiri yang makan. Mulai saat itu suami meminta saya untuk selalu memperhatikan tanaman ini.
ADVERTISEMENT
Pagi itu saya menyibak daun-daunnya. Ada bakal buah sebesar telur cicak. Berwarna hijau. Beberapa diantaranya masih berupa bunga. Kelopaknya putih bersih. Saya mengusapnya dan berkata padanya,” Kapan kamu menjadi bakal buah”? Jangan rontok ya, apalagi mati. Lalu saya menyiangi daun-daunnya yang kering.
Waktu berlalu hari demi hari, entah berapa minggu. Strawberry yang rapuh ini sepertinya enggan putus asa. Putus asa untuk terus berbuah meskipun diabaikan. Tanpa nutrisi juga polusi kendaraan yang tiap waktu lewat meracuni dirinya. Saya mulai merasa kagum padanya. Saya lihat bakal buah yang berjumlah satu yang paling besar itu sudah sebesar ibu jari. Warnanya masih pucat. Saya setia menunggunya sampai merona. Entah esok atau lusa.
Dan tadi pagi, saya merasa dia sedang menunggu suntuk saya petik. Benar saja kemarin masih berwarna pucat, kali ini merah merona tampak sangat kontras diantara hehijuan daun yang menutupinya. Saya mengambil gambarnya. Mengabadikan usahanya yang sempurna menyajikan warna merah menyala itu dengan rata . Saya sudah berbisik padanya, bahwa setelah saya abadikan tampilannya akan saya petik dan saya makan. Strawberry ini diam saja dan patuh.
ADVERTISEMENT
Alangkah segar rasanya meski hanya satu buah dan hanya sebesar jempol tangan. Saya mungkin belum pernah menyayanginya dengan sungguh-sungguh. Tetapi Sang Maha Pengasih dan penyayang telah lebih dulu mencintainya .
Dia ditumbuhkan dengan cinta dan rindu. Untuk menyapa manusia-manusia yang kerap lalai dengan rasa syukur. Mungkin strawberi desemberku ini teguh bertahan dan tidak putus asa berbuah meski tiap bulan saja. Strawberi ini mungkin juga sengaja tetap konsisten dengan segala keterbatasannya agar saya tergerak dan memiliki rasa bahwa Sang Maha Cinta selalu menyapa hamba-Nya melalui makhluk-makhlukNya.***