Cegah Klitih, Tim PKM-RSH UAD Lakukan Psikoedukasi Resipatisme

NEWS UAD
Informasi terkini Universitas Ahmad Dahlan
Konten dari Pengguna
12 September 2022 10:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NEWS UAD tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Psikoedukasi Resipatisme Tim PKM-RSH Universitas Ahmad Dahlan (UAD) 2022 (Foto: Tim PKM-RSH)
zoom-in-whitePerbesar
Psikoedukasi Resipatisme Tim PKM-RSH Universitas Ahmad Dahlan (UAD) 2022 (Foto: Tim PKM-RSH)
ADVERTISEMENT
Tim Program Kreativitas Mahasiswa-Riset Humaniora (PKM-RSH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) tahun 2022 menyelenggarakan psikoedukasi dengan tema upaya preventif kasus klitih melalui empat variabel psikologi yaitu regulasi emosi, asertif, empati, dan altruism, atau disebut resipatisme. Handy Satria Yudha, M.Psi., Psikolog. didapuk sebagai fasilitator dalam kegiatan ini.
ADVERTISEMENT
Tim bernama Real Team itu beranggotakan Detty Putri Pratiwi Oktavia, Nur Azmi Zulhida, Laila Rachim, Ahmad Affan, dan Wulan Suci Fitrianingsih, dengan pendamping Sri Kushartati, S.Psi., M.A., Psikolog. Mereka memilih metode psikoedukasi sebagai upaya penanganan komprehensif untuk mengelola emosi dan psikis remaja agar tidak menimbulkan dampak negatif dan perilaku agresif.
Berdasarkan data dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dalam rentang waktu tahun 2020 hingga November 2021 terjadi peningkatan kasus klitih di Yogyakarta. Tahun 2020 tercatat ada 35 laporan dan 65 pelaku, sementara pada tahun 2021 menjadi 55 laporan dan 95 kasus. Dari data tersebut juga terlihat bahwa pelaku klitih terdiri atas 80 orang pelajar dan 9 orang pengangguran. Sedangkan untuk latar belakang dan modus perilaku, 28 masuk ke kasus penganiayaan, 23 kasus penggunaan senjata tajam, dan 1 kasus perusakan fasilitas umum.
ADVERTISEMENT
Statistik tersebutlah yang kemudian menjadi latar belakang Tim PKM-RSH UAD untuk melakukan inisiasi kegiatan ini di salah satu SMA di Yogyakarta. Sri Kushartati selaku pendamping menjelaskan bahwa psikoedukasi resipatisme penting sebagai bentuk intervensi untuk menurunkan agresivitas. “Harapannya, metode ini bisa diterapkan pada siswa sekolah yang terindikasi memiliki tingkat agresivitas tinggi, yang ditandai dengan adanya tindak kekerasan seperti perundungan, perkelahian, dan klitih,” imbuh Sri.
Dengan penggabungan empat aspek utama variabel resipatisme, metode pelatihan yang sesuai juga dipilih untuk mendapatkan hasil yang efektif. Melalui penerapan psikoedukasi, diharapkan remaja dapat lebih mampu mengenali emosi dan meregulasinya. Mereka juga dilatih untuk menumbuhkan empati serta altruisme sehingga alih-alih menyakiti orang lain, mereka justru ingin menolong yang membutuhkan. Dalam pelaksanaannya, para siswa remaja ini diajak untuk melakukan role play atau bermain peran agar dapat mengekspresikan dirinya secara tepat, hal itu ditujukan agar mereka berani menolak ketika diajak melakukan hal-hal negatif. (tsa)
ADVERTISEMENT