Konten dari Pengguna

Personal Branding Influencer di Media Sosial

Revi Marta
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas
30 Agustus 2024 16:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Revi Marta tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Influencer, sumber : freepik.com/stories
zoom-in-whitePerbesar
Foto Influencer, sumber : freepik.com/stories
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Personal branding di era digital telah menjadi salah satu aspek penting yang harus dikuasai oleh setiap individu yang ingin menonjolkan diri di tengah keramaian media sosial. Bagi para influencer, personal branding bukan hanya tentang bagaimana mereka ingin dilihat oleh publik, tetapi juga bagaimana mereka dapat mempengaruhi audiens mereka dengan cara yang otentik dan kredibel. Media sosial telah membuka jalan bagi siapa saja untuk menciptakan dan mengelola citra diri mereka secara luas, tetapi tantangan terbesar adalah bagaimana membuat brand yang konsisten dan relevan di mata pengikut mereka.
ADVERTISEMENT
Membangun personal branding bagi seorang influencer di media sosial dimulai dengan pemahaman yang mendalam tentang diri mereka sendiri. Apa nilai-nilai inti yang ingin mereka sampaikan? Apa yang membedakan mereka dari influencer lainnya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi dasar dari personal branding yang kuat. Influencer harus mampu menyelaraskan konten yang mereka buat dengan nilai-nilai ini, sehingga setiap postingan tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga bermakna secara emosional dan intelektual bagi pengikut mereka.
Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menawarkan platform yang unik bagi influencer untuk membentuk identitas digital mereka. Visualisasi, caption, video, dan interaksi dengan pengikut adalah elemen-elemen yang perlu diintegrasikan secara konsisten untuk memperkuat brand pribadi. Misalnya, seorang fashion influencer mungkin memfokuskan branding-nya pada estetika minimalis dan elegan. Setiap foto yang diunggah, setiap pakaian yang dikenakan, bahkan cara berbicara dalam video, semuanya dirancang untuk mencerminkan brand tersebut. Konsistensi inilah yang membuat pengikut bisa mengasosiasikan influencer dengan nilai-nilai tertentu, sehingga membangun loyalitas dan kepercayaan.
ADVERTISEMENT
Namun, personal branding tidak hanya tentang tampil konsisten, tetapi juga tentang menjadi autentik. Dalam dunia di mana informasi dapat dengan mudah diakses dan disebarluaskan, publik semakin cerdas dalam mengenali mana yang asli dan mana yang sekadar pencitraan. Oleh karena itu, influencer harus jujur dalam menyampaikan cerita mereka, termasuk berbagi tantangan dan kegagalan. Kejujuran ini menciptakan hubungan yang lebih dalam dengan audiens, karena pengikut merasa bahwa mereka tidak hanya mengikuti seseorang yang sempurna, tetapi juga seseorang yang bisa mereka pahami dan hubungi pada level personal.
Foto Influencer, sumber : freepik.com/stories
Tantangan lain dalam membangun personal branding melalui media sosial adalah menjaga relevansi di tengah tren yang cepat berubah. Algoritma platform sosial yang terus berkembang membuat influencer harus terus beradaptasi dengan format dan gaya konten yang baru. Misalnya, Instagram kini lebih menonjolkan konten video pendek (Reels), sehingga influencer yang dulunya hanya fokus pada foto harus mulai mempelajari cara membuat video yang menarik. Di sisi lain, platform seperti TikTok yang didominasi oleh pengguna muda, menuntut kreativitas dan kecepatan dalam memproduksi konten. Seorang influencer harus peka terhadap perubahan ini dan mampu mengintegrasikannya ke dalam strategi branding mereka tanpa kehilangan jati diri.
ADVERTISEMENT
Interaksi dengan pengikut juga merupakan kunci dalam personal branding. Media sosial memberikan kesempatan bagi influencer untuk berkomunikasi langsung dengan audiens mereka, baik melalui komentar, pesan pribadi, atau live streaming. Ini adalah momen di mana influencer dapat menunjukkan sisi pribadi mereka yang mungkin tidak terlihat dalam postingan biasa. Misalnya, seorang travel influencer yang secara rutin menjawab pertanyaan pengikut tentang destinasi yang mereka kunjungi, atau seorang beauty influencer yang memberikan tips perawatan kulit berdasarkan pengalaman pribadi. Interaksi semacam ini tidak hanya memperkuat hubungan dengan audiens, tetapi juga memperkuat brand pribadi karena menunjukkan bahwa influencer tersebut peduli dan terlibat langsung dengan pengikutnya.
Di sisi lain, dengan semakin meningkatnya jumlah influencer di media sosial, tantangan terbesar adalah bagaimana mempertahankan otentisitas sambil tetap relevan dan menonjol di antara yang lain. Diferensiasi menjadi kunci di sini. Influencer harus menemukan 'niche' mereka, sebuah ruang atau topik tertentu yang belum banyak disentuh oleh orang lain, namun memiliki potensi untuk berkembang. Misalnya, seorang influencer kuliner mungkin fokus pada makanan vegan yang terbuat dari bahan-bahan lokal, atau seorang influencer teknologi yang mengulas gadget ramah lingkungan. Dengan menemukan dan mengembangkan niche ini, seorang influencer dapat menciptakan ruang unik untuk diri mereka sendiri di tengah persaingan yang ketat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kolaborasi dengan merek atau influencer lain juga dapat menjadi strategi efektif dalam memperkuat personal branding. Kolaborasi ini harus dipilih dengan hati-hati agar tetap sesuai dengan nilai dan citra yang telah dibangun. Misalnya, seorang influencer yang terkenal dengan gaya hidup sehat mungkin akan berkolaborasi dengan merek makanan organik, bukan dengan produk makanan cepat saji. Kolaborasi yang tepat dapat memperluas jangkauan audiens dan memberikan validasi terhadap brand pribadi influencer tersebut.
Namun, ada juga risiko dalam personal branding yang harus diwaspadai. Ketika personal branding terlalu berfokus pada citra yang ingin ditampilkan, influencer bisa jatuh ke dalam perangkap membentuk persona yang terlalu jauh dari diri mereka yang sebenarnya. Hal ini tidak hanya bisa membuat mereka merasa tertekan karena harus selalu 'on-brand', tetapi juga bisa memicu reaksi negatif dari pengikut yang merasa dibohongi. Oleh karena itu, keseimbangan antara menjaga citra dan tetap menjadi diri sendiri sangat penting dalam personal branding.
ADVERTISEMENT