Konten dari Pengguna

Bullying di Era Digital Melampaui Batasan Ruang dan Waktu

Revi Marta
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas
1 September 2024 10:47 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Revi Marta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bullying, sumber : freepik.com/stories
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bullying, sumber : freepik.com/stories
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fenomena bullying telah menjadi salah satu isu sosial yang semakin mengemuka seiring dengan perkembangan teknologi, khususnya media sosial. Media sosial, yang awalnya diharapkan menjadi platform untuk berbagi informasi dan mempererat hubungan sosial, kini juga sering menjadi medium penyebaran perilaku bullying yang meresahkan. Bullying dalam konteks ini tidak lagi terbatas pada interaksi langsung di lingkungan sekolah atau tempat kerja, tetapi meluas ke dunia maya, di mana batas-batas geografis dan waktu nyaris tidak ada. Fenomena ini memerlukan perhatian serius, baik dari individu, keluarga, institusi pendidikan, maupun pembuat kebijakan.
ADVERTISEMENT
Dalam lingkungan media sosial, bullying dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari komentar-komentar kasar, penyebaran rumor, hingga penyebarluasan konten yang merendahkan atau memalukan seseorang. Perbedaan besar antara bullying di dunia nyata dan di dunia maya adalah skala dan dampaknya. Di media sosial, konten yang bersifat bully dapat menyebar dengan sangat cepat dan mencapai audiens yang jauh lebih besar dibandingkan dengan bullying yang terjadi secara langsung. Ini dapat menyebabkan dampak psikologis yang lebih parah bagi korban, yang merasa dihakimi dan diintimidasi oleh massa yang tidak mereka kenal dan mungkin tidak pernah mereka temui.
Lebih dari itu, anonimitas yang disediakan oleh media sosial memberikan perlindungan kepada pelaku bullying, yang seringkali merasa bebas dari konsekuensi hukum atau sosial atas tindakan mereka. Anonimitas ini juga mendorong keberanian yang berlebihan, di mana orang-orang yang mungkin tidak akan berani melakukan tindakan bullying secara langsung, merasa lebih leluasa melakukannya di dunia maya. Perasaan tidak bertanggung jawab ini mengaburkan batas antara opini dan kebencian, serta memperparah fenomena bullying di media sosial.
ADVERTISEMENT
Efek bullying di media sosial terhadap korban sangat kompleks. Korban seringkali merasa terisolasi, cemas, dan depresi, yang dalam beberapa kasus dapat berujung pada perilaku menyakiti diri sendiri atau bahkan bunuh diri. Media sosial, yang seharusnya menjadi alat untuk bersosialisasi dan mendapatkan dukungan sosial, justru menjadi sumber stres dan penderitaan. Dampak psikologis ini juga diperparah oleh sifat media sosial yang "abadi", di mana konten yang merendahkan atau menghina dapat tetap berada di internet dan terus diakses oleh orang lain, memperpanjang trauma korban.
Bullying, sumber : freepik.com/stories
Namun, fenomena bullying di media sosial juga mencerminkan masalah yang lebih mendalam dalam masyarakat kita. Ia menyingkap wajah gelap dari kebebasan berekspresi yang sering disalahgunakan, serta kurangnya empati dan kesadaran sosial di kalangan pengguna media sosial. Masyarakat modern, dengan segala kemajuannya, seringkali gagal menangani isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan mental, terutama yang dipicu oleh interaksi di dunia maya. Penegakan hukum yang lemah dan kurangnya pendidikan tentang dampak buruk bullying di media sosial juga berkontribusi terhadap berkembangnya fenomena ini.
ADVERTISEMENT
Institusi pendidikan dan keluarga memiliki peran penting dalam menangani fenomena ini. Pendidikan tentang etika berkomunikasi di media sosial harus dimulai sejak dini, mengajarkan kepada anak-anak dan remaja tentang dampak dari tindakan mereka terhadap orang lain. Selain itu, pendidikan ini juga harus mencakup bagaimana menangani situasi ketika mereka menjadi korban bullying, serta cara-cara yang efektif untuk melindungi diri dari konten negatif di media sosial. Orang tua juga perlu lebih aktif dalam mengawasi aktivitas online anak-anak mereka dan memberikan bimbingan tentang cara menggunakan media sosial secara bijaksana.
Di sisi lain, platform media sosial juga perlu mengambil langkah-langkah yang lebih tegas dalam menangani konten bullying. Algoritma yang digunakan untuk memoderasi konten harus ditingkatkan agar lebih efektif dalam mendeteksi dan menghapus konten yang berpotensi merugikan. Selain itu, platform harus menyediakan akses yang lebih mudah bagi korban bullying untuk melaporkan konten yang merugikan, serta memastikan bahwa laporan tersebut ditindaklanjuti dengan cepat dan tegas. Pendekatan ini akan membantu mengurangi dampak negatif dari bullying di media sosial dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua pengguna.
ADVERTISEMENT
Regulasi juga perlu diperkuat untuk menanggulangi fenomena ini. Pemerintah dan pembuat kebijakan harus bekerja sama dengan platform media sosial untuk menciptakan aturan yang lebih jelas dan tegas terkait bullying di dunia maya. Ini termasuk penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pelaku bullying, serta perlindungan yang lebih baik bagi korban. Dengan adanya regulasi yang jelas dan diterapkan dengan konsisten, diharapkan akan ada pengurangan signifikan dalam kasus bullying di media sosial.
Fenomena bullying di media sosial adalah refleksi dari tantangan yang dihadapi masyarakat modern dalam mengelola interaksi sosial di era digital. Tanpa tindakan yang tepat, baik dari individu, institusi pendidikan, platform media sosial, maupun pemerintah, fenomena ini akan terus berkembang dan menimbulkan dampak yang semakin parah. Diperlukan kesadaran kolektif dan upaya bersama untuk menciptakan lingkungan media sosial yang lebih sehat, di mana kebebasan berekspresi dihormati, namun tetap berada dalam koridor yang tidak merugikan orang lain. Ini adalah tantangan besar, namun sangat penting untuk menjaga kesejahteraan mental dan sosial di era digital ini.
ADVERTISEMENT